Guruku Ternyata G 50

1K 81 1
                                    

Halim dan Setiaji pergi ke pasar bersama-sama layaknya sepasang suami istri; memilih-milih ikan dan sayur apa yang akan dibeli untuk menu makan siang nanti. Kebetulan tiap kali liburan semester, Setiaji akan tinggal di apartemen Halim sampai liburan berakhir. “Sayang, ini nih yang,“ seru Halim memilih seikat sawi hijau. Sejurus kemudian; Setiaji pun memukul tangan Halim; otomatis Halim pun langsung menaruh sayur itu kembali. “Kalo mau milih sayur yang seger itu jangan ngasal dong, Lim. Lu liatin yang bener, ah,“ protes Setiaji saat Halim mencoba memilih seikat sawi hijau dengan dedaunan sempurna—tanpa ada bolongan sedikit pun.

Setau Setiaji, sayur-sayuran yang tidak terdapat bolongan-bolongan kecil di daunnya itu adalah sayuran yang mengandung pestisida. Sedangkan yang tidak mengandung pestisida itu; terdapat ulat-ulat kecil atau ada bekas bolongan-bolongan di daunnya, karna dimakan oleh ulat. Justru dedaunan dengan tipe seperti itulah yang lebih baik dan sehat untuk dimakan.

Tiba di bagian lapak yang menjual ikan-ikanan. Setiaji memeriksa ikan-ikan tersebut mulai dari: mata, insang, sisik, daging, perut, dan bau. Setiaji harus teliti dalam memiliki ikan segar. Ia pun memeriksa bagian mata. Hm, masih masih jernih dan terang; insangnya juga masih merah, batin Setiaji sambil memeriksa bagian insang. “Bu, ini sekilo berapa?“ tanya Setiaji ke si penjual sembari menunjuk ikan gurame.

“48rb,“ sahut si ibu. “Bisa kurang nggak, bu? 40 aja, ya?“ tawar Setiaji. Si ibu pun terlihat berpikir. “Udah~ 40 aja~“ ucap Setiaji lagi. “45 dek 45,“ ucap si ibu. Setiaji merasa harga segitu masih terlalu mahal. Ia pun memutuskan untuk meninggalkan lapak si penjual. Namun, sejurus kemudian, si penjual pun memanggil Setiaji. “Eh eh eh, bisa dek bisa dek,“ ucap si penjual. Setiaji mengulum senyum. Namun, senyumannya itu pun memudar seketika, tatkala ia kembali menghampiri lapak itu. Halim geleng-geleng kepala melihat aksi tawar menawar antara Setiaji dan si penjual. Beneran istri idaman ini mah, batin Halim.

“Ji, itu gurame dua kilo siapa yang makan emang??“ tanya Halim saat keduanya memasuki apartemen. “Kulkas kan ada? Ditaro di kulkas lah. Gimana, sih?“ sahut Setiaji sembari meletakkan sandal di rak sandal. Setiaji pun langsung menuju dapur dan mulai memasak. Sedangkan Halim mengambil beberapa cemilan di dalam lemari, lalu duduk di TV sambil menonton channel-channel menarik.

“Mau masak apa yang?“ tanya Halim sambil mata fokus ke TV dan makan kacang-kacangan dengan melemparnya ke atas sedikit; dan hap; mulut Halim pun mampu menangkapnya. “Guramenya sih digoreng biasa,“ ucap Setiaji sembari menyiapkan; talenan, pisau, dan beberapa wadah untuk sayur dan ikan. “Trus sayurnya sayur garang asem, sama sambel belimbing wuluh,“ ucap Setiaji lagi. “Jangan pedes-pedes yang~“ ucap Halim. “Iya,“ sahut  Setiaji sambil membersihkan ikan yang sudah dikeluarkan isi perutnya oleh si penjual.

“Duh duh duh duh duh duh,“ seru Halim langsung melesat menuju kamar mandi di dekat dapur sembari memegang perutnya yang terasa sakit. “Kenapa Lim?“ tanya Setiaji dari luar; pasalnya Halim terlihat seperti orang yang dikejar musuh. “Kit perut yang~ Lagi mo nabung,“ sahut Halim dari dalam toilet. Setiaji pun geleng-geleng kepala.

“Lama banget sih Lim ke toiletnya?—ampe masak loh sayur yang aku bikin ini?“ ucap Setiaji heran. Halim pun langsung terduduk di kursi meja dapur. Uh, lubang itu terasa sangat pedas dan panas, batin Halim. “Ya iyalah lama, orang aku sakit perut. Ji, ambilin air putih dong,“ pinta Halim. Setiaji pun mengambilkan segelas air putih untuk Halim.

Daru rebahan di ruang tamu sembari makan coklat dan berselancar di sosial media. Entah mengapa; Daru tiba-tiba membuka isi chat antara dirinya dan Djaka. Ini adalah isi chat dari satu minggu lalu, batin Daru. Selama itu pula Djaka tidak pernah menghubungi apa lagi datang ke rumah Daru. Kurang kerjaan banget gue mikirin nih orang, batin Daru. Ia pun memindah channel TV—yang menayangkan FTV remaja. “Padahal gue udah nggak remaja lagi,“ gumam Daru. Hm, anggap saja Daru belajar ilmu acting dari sana—supaya acting Daru semakin bagus.

Guruku Ternyata GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang