Guruku Ternyata G 11

3.1K 215 1
                                    

Radi menatap lurus pada Kevin. Tidak ada pilihan lain lagi, Radi tidak ingin hidup dengan rasa bersalah di hatinya. Radi pun perlahan menurunkan lututnya hingga benar-benar menyentuh lantai.

Kevin pun tersenyum penuh kemenangan hingga akhirnya ia mengeluarkan hpnya dari saku celana dan memotret Radi. ”1:1,” ujar Kevin tersenyum sinis.

”Bangun,” seru seseorang yang tidak lain ialah Rama. Mata elangnya menatap tajam Kevin yang dengan teganya menyuruh Radi berlutut untuk meminta maaf, padahal Radi sudah meminta maaf dengam tulus sebelumnya.

Kedua mata elang itu saling beradu tatap seolah ada aliran listrik bertegangan tinggi mengalir dengan cahaya api biru yang menyilaukan. Rama pun membantu Radi untuk bangkit.

”Lo nggak harus berlutut di kaki anak begundal kek dia Rad,” ujar Rama seketika membuat hati Kevin panas tatkala Rama mengatainua begundal.

Radi pun bangkit. Kevin tersenyum miring. Rupanya ada pahlawan kesiangan yang datang untuk menyelamatkan sanderanya.

”Apa pak Nugraha sama bu Olivia nggak ngajarin kamu sopan santun, hmm?” ujar Rama membuat Kevin kesal karena Rama membawa-bawa nama kedua orang tuanya.

”Jangan bawa-bawa orang tua gue,” ujar Kevin geram sambil menggertakkan giginya.

”Makanya jadi anak baik,” ujar Rama memperingatkan.

Kevin pun memutuskan untuk pergi meninggalkan dua orang yang cukup membuatnya emosi. Ia kesal karena hari ini ia kalah telak dari lawannya sendiri. Ia pun mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih.
*
Rama senyam-senyum sendiri di kursi kerjanya ketika ia saling bertukar pesan whatssup dengan Cindy sang kekasih, sampai-sampai rekan kerjanya Tristan menegur dirinya.

”Keknya RSJ bakalan nambah satu pasien lagi nih?” cetus Tristan bercanda. Rama pun menendang kaki kursi yang diduduki oleh Tristan hingga membuatnya mundur ke belakang.

”Brengsek lo! Kalo gue kejungkel ke belakang trus cedera trus hilang ingatan gimana?!” ujar Tristan melebih-lebihkan. Rama hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah lebay Tristan, kemudian kembali fokus dengan hpnya.

”Wah sekarang tuh kacang mahak banget ya?” seru Tristan sebal karena merasa tidak dihiraukan oleh Rama.

”Makanya cari pacar,” ujar Rama sarkasme. ”Jangan temenan ama gue mulu napa?”

Tristan mencebikkan bibirnya kesal. Ketika ia hendak mengeluarkan semua uneg-unegnya, Rama buru-buru bangkit kemudian meraih mantelnya. ”Mo kemana lo?” tanya Tristan ketus sekaligus kepo.

”Kepo,” ujar Rama bercanda kemudian pergi meninggalkan Tristan sendirian. Tristan pun mencoba melemparkan sesuatu kepada Rama. Namun, Rama dapat dengan gesit menghindari lemparan Tristan.

Rama memasuki sebuah kafe dan mendapati sang kekasih telah duduk disana kemudian melambaikan tangan padanya. Rama tidak pernah berhenti menyunggingkan senyumnya tatkala melihat sang kekasih yang hari ini terlihat segar dan lebih cantik dengan outfit celana jeans dan atasan berwarna merah muda.

Keduanya pun saling cupika cupiki kemudian duduk di kursi masing-masing. ”Tumben ngajakin makan siang sayang?” tanya Rama penasaran karena jarang sekali Cindy bisa meluangkan waktunya untuk makan siang bersamanya.

”Kok gitu sih nanyanya? Yang happy dong,” ujar Cindy berlagak cemberut.

Rama pun terkekeh, ”Iya iya sayang,” ujar Rama mengiyakan.

Disela-sela aktivitas makan siang keduanya, Rama pun bertanya, ”Sayang gimana kalo besok kita makan malem sama mama aku?”

Seketika Cindy pun menghentikan aktivitas makannya, kemudian memandangi Rama lamat-lamat. Satu hal yang Cindy hindari ialah pertemuan dengan orang tua Rama, karena jujur saja ia masih belum siap jika hubungannya berlanjut ke jenjang yang lebih serius.

Cindy yang masih ingin fokus dengan karirnya itu pun berusaha sebisa mungkin untuk bisa menolak ajakan Rama yang ingin mempertemukannya dengan orang tuanya.

”Kenapa?” tanya Rama ketika melihat Cindy yang terdiam membeku atas pertanyaannya sebelumnya. ”Masih beluk siap juga?” tebak Rama tepat sasaran.

Ia pun meletakkan sendok dan garpunya di meja, kemudian meraih sapu tangan yang ada di sampingnya guna menyapuh mulutnya yang mungkin saja terdapat remah-remah sisa makanan.

Rama memandangi Cindy dengan tatapan heran dan penuh tanya. Bagaimana bisa bahkan sampai saat ini pun Cindy masih belum siap untuk menemui orang tuanya? Bahkan, Rama mempertanyakan keseriusan Cindy dalam mejalin hubungan bersamanya.

”Sayang, kamu tau, kan? Umur aku udah berapa?” tanya Rama dengan tatapan yang tidak suka atas sikap Cindy yang tergolong menghindari pertemuan antar orang tua.

Cindy tentu paham kemana arah pembicaraan yang Rama maksud. Lidah Cindy kelu, tidak tau harus berkata apa. ”Ok,” ujar Cindy menyetujui ajakan Rama. ”Besok kita makan malem bareng, hm?” ujar Cindy lagi kemudian tersenyum manis berusaha menutupi keengganannya.

Ia tidak ingin jika dirinya lagi-lagi harus bertengkar dengan Rama. Ia takut kalau Rama meninggalkan dirinya seperti dulu, yang dimana hubungan keduanya dulu sempat putus lantaran kesalahannya sendiri yang tida sependapat dengan Rama padahal itu adalah utuk kebaikan hubungan keduanya sendiri.

Guruku Ternyata GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang