Guruku Ternyata G 22

2.9K 221 5
                                    

Suasana rumah sakit pun berubah menjadi pilu dipenuhi suara tangisan penuh pengharapan. Sebuah harapan agar Cindy mampu sadar dan pulih kembali seperti sedia kala. Husein terus saja menyalahkan Gilang atas apa yang menimpa putrinya. Ia geram hingga sebuah tamparan pun melayang di pipi kanannya. Gilang diam seribu bahasa.

James tidak kuasa untuk menengahi karena ini bukan ranahnya. Ia hanya sebagai penonton saja. Hasna menggenggam tangan putrinya erat sambil sesekali menciumnya penuh kasih sayang. Air matanya tak henti-henti luruh membasahi kedua pipinya.

Tiba-tiba jari-jemari Cindy bergerak dan perlahan ia pun membuka matanya. Tubuhnya terasa kaku sekali karena rasa sakit yang luar biasa mendera seluruh tubuhnya. Jari telunjuknya seolah-olah menunjuk seseorang yang tengah duduk di sofa, James.

James pun bangkit. Hasna beralih tempat duduk supaya James bisa memperhatikan Cindy dengan seksama. ”Ka-mu..” gumamnya lemah dengan kedua mata sayup-sayup menatap James.

”Saya James nona,“ ucap James sambil menggenggam tangan Cindy. Semua orang yang ada disana tidak mengerti mengapa Cindy menunjuk James untuk diajak bicara. Bukan ayahnya, ibunya, adiknya, ataupun Gilang.

”To-to-long ja-ga Gi-lang.” pinta Cindy berusaha tersenyum.

”Saya bakalan jaga Gilang dengan hidup saya. Saya nggak bakalan biarin dia terluka satu helai rambut pun.“ ucap James mantap.

“Ma-af.” ucap Cindy lalu tangannya pun terlepas seketika ketika kesadarannya benar-benar hilang dan monitor pasien yang menjadi garis lurus.

”Cindy!“ pekik Hasna meraung ketika mengetahui sang anak menghembuskan nafas terakhir. James membeku ketika ia mengingat kejadian barusan, yang dimana Cindy memberikannya pesan terakhir untuk menjaga Gilang.

Sudah pasti Cindy begitu mencintai Gilang sampai-sampai ia tidak lagi memperhatikan jalanan dan harus meregang nyawa. Dada James perih seperti ada belati tajam menyayatnya. Namun, semua itu terlihat samar lantaran tatapan matanya yang tajam setajam elang.

Husein terus saja menghakimi Gilang dan Jamea tentu tidak terima. Menurutnya semua ini sudah kehendak tuhan yang tidak bisa dielakkan. ”Cukup Pak Husein.” ucap James menahan tangan Husein yang terus saja mencengkeram kerah kemeja Gilang.

”Ini bukan salah Gilang. Nggak ada yang salah disini. Coba anda pikir lagi gimana kronologis anak anda keluar menyusul Gilang. Gilang sama sekali nggak minta dia buat nyusul dan liat sesuatu yang seharusnya nggak dia liat.”

James memberikan kartu namanya. Husein seketika diam ketika membaca kartu nama tersebut dan mengetahui siapa James sesungguhnya. James tau tindakannya yang seolah mengandalkan latar belakangnya untuk menghentikan tindakan Husein itu salah. Namun, ia juga tidak ingin siapa pun yang ada disini saling menyalahkan. Semua ini adalah takdir.

”Saya mohon supaya anda lebih bijak lagi dalam menilai situasi.” ucap James.

Saat ini Rama sedang menerangkan materi kuliah untuk jurusan hukum kepada seluruh mahasiswa/i di kelasnya. Ia permisi sebentar karena teleponnya terus saja bergetar. ”Halo?” sahut Rama.

”.....”

Dari mejanya Kevin heran melihat mimik wajah Rama yang tiba-tiba berubah drastis. ”Mohon maaf, saya ada urusan mendadak, jadi materi kita sampai disini dulu. Terima kasih.” ucap Rama segela keluar kelas.

”Kenapa ya? Nggak biasanya deh tuh orang kek gitu.” batin Kevin sedikit cemas. Beberapa saat kemudian ia pun mendapat sms dari Rama kalau nanti sore Rama akan menjemputnya.

”Jangan naik taksi ato nebeng!” sms dari Rama lagi membuat Kevin geleng-geleng kepala.

”Tumben banget ya Pak Rama ngajarnya nggak selese gitu?” celetuk Naila yang duduk di samping Kevin.

Guruku Ternyata GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang