Guruku Ternyata G 57

854 77 3
                                    

Juan pun tiba di Balai Sudirman. Pernikahan di sini cukup meriah. Juan pun masuk ke dalam meski ia sendiri tidak memiliki undangan resmi. Ia berdiri mematung lama sekali sambil memandang dua orang mempelai pria di depan sana. Saat suasana tidak lagi terlalu ramai seperti tadi. Barulah ia mulai melangkahkan kaki maju ke depan. Hingga pandangan mata Herman dan Juan pun saling bertemu. “Juan?“ gumam Herman. Lalu, ia pun langsung turun dari pelaminan; menghampiri Juan.

“Om, bisa om jelasin ke aku? Kenapa.. Kenapa om malah nikah sama cowok hari ini?“ ucap Juan sekaligus bertanya. Juan terlihat sangat marah, meski ia mencoba menahannya sebisa mungkin. “Maaf, maafin om, Juan. Om lakuin semua ini demi kamu, dan demi buat bisa keluar dari sana. Om muak, om muak tiap kali denger mereka ngehina kamu. Om marah, tiap kali liat mereka ketawa seolah tanpa beban, dan seolah kamu nggak pernah ada di sana. Maafin om, Juan,“ sahut Herman panjang lebar.

Juan bingung; apakah ia harus marah atau tidak. Di satu sisi dulu Herman lah—yang paling keras suaranya, tatkala menentang hubungannya dengan Yoga. Tapi, di sisi lain, entah bagaimana ceritanya jalan pikiran Herman mulai berubah, dan mengatakan bahwa dirinya melakukan semua ini demi Juan—pun supaya bisa keluar dari lingkaran kehidupan nan memuakkan itu. Efan pun ikut turun ke bawah. Sejurus kemudian; kedua mata Juan berkaca-kaca. Ia marah kepada dirinya sendiri. “Om, nggak perlu berkorban demi aku. Toh, aku nggak bakalan peduli,“ ucap Juan menatap Herman dengan mata memerah. Herman pun tersenyum tipis. “Kalo kamu nggak peduli, kamu nggak bakalan dateng ke sini, Juan,“ ucap Herman.

Gilang langsung menghempaskan tubuhnya di sofa. Hah, capek, batin Gilang sambil menghela nafas. Dia baru saja pulang setelah seharian bekerja. James geleng-geleng kepala, lalu memukul labu itu dengan tas kerja. “Bangun, mandi, trus salat. Kamu belum salat, kan?“ ucap James menegur. “Baru jam empat sore~“ ucap Gilang sambil memejamkan mata. James berdiri di hadapan Gilang sambil berkacak pinggang. “Keburu maghrib sayang~ Kalo makin ditelatin ntar pahalanya makin kecil, mau kamu?“ ucap James terdengar seperti sedang berceramah.

Gilang pun langsung duduk, dan menatap James dengan tatapan kesal, lalu melesat ke kamar sambil misuh-misuh—pun membuat James terkekeh. Gemesin banget kamu, Gilang?, batin James—pun ke kamar jua. Gilang dan James mandi bersama. Hal ini bertujuan supaya mereka bisa menyingkat waktu untuk salat bersama. Tentu saja James lah yang menjadi imam salat. Hebat, kan? Setelah selesai salat ashar; mereka biasa santai di pinggiran kolam renang ditemani secangkir teh longjing. Kolam renang? Bagaimana bisa? Bukankan ini apartemen di lantai tengah? Heh, asal kalian tau, ini adalah apartemen senilai 28 miliar. Jadi, wajar saja jikalau fasilitas di sini sangat lah lengkap.

“Gilang? Uhm, gimana kalo kita bikin dede di sini? Udah seminggu lebih nggak begituan,“ ucap James. Gilang pun menatap James dengan tatapan membunuh. Bisa-bisanya James berpikiran seperti itu di sore hari. Huft, Gilang pun menghela nafas. “Coba aja kalo berani,“ sahut Gilang menantang. Eh? Cobain aja kalo berani? Jadi, Gilang mau aku inisiatif duluan? Hm, boleh juga, batin James menganggukkan kepala pelan. Beberapa saat kemudian; James menyentuh pipi Gilang, lalu mengusapnya dengan lembut. Cup. Ia kecup pipi Gilang dengan mata terpejam. Setelah itu, ia pun membuka mata, lalu menatap Gilang lamat-lamat.

“Nggak kerasa kita udah sembilan bulan nikah ya sayang?“ ucap James. Hah, rasanya seperti baru kemarin saja ia menikahi Gilang, dan sekarang sudah sembilan bulan berlalu. James pun tersenyum penuh arti. Gilang tertegun melihat senyuman James, hingga membuat semburat merah di kedua pipinya terlihat jelas. Gilang sampai tidak sadar, jikalau tangan kanan James sudah meremas-remas si jagoan. James pun mencium pundak Gilang. Tangan kanan Gilang bertumpu di lantai. Sedangkan tangan kirinya menahan lengan James—yang semakin liar memijit si jagoan.

“Ngghh,“ gumam Gilang mendongakkan kepala dengan mata terpejam. Bibir keduanya pun bertemu. James mengulum dua biji kacang itu dari luar kaos—yang dikenakan oleh Gilang. “Eummhh,“ gumam Gilang mengerutkan alis; menahan rasa geli. Dua biji kacang itu pun terlihat sudah menegang. James tatap wajah Gilang yang sangat memerah itu. Gilang mengulurkan tangan; menyentuh pipi James. Namun, James malah mencium tangan Gilang, lalu mengecup jari-jemarinya satu per satu. Begitu saja sudah membuat perasaan Gilang tidak karuan.

Guruku Ternyata GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang