Guruku Ternyata G 29

1.8K 148 1
                                    

Chris menatap keluar jendela. Ia berdiri di balik jendela kantor yang tidak terlalu lebar sambil menikmati secangkir teh hangat. Saat ini hujan deras mengguyur ibukota jakarta. Namun, perasaan Chris mendadak tidak enak. Kedua matanya menyipit saat melihat Daffin berlari keluar kampus. Dia terlihat terburu-buru.

Dari atas gedung, tepatnya dari jendela kantor Chris berada sekarang, ia melihat Daffin dijemput oleh seseorang. “Siapa?“ batin Chris. Daripada semakin penasaran lebih baik Chris mengirim sms pada Daffin. “Tadi mas liat kamu dijemput. Dijemput sama siapa?“ begitulah isi sms yang Chris kirim.

Chris pandangi ponselnya, tidak ada notifikasi pesan sms diterima, itu artinya ponsel Daffin dalam keadaan mati. Dada Chris bergejolak. Ia pun mencoba menelepon Daffin beberapa kali, namun nihil, ponsel Daffin dalam keadaan mati.

“Semoga dia baik-baik aja,“ batin Chris. Mungkin ini hanya perasaan Chris saja. Ah, sudahlah, lebih baik Chris menyibukkan diri dengan hal lain.

Dimas menjemput Daffin di kampus setelah Daffin dikabari, bahwa pihak MXD Ent, kantor yang menaungi dirinya meminta Daffin untuk segera bertemu. “Tumben mo ketemu ama gue? Kenapa emang?“ tanya Daffin saat mereka masih dalam perjalanan. “Tar dah lu tau sendiri,“ sahut Dimas. Entah mengapa raut muka Dimas terlihat muram.

Perasaan Daffin juga mendadak gusar tanpa sebab. Tiba di kantor Daffin langsung ke ruangan CEO MXD Ent, Hardinata. “Gimana kabar kamu Daff?“ tanya Hardinata. “Biasa aja, pak.“ sahut Daffin singkat. “Minum dulu,“ ucap Hardinata. Sebagai pembuka tentu meminum seteguk air itu adalah hal wajib sebelum membicarakan sebuah masalah. Benar, kan?

“Udah punya pacar Daff? Saya liat kamu akhir-akhir ini ceria banget?“ ucap Hardinata. Daffin diam. Ia menatap Hardinata sebentar lalu kembali menunduk. Perkataan Putra kemarin kembali terngiang. Jangan malu untuk mengakui hubungan sendiri. “Iya Pak, ada,“ sahut Daffin.

Hardinata tersenyum simpul. Ia pun memberikan beberapa lembar foto. Dada Daffin mencelos melihat foto-foto ini. Darimana Hardinata mendapatkan foto-foto ini?, batin Daffin. Lalu, apa maksud Hardinata menunjukkannya pada Daffin?

Daffin menelan ludah susah payah. “Saya nggak larang kamu pacaran sama siapa aja. Cewek ato cowok. Tapi, Daffin, kalo kamu mau makin naikin karir kamu.. Saya saranin jangan terjun ke lembah yang bisa ngancurin karir kamu sendiri. Kamu masih muda Daffin. Perjalanan kamu masih panjang.“

“Gini.. Kamu sebenernya dapet project film. Ini emang bukan film besar. Tapi, bisa bantu karir kamu makin naik. Cuman.. Demi nama baik kantor kita dan terutama film yang bakalan kamu peranin nanti sampai film itu rilis, saya mohon kerja samanya Daffin. Kamu ngerti maksud saya, kan?“

Daffin diam. Ia serasa dihantam oleh dua bom atom sekaligus. Hah, Daffin bingung, mau memilih jalan apa? Usia Daffin masih sangat muda, yaitu 18 tahun. “Kamu nggak harus mutusin sekarang. Saya kasih kamu waktu dua hari.“ ucap Hardinata.

Daffin berdiri di luar pintu ruangan Hardinata. Kepala Daffin mendadak pusing. Ia memejamkan mata sejenak. “Chris..“ gumam Daffin. Pulang ke rumah Daffin duduk di ruangan tengah. Biasanya Daffin langsung ke kamar. Kali ini tidak. Ia ingin menunggu Chris pulang.

Daffin menyenderkan tubuhnya di sofa sambil memijit pelipisnya yang mulai berdenyut. Ia berada di dua persimpangan jalan. Kalau seandainya Daffin memilih egois untuk memilih tetap melanjutkan hubungan ini, tentu Daffin akan kehilangan kesempatan besar untuk perjalanan karirnya sendiri. Sedangkan kalau ia memilih karir, itu berarti Daffin harus siap berpisah dengan Chris.

“Lagi nunggu Chris, ya?“ tanya Olivia duduk di samping Daffin sembari meraih remote TV di meja untuk menyalakan TV. “Hm,“ sahut Daffin telihat lesu dan tidak bersemangat. “Kok mukanya ditekuk gitu sih?“ tanya Olivia. Daffin pasti sedang tidak baik-baik saja, batin Olivia.

Guruku Ternyata GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang