Guruku Ternyata G 61

868 80 13
                                    

Sungai mengalir deras pada setiap celah tanpa lelah. Tercemar oleh limbah sampah dari tangan-tangan jahil pun ia tiada mencela. Sungguh mulia ter-bentang hingga ke seluruh penjuru. Tanpa pamrih. Tanpa diminta. Gemericik air hujan saat ber- benturan dengan ia memancar indah. Semua orang terpana, tetapi ada satu insan membuat ia menjadi tiada guna dan sia-sia. Sirna sudah rasa terpana itu dari netra serta hati hingga aliran air itu mengering tanpa sisa—pun meninggalkan sesal di hati.

Chris dipenuhi oleh rasa sesal itu. Chris dengan sengaja mencemari air sungai itu hingga mengeruh, dan saat aliran air itu mengering, lalu membuat tanah di dasar sana terlihat. Chris hancur ber-keping-keping hingga membuat seluruh tubuh ia linu, dan hati ia pilu. Betapa rasa sesal itu telah merongrong hingga sampai pada tulang-belulang dalam raga. “Daffin,“ gumam Chris. Sampai saat ini; ia belum jua menghubungi sang mantan istri. Ber-niat ingin merajut kembali tali penghubung antar dua hati. Chris merasa jalan di depan mata begitu licin dan terjal. Hujan rasa benci terus turun—pun mengikis rasa percaya di hati Daffin dan sang mertua.

Chris pun menghela nafas berat. Chris harus segera ber-siap-siap untuk mengajar di kampus. Sebelum itu; ia membeli beberapa cemilan favorit Daffin terlebih dahulu. Tiba di pampus; ia juga melihat Daffin tiba. Daffin baru saja turun dari mobil. Daffin terlihat mengenakan outfit santai: kaos putih, blazer hitam, celana kulot putih, serta sneakers hitam-putih. Surai rambut ia juga sangat panjang sehingga sengaja ia ikat ke belakang. Hal itu justru membuat Daffin terlihat lebih gagah—pun imut secara ber-samaan. Chris ingin menghampiri Daffin, tetapi Daffin malah lebih dulu menghampiri teman ia yang lain, yaitu Juan.

Seperti biasa, di sela-sela menunggu kelas dimulai; Daffin dan Juan santai di kantin ditemani se-cangkir kopi serta cemilan ringan seperti piscok dan kentang goreng. Beban di hati Daffin terasa lebih ringan di saat ia mencoba ber-sikap bodo amat, tetapi tidak bisa dipungkiri jua jikalau diri ia begitu merindukan Chris. “Hubungan lu ama mantan suami lu gimana?“ ucap Juan. Daffin termangu. Bagaimana? Huft, entahlah. Daffin sendiri juga tidak tau bagaimana hubungan ia dan Chris nanti ke depannya. Dua hati saling merindu, dan saling mencinta, tetapi harus ber-pisah oleh perbuatan durjana.

“Gue juga nggak ngerti, Jo,“ sahut Daffin. Bibir ia terlihat sedikit ber-getar tiap kali membahas soal Chris. Hati ia hancur; hancur sebab Chris telah menyakiti diri ia dengan main tangan, serta hancur sebab dilanda rindu ber-kepanjangan. Dua rasa itu membuat dada ia terasa sesak. Sungguh teringin sangat ia ber-teriak dengan sangat keras tanpa perduli se-siapa pun dapat mendengar. Perputaran roda di hati begitu sangat lambat. Lalu, kapan perih ini akan segera pergi? “Daff? Tuh,“ gumam Juan menunjuk dengan bibir ia jikalau beberapa meter dari tempat ia dan Daffin duduk—pun terdapat Chris di sana sedang ber-jalan ke arah sini.

Daffin pun menoleh. Bunga di hati memang sempat rapuh dan melapu, tetapi sungguh bunga itu mulai bangkit lagi perlahan setelah disiram oleh beberapa tetes air. Daffin tertegun tatkala netra ia menangkap sosok yang dirindukan selama ini. “Ini cemilan kesukaan kamu. Tadi mas sekalian beli di jalan. Jangan lupa kasih ke temen kamu juga, ya?“ ucap Chris tersenyum sembari mengusap pucuk kepala Daffin. Daffin juga mampu merasakan jikalau usapan tangan Chris sarat akan cinta dan kasih sayang. Begitu hangat hingga membuat irama jantung Daffin menjadi tidak ber-aturan.

“Hm,“ gumam Daffin tersipu hingga ia pun sengaja menurunkan pandangan mata ia dari Chris.

“Kalo gitu mas mau ke kantor dulu. Siap-siap ngajar bentar lagi,“ ucap Chris. Tangan ia kembali mengusap pucuk kepala Daffin gemas, lalu ia pun segera berlalu.

Juan bingung harus memberi tanggapan apa. Daffin benar-benar terlihat sangat imut saat ini tatkala ia tersipu malu begitu. Dibilang benci, tetapi cinta di dalam hati masih lah teramat sangat besar. Daffin Daffin, batin Juan. Sebagai seorang sahabat—pun lebih tua dari Daffin, ingin rasanya ia memberi beberapa petuah, tetapi Juan merasa momen kali ini tidak begitu pas. “Bilang aja lu kangen ato mo balikan terserah haha,“ ucap Juan membuat Daffin tertohok. Daffin langsung mendelik sambil mengerutkan alis. Juan malah terkekeh ditatap seperti itu oleh Daffin.

Guruku Ternyata GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang