Guruku Ternyata G 72

701 66 14
                                    

Sampul buat Guruku Ternyata G season 2

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sampul buat Guruku Ternyata G season 2. Season 2 ini cerita lanjutan dari season 1—yang di mana cuma loncat di beberapa bulan aja, bukan langsung bertahun-tahun. Biar judul sama alur serasi tentang dunia perkuliahan.

----- ⭐ ----- 🌟 ----- ⭐ -----

NOTE: CERITA INI CUMAN IMAJINASI PENULIS. JADI, KALAU ADA YANG TIDAK SESUAI DENGAN PEMIKIRAN KALIAN JANGAN KOMEN ANEH-ANEH.

----- ⭐ ----- 🌟 ----- ⭐ -----

Permulaan dari asa dalam membangun bidug rumah tangga harmonis dan sejahtera dimulai sore hari ini. Saling mengisi—juga memahami. Ini adalah poin utama. Dulu mencaci. Sekarang mencoba mencinta. Sulit memang, tetapi sungguh. Sungguh. Perasaan itu mulai tumbuh, meski masih bagai butiran padi. Tangan sang suami menggenggam erat dan hangat tangan sang istri, Daru. Daru, alih-alih bersembunyi di balik masker hitam; ia malah membiarkan tampang ia ter-ekspos begitu saja oleh media. Buat apa berlindung di balik tameng baja demi sebuah nama—atau popularitas belaka? Sungguh hina diri ia jikalau memang benar begitu.

Saat berada di mall saja; Daru langsung diserbu, tetapi berusaha abai, sebab Djaka lah pelindung ia di sini. Pelindung dari beribu-ribu badai. Daru juga terlihat lebih segar dibanding hari biasa, meski puluhan lensa kamera tengah membidik ia. “Suka banget sama motif hazel?“ tanya Djaka. Sebab sang istri begitu antusias melihat-lihat berbagai macam merk softlens dengan motif hazel. “Banget, bang. Soalnya bisa masuk ke semua warna rambut sama baju gitu. Paling rese kalo musti mix and match dulu,“ sahut Daru.

Daru juga mulai ber-cerita soal ia—yang selalu memadu-padankan baju dan celana menjadi satu terlebih dahulu agar bisa langsung ia pakai tanpa harus memikirkan mix and match lagi. Djaka tertegun. Djaka mendengar semua cerita itu dengan seksama sambil sesekali menatap tepat pada dua mata ia. Sungguh, ini pertama kali bagi ia mendengar Daru berbicara panjang lebar begitu. Betapa bahagia hati Djaka pada hal-hal sederhana dan sepele seperti ini? Sebuah pintu menuju singgasana hati itu perlahan terbuka sedikit demi sedikit.

“Hm, keknya abang pengen beli softlens juga, deh,“

“Buat apaan?“

“Ya, buat dipake. Trus, diapain lagi?“

“Lagian mata abang juga udah bagus, kok. Hazel juga,“

“Dukung abangmu ini biar makin kece, dong, Da?“

Daru acuh diiringi lengkungan bibir nan samar. Huft, andai saja Djaka mengetahui jikalau bibir itu melengkung samar, tetapi masih lah terlihat sangat indah. Pasti lah hati Djaka lebih ber-bunga-bunga lagi. Daru dan Djaka terlihat kompak memilih-milih beragam softlens. Djaka terperangah tatkala Daru membeli softlens se-banyak sepuluh pasang sekaligus. “Sepuluh pasang, lho, sayang? Diapain coba?“ ucap Djaka melongo. Daru mengulum senyum. “Ya, buat dipake. Trus, diapain lagi?“ sahut Daru malah mengulang ucapan Djaka beberapa saat yang lalu.

Guruku Ternyata GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang