25I. Maid

6 1 0
                                    

"Sayang, belum selesai buka kadonya?"

Taeyong memasuki kamar. Aku hanya melihatnya sekilas, lalu kembali fokus pada tumpukan kado yang menggunung di hadapanku.

"Belum. Lihat, masih banyak bukan?" Aku mengambil satu kado yang cukup menarik perhatian. Berwarna gold yang menawan dilengkapi dengan pita.

Ukurannya tak terlalu besar, hanya seukuran kotak pizza yang biasa dibeli Taeyong. Waduh, jangan bilang isinya benar-benar pizza!

Aku mendelik pada Taeyong yang sudah duduk di sebelahku.

"Apa?" tanyanya bingung. "Oh, jangan bilang kamu kira aku yang memberikan ini?" dia tergelak, "tidak, Sayang. Aku tidak memberi kado kali ini."

Aku mendengus. Biasanya memang dia yang selalu memberiku hadiah aneh-aneh dan cukup nyeleneh.

"Tenang saja, aku akan memberikan kado yang spesial nanti malam." Lelaki berkaus hitam tersebut mengedipkan matanya genit. "Kamu pasti suka," bisiknya lembut.

"Ish, kenapa jadi bahas itu?!" Kupukul pahanya dengan main-main.

"Aku sudah tidak sabar. Dua malam kita tak jadi melakukannya karena kelelahan. Nanti malam harus jadi."

Aku hanya terkekeh, "Iya."

Kami memang sudah melakukan pernikahan dua hari yang lalu. Meskipun diadakan secara sederhana dan tertutup, acara berlangsung seharian penuh. Aku tidak mengira saudara Taeyong sebanyak itu. Sampai rasanya tidak selesai-selesai aku bersalaman.

Kemarin kami mengadakan syukuran di kantor. Tidak hanya para karyawan yang mengikuti acara, banyak juga rekan kerja Taeyong yang datang.

Malam pertama dan kedua kami habiskan dengan tidur yang benar-benar tidur tanpa melakukan kegiatan apapun. Kami sama-sama tahu tubuh butuh istirahat agar kembali bugar.

"Ini dari siapa?" Aku membolak-balik kado berbentuk kotak tersebut. Tidak terlalu berat, sepertinya memang berisi makanan.

"Tidak tahu. Coba dibuka dulu. Siapa tahu ada nama pengirimnya di dalam." Seperti perkataan Taeyong, di luar kado tidak ada identitas si pengirim sama sekali. Siapa tahu memang ada di dalam.

Kubuka pita manis yang mengikat kado tersebut. Lalu membuka kertas pembungkusnya dengan hati-hati. Aku memang suka membuka suatu barang dengan rapi, tidak merobeknya sembarangan.

"Ohw-wo-wow ...." Aku terkesima saat melihat sebuah merek ternama terpampang di atas kotak. "Tae, bukannya ini ...?" Refleks aku menoleh padanya. "Merek coklat terkenal."

Sebagai pecinta coklat, aku tahu sekali merek coklat mahal dan eksklusif ini. "Ini coklat Belgia!" seruku dengan gembira.

"Iya." Taeyong mengangguk. "Coba buka."

Kotak berwarna hitam tersebut kubuka penutupnya. Selembar kertas berwarna merah muda menutupi sesuatu di dalamnya. "Kertas ini terlalu besar hanya untuk sebuah ucapan selamat."

"Aku punya firasat buruk." Taeyong berubah malas. Senyumannya menjadi kecut.

"Tenang saja, ini hanya sebuah hadiah." Aku mengambil kertas cantik tersebut agar segera mengetahui isi di dalamnya.

"Dari ... Johnny." Taeyong dan aku berpandangan.

Kenapa dia mengirim hadiah? Aku rasa ini bukan waktu yang tepat. Jujur saja, aku ragu untuk kembali membaca apa yang tertulis di sana.

"Baca saja. Aku juga penasaran dengan apa yang dia tulis."

Aku mengangguk. Lalu membaca tulisan di atas kertas dengan ragu-ragu.

Random StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang