Setelah bersih-bersih dan tubuhnya wangi semerbak, Taeyong kembali mendatangi kamar Dita. Kini Bu Nala dan yang lainnya tidak berusaha menghalangi. Mereka ingin sang majikan menyelesaikan masalahnya dengan si pelayan baru.
Taeyong sengaja tidak menutup pintu agar pekerja yang lain bisa melihat apa yang terjadi di dalam. Posisi Dita masih sama seperti terakhir kali dia melihatnya. Walau matahari sudah menyingsing di ufuk timur, dia masih saja betah meringkuk.
Taeyong mendudukkan bokongnya di pinggir ranjang. Melihat Dita dari jarak dekat membuat hatinya menghangat. Dia sungguh merindukan gadis tersebut.
Karena rindu yang sudah menumpuk, dia jadi tak bisa mengendalikan diri semalam. Terlebih alkohol mengambil alih kewarasannya. Taeyong menyesal. Dia tidak berniat menyakiti Dita sama sekali.
"Dita," ucapnya pelan.
Merasakan usapan di rambutnya, Dita terbangun perlahan. Dia menggeliat, mata bulatnya mengerjap bingung. Kesadaran belum juga menghinggapinya.
Ketika sadar ada Taeyong yang berada cukup dekat di hadapannya, Dita beringsut mundur. Dia ketakutan.
"Tidak! Tidak! Aku bukan perempuan seperti itu!" Dita berteriak histeris.
"Dita," Taeyong berusaha menyentuh Dita kembali.
"Tidak!" Dita menggeleng. "Tidak! Aku tidak mau! Aku bukan," Dia menangis. Kembali menangis terisak-isak.
"Dita, Sayang, maafkan aku," Taeyong membujuk dengan suara selembut mungkin. Jemarinya berusaha menyentuh lengan Dita.
Dita menggeleng. Menangis histeris, sembari terus memundurkan tubuhnya.
"Oke. Aku diam." Taeyong angkat tangan. Dia kembali ke tempatnya semula. "Kamu juga berhenti. Jangan mundur terus. Nanti jatuh."
Para pekerja yang menyaksikan hal itu merasa kasian. Dita pasti sangat syok dan tertekan. Dia trauma karena kejadian semalam.
Jaehyun dan Jinny yang akan masuk untuk menengahi, dicegah oleh Bu Nala. Dia bilang, berikan mereka waktu untuk berdua. Semuanya menurut, pergi meninggalkan kawasan kamar Dita.
"Sayang. Maaf. Maafkan aku. Aku tahu aku salah. Aku kelewatan. Semalam aku tidak berpikir jernih."
Taeyong menahan diri sekuat tenaga untuk tetap diam. Walau dalam hati ia ingin sekali menarik Dita agar masuk ke dalam rengkuhannya.
Dita berakhir di pinggir kasur. Memeluk lututnya di depan dada. Derai air mata masih saja mengaliri pipi.
"Sayang," bujuk Taeyong dengan suara lembutnya.
"Jangan begitu. Nanti kamu susah napas," peringatnya, sedetik setelah Dita memendam wajah di antara dada dan lutut.
"Jangan. Sentuh!" protes Dita dengan lirikan tajam ketika Taeyong menyentuh kepala dan ingin mengangkat wajahnya.
"Oke. Maaf." Taeyong mundur seketika.
Beberapa detik berlalu dengan keheningan. Dita dengan tangisannya. Dan Taeyong dengan pikirannya yang semakin kalut.
"Apa ada yang sakit?" tanya Taeyong pelan.
"Hatiku. Hatiku sakit," lirih Dita menjawab.
"Maaf." Taeyong menunduk. Entah berapa kali dia mengucapkan kata tersebut. Walau seribu kali pun harus mengucapkan kata maaf, dia rela, asalkan Dita mengampuninya.
"Sayang, aku tidak berniat sama sekali menyakitimu. Aku benar-benar hilang kendali."
Setelah beberapa saat membisu, Dita bertanya, "Apa maksudmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Random Story
RomanceCerita random dengan artis lokal dan inter sebagai penggambaran karakter.