Guruku Ternyata G 04

4.7K 308 7
                                    

Suasana hati Kevin tidaklah bisa dikatakan baik. Ia bersender di luar pintu mobilnya seraya menyalakan sebilah rokok. Rasanya begitu melegakan ketika rokok yang ia hisap berkali-kali mengeluarkan asap dari mulutnya.

Ia pun menghubungi salah seorang temannya, ”Dalam 10 menit kalo lo gak dateng kesini gue sebarin foto-foto lo sama selir-selir lo,” ancam Kevin sekiranya temannya yang ada di seberang sana segera datang tanpa penolakkan untuk menyetir mobilnya.

Kalau kalian bertanya mengapa? Itu karena Kevin bukanlah tipe orang yang suka menyetir dikala suasana hatinya sedang tidak baik. Menurutnya ketidakfokusan dalam menyetir itu sangat berbahaya.

Pikiran Kevin pun kian bercabang kesana kemari seraya menunggu kedatangan temannya. Sesekali ia menghisap rokoknua yang tersisa setengah batang seraya memejamkan mata seolah mencari ketenangan dan kedamaian disana.

”Biar saya anter pulang,” cetus seseorang membuat Kevin refleks menegakkan tubuhnya. Ia pun tersenyum sinis seraya menjatuhkan sisa puting rokoknya yang belum habis, kemudian ia injak sampai api yang membakar ujung rokok itu padam.

”Saya tau kamu benci sama saya, tapi please biarin saya yang anter kamu malem ini.” pinta Rama merasa tidak enak ketika melihat kondisi Kevin yang nampak gusar.

Kevin benar-benar malas untuk berdebat apalagi meladeni bedebah seperti Rama. Argh, mengapa harus ada bedebah-bedebah sialan seperti Radi dan Rama di dalam hidupnya? Gara-gara mereka impiannya untuk bisa menjadi model di majalah bergengsi pun harus pupus.

”Hosh hosh hosh,” seorang pria berambut blonde dengan nafas yang ngos-ngosan menghampiri. Kevin dan Rama bersamaan melirik ke arah pria tersebut.

”Telat.” cetus Kevin.

”Yaela telat 2 menit doang kok,” ujar pria yang bernama Dimas.

Dimas menatap dua pria yang ada di hadapannya dengan tatapan curiga. Rupanya radar kepekaan Dimas cukup tinggi sehingga bisa menciun aura-aura permusuhan di antara keduanya.

Kevin pun melemparkan kunci mobilnya kepada Dimas. Namun, sebelum Dimas benar-benar menangkap kunci mobil milik Kevin, Rama dengan cekatan meraih kunci mobil yang melayang di udara beberapa detik.

Kevin mendelik tajam. Ia tidak suka jika ada sesiapapun yang mencampuri urusan prinadinya. Bahkan, jika itu adalah hal terkecil sekalipun. ”Biar saya aja yang anter dia, kamu pulang aja.” ujar Rama memerintahkan Dimas untuk segera pergi dari sana.

”Kalo selangkah aja lo berani pergi dari sini, gue jamin gak bakal ada cewek yang mau sama lo lagi.” ancam Kevin.

Dimas pun mematung. Ia bingung harus mengikuti kata siapa, yang ia tau Kevin memiliki banyak bukti kalau dirinya memiliki banyak selir, yang dimana bisa saja Kevin menyebarkan bukti-bukti itu sewaktu-waktu.

Namun, disisi lain ada sosok yang lebih dewasa yang harus dihormati perkataannya. Meskipun Dimas pria pendosa sekalipun, untuk orang yang lebih tua ia pasti akan menghormati orang tersebut siapapun dia.

”Pergi aja, saya juga punya bukti yang lebih ampuh buat bikin dia malu seumur hidup.” ujar Rama seraya menatap Kevin yang menatapnya dengan tatapan membunuh.

Dimas masih tidak bergeming. Ia masih bimbang harus pergi atau tetap disini. Akhirnya Rama memberikan Dimas beberapa lembar uang ratusan ribu, hingga membuat mata Dimas mengerling.

Dimas pun perlahan-lahan melangkahkan kakinya pergi dari sana meskipun kini Kevin tengah menatapnya dengan tatapan yang tajam. Mau tidak mau Kevin pun harus menerima tawaran Rama yang ingin mengantarnya pulang.

Sepanjang perjalanan Kevin merebahkan tubuhnya di kursi penumpang sudah disetting supaya agak menurun mirip tempat tidur. Ia memejamkan matanua dengan kedua tangan bersedekap di dada.

Sesekali Rama melirik Kevin yang nampaknya tertidur pulas. Namun, sama sekali tidak mendengkur seperti orangs kebanyakan. Senyuman samar pun terukir di bibir Rama.

”Halo?” sahut Rama tatkala hpnya berdering dari kekasihnya. Ia pun tersenyum sumringah tatkala mendengat suara wanita yang begitu sangat ia rindukan.

”Sayang, bisa jemput nggak? Ini aku udah di bandara,” ujar sang kekasih dengan nadanya yang manja.

Rama melirik Kevin sebentar. ”Maaf sayang, aku lagi ada urusan, aku pesenin taksi aja yah? Hm?” ujar Rama berharap kalau kekasihnya itu tidak ngambek.

”Urusan apa urusan?” tanya sang kekasih.

Rama tersenyum simpul. ”Iya sayang, ini aku lagi nganterin murid aku pulang soalnya.”

Kekasihnya yang tengah berada di bandara itu pun, yang tadinya duduk di atas koper tiba-tiba bangkit. ”Murid? Murid yang mana?” ujarnya curiga kalau-kalau kekasihnya itu selingkuh dengan wanita lain.

”Murid cowok lah sayang~ Hehehe masa cewek sih? Yang ada ntar kamu ngamuk lagi? Wkwkwk,” ujar Rama tertawa.

”Ya udah tapi besok kita full ngedate ya?”

”Iya iya hehe,”

Telepon keduanya pun terputus. Rama tidak henti-hentinya tersenyum membayangkan kekasihnya yang bergelayut manja padanya. Setelah kurang lebih dua minggu tidak bertemu, rasanya seperti bertahun-tahun tidak bertemu.

Akhirnya Rama pun sampai di kediaman Kevin. Ya, rumahnya cukup besar bak istana nan megah. Siapa yang tidak kenal dengan Kevin? Pewaris tunggal salah satu perusahaan kontruksi terbedar di Jakarta.

Rama mencoba membangunkab Kevin beberapa kali. Namun, Kevin hanya mengerang tidak jelas disela tidurnya. ”Kevin,” panggil Rama. Namun, lagi-lagi Kevin sama sekali tidak bergeming.

Rama pun mendekatkan wajahnya berniat ingin berteriak tepat di telinga Kevin. Namun, sejenak ia terkesima melihat wajah Kevin yang cukup tampan dengan bulu mata yang begitu panjang. ”Adagitu ya cowok punya bulu mata panjang kek gini? Asli pula,” ucapnya dalam hati. Seulas senyum tipis pun terukir manis.

Guruku Ternyata GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang