Ibunya yang bernama Mayang itu pun menyambut kedatangannya dengan suka cita. Keduanya pun saling berpelukan meluapkan perasaan rindu masing-masing setelah sekian lama tidak bertemu. ”Cindy nya mana sayang?” tanya Mayang.
”Dia bilang lagi ada urusan ma, jadi nyuruh Rama buat duluan aja.“ jawab Rama lalu masuk ke dalam bersama sang ibu.
”Coba telepon lagi Cindynya sayang, siapa tau lagi ada masalah di jalan.” ucap Mayang tersirat sedikit kekahawatiran.
Beberapa kali Rama menghubungi Cindy namun tak kunjung diangkat. Ia pun mengirimkan beberapa sms namun sama sekali tidak ada balasan. Sudah hampir satu jam ia dan ibunya menunggu seseorang yang tak kunjung datang.
”Gimana?” tanya Mayang lagi. Rama pun tersenyum kecut sambil menggelengkan kepalanya.
Berbagai macam hidangan lezat tersaji rapi di atas meja. Rama tau semua ini adalah masakan ibunya. Berapa banyak usaha yang sudah ibunya kerahkan untuk memasak semua ini? Tapi, apa yang Cindy lakukan sekarang? Bukankah ini mencerminkan sikap tidak menghargai orang lain?
”Rama,” seru Mayang meraih tangan putranya. Ia tau suasana hati Rama sedang tidak bagus. Ia kecewa. Itu sudah pasti. “Setiap orang tua punya mata yang tajam sayang. Dulu, mama udah bilang, kan? Kalau Cindy itu bukan pasangan yang tepat buat kamu? Tapi, kamu nggak dengerin mama?”
”Maafin Rama ma,” sahut Rama lirih. Mayang pun tersenyum sambil mengusap buku-buku jari sang anak.
***
Setelah urusan kantor selesai, Cindy memutuskan pulang sebentar untuk berganti pakaian. Kebetulan hari ini ia mempunyai janji makan malam bersama Rama dan ibunya sehingga ia pun harus segera bersiap-siap supaya Rama tidak menunggunya terlalu Rama.”Cindy?” panggil ibunya dari ambang pintu.
”Iya ma?” sahut Cindy sambil menyisir rambut.
”Coba ke bawah deh liat siapa yang dateng.“
”Hm? Emangnya siapa ma?“
”Liat dulu pasti kamu seneng deh. Ayok cepetan kasian dia kelamaan nunggu.”
”Iya iya ma tunggu.”
Cindy pun tersenyum menatap dirinya yang terlihat sempurna dan cantik di depan cermin besar. 'Siapa sih? Apa jangan-jangan Rama? Tapi, keknya nggak mungkin deh.' batin Cindy. Ia pun segera keluar dari kamarnya dan menuruni anak tangga satu per satu.
Kedua matanya pun membola tatkala melihat sosok pria yang telah dirindukannya sejak lama bangkit dan tersenyum padanya di ruang tamu. ”Kak Gilang?” gumam Cindy tidak percaya. Ia pun segera berhambur di pelukan Gilang. Pun Gilang membalas pelukannya tak kalah erat.
“Kakak jahat ih kok baru pulang kesini sekarang? Jahat ih jahat!“ protes Cindy sambil memukul-mukul pelan dada Gilang. Ia kesal karena Gilang sudah meninggalkannya begitu lama, dan baru kembali sekarang?
Gilang pun mengendurkan dekapannya lalu mengusap kedua pipi Cindy yang basah karena air mata yang terus saja mengalir. Cindy sesenggukan. Tapi, Gilang malah menahan tawanya. ”Cup cup sayang cup cup.” ucap Gilang berusaha menenangkan pun memberikannya beberapa kecupan kecil di bibir, yang membuat Cindy perlahan-lahan berhenti sesenggukan.
“Udah nangisnya ntar nggak cantik lagi loh.” goda Gilang.
”Au ah rese rese rese rese nyebelin.” ucap Cindy sedikit manja dan hal itu pun membuat tawa Gilang pecah.
***
Rama rebahan di kasur dengan pergelangan tangan menutup kedua matanya. Sampai saat ini tidak ada satu pun dari pesannya yang dibalas oleh Cindy. Tidak biasnya Cindy susah dihubungi seperti ini apalagi sampai membuat acara makan malam keduanya batal tanpa pemberitahuan sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guruku Ternyata G
Romance[TAMAT] Cuman tulisan sederhana dan jelek. Beberapa nama tokoh juga ketuker, dan lupa. Jadi, jangan komen aneh-aneh. Se-umpama lu nggak suka tinggal skip aja. Ber-cerita tentang kisah cinta antara dosen dan seorang mahasiswa ber-nama Daffin.