Guruku Ternyata G 41

1.2K 111 0
                                    

Halim mengendarai mobil dari Jakarta Pusat ke Kebon Jeruk untuk menjemput sang pujaan hati, Setiaji. Halim harus mengendarai selama kurang lebih 18 menit. Sedari tadi Setiaji terus saja menelepon Halim. “Halo?“ seru Halim di telepon. “Lu dimana? Cepetan! Gue udah lumutan!“ ucap Setiaji dari seberang sana. Halim terkekeh. Setiaji ini kadang-kadang juga suka sekali berbicara berlebih-lebihan. “Gue masih di—“ ucap Halim terhenti saat sambungan telepon terputus secara sepihak. Siapa lagi kalau bukan Setiaji yang memutuskan sambungan telepon terlebih dahulu.

“Satu dua tiga,“ gumam Halim saat ia menghitung satu sampai tiga dengan keyakinan Setiaji akan menelepon Halim lagi. Tring tring tring. Haha, benar saja, itu telepon dari Setiaji. Halim pun cuma bisa geleng-geleng kepala melihat Setiaji seposesif itu kepada dirinya. “Kenapa lagi sayang ku????“ seru Halim mengulum senyum. “Masih di jalan bentar lagi. Nih nih nih gue udah di depan.“ ucap Halim lalu mematikan sambungan telepon.

Setiaji pun langsung masuk ke dalam mobil. Dari ekspresi Setiaji sekarang, Halim tau, Setiaji pasti sedang merajuk. “Lu mah telat mulu jemput gue,“ seru Setiaji dengan kedua alis saling bertautan sambil memasang seatbelt. “Lu bilang kan jemput jam 9 pagi? Ya udah gue dateng jam 9 pagi. Lu liat jam di hp coba. Mana ada gue telat.“ ucap Halim membela diri. “Iya tau. Tapi, lu peka dikit dong? Gue bilang jam 9 seenggaknya lu dateng 15 menit lebih awal lah Lim. Liat? Malah gue kan yang nungguin lu? Dari dulu juga gue kasih tau nggak ngerti-ngerti lu ah,“ ucap Setiaji protes.

“Iya iya maaf,“ ucap Halim meminta maaf. Demi apapun Halim harus mengalah dari Setiaji. Huh, sabar Halim sabar, batin Halim. Saat ini Halim dan Setiaji mengendarai mobil menuju Yayasan Sahabat Anak. Disana merupakan tempat bagi anak-anak jalanan di Jakarta menimba ilmu dan membantu mereka untuk keluar dari garis kemiskinan struktural yang menjerat kehidupan mereka di Jakarta. Dengan menerima bimbingan belajar dari banyak relawan, termasuk Halim dan Setiaji, semoga dapat memudahkan mereka mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Lembaga Sosial Sahabat Anak ini memiliki lokasi bimbel gratis di tujuh lokasi berbeda. Kalau Halim dan Setiaji menjadi sukarelawan di daerah Pegangsaan Menteng.

Tiba disana Halim dan Setiaji langsung disambut dengan hangat oleh anak-anak jalanan di Yayasan ini. Anak-anak itu mencium tangan Halim dan Setiaji bergantian. “PR udah dikerjain belum nih??“ seru Halim kepada anak-anak. “Udaaah/Beluumm,“ sahut anak-anak dengan jawaban berbeda. “Trus hari ini mau belajar apa?“ tanya Halim lagi. “BAHASA INGGRIS!!!“ sahut anak-anak serempak. Haha, Halim pun tertawa lepas. “Eehhh tapi matematika jangan lupa belajar juga, ya? Kalo bahasa inggris nanti belajarnya sama Kak Aji, kalo matematika baru sama Kak Lim. Kangen sama Kak Aji sama Kak Lim nggak???“ seru Halim sekaligus bertanya. “KANGEEENNN!!!“ sahut anak-anak serempak. Mereka terlihat sangat antusias.

Semua orang mungkin berpikir saat dia sejoli menjalin hubungan asmara, maka harus menghabiskan waktu berdua di akhir pekan dengan jalan-jalan—atau makan malam romantis di restoran mahal. Halim dan Setiaji bukannya tidak pernah sama sekali. Tapi, bisa dihitung dengan jari, lantaran mereka selalu menghabiskan waktu berdua menjadi sukarelawan di beberapa lembaga sosial di Jakarta. Menurut Halim inilah keromantisan yang tidak bisa diukur dengan apapun. Seperti saat ini baik Halim ataupun Setiaji tidak henti-hentinya tersenyum bahagia saat mereka dengan senang hati memberikan bimbel kepada anak-anak disini. Lihatlah betapa anak-anak disini sangat antusias dan bersemangat.

Kurang lebih lima jam Halim dan Setiaji menghabiskan waktu di Yayasan ini. Kini saatnya keduanya berpamitan pulang. “Mau makan dulu nggak?“ tanya Halim. “Terserah. Tapi, dibungkus aja,“ sahut Setiaji sambil main gadget. Setiaji itu tidak mau dan jarang makan di luar bukan karna masalah tingkat kebersihan atau apapun. Menurut Setiaji makan di luar itu tidak bisa leluasa. Jadi, dia lebih memilih membungkus makanan tersebut, lalu dimakan di apartemen.

Guruku Ternyata GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang