Guruku Ternyata G 55

834 74 6
                                    

Tristan menghadang Chris di depan pintu masuk kampus. Chris baru saja turun dari mobil. Sorot mata Tristan begitu tajam dan penuh amarah. Bugh. Tristan pun langsung meninju Chris; tepat saat Chris mulai mendekat ke sini. Semua orang berteriak dan menutup mulut mereka tidak percaya. Bagaimana seorang dosen seperti Tristan meninju sesama dosen juga? Terlebih itu adalah Chris? Chris pun menoleh sembari menyentuh sudut bibirnya. “Tristan?“ gumam Chris bingun dan heran. Tristan pun mencengkeram kerah kemeja Chris, lalu kembali meninjunya. Tristan benar-benar seperti orang yang sudah kesetanan.

“Cuih!“ Tristan pun meludah. “Lu nggak pantes disebut dosen, Chris. Heh, gue pikir lu udah berubah, ternyata lu masih sama kek dulu, suka nyakitin orang lain,“ ucap Tristan dingin. Chris masih belum mengerti ke mana arah pembicaraan si Tristan ini. Kedua mata Tristan bahkan sampai melotot-lotot. Dia sangat marah. “Maksud lu apaan, hah? Lu dateng-dateng mukul gue,“ ucap Chris. “Kalo lu nggak bisa bahagian Daffin, mending lu lepasin dia. Pantesan nggak ada yang mau sama lu. Lu nggak pernah buang tempramen lu yang suka mukul dan nyiksa orang yang lu sayang. Untung Cindy nggak nikah sama lu. Gue nggak bisa bayangin gimana menderitanya dia nanti, bangsat,“ ucap Tristan.

Bugh. Tristan kembali meninju Chris; hingga seorang satpam pun mencoba menengahi perkelahian antara dua orang dosen tersebut. Hal ini bukan dikarenakan dirinya—yang memiliki perasaan khusus kepada Daffin, melainkan karna dirinya paling membenci ada orang lain—yang disebut suami malah menyakiti fisik istrinya sendiri tanpa rasa bersalah sedikit pun. “Tuhan nggak pernah tidur, Chris. Gue yakin Tuhan bakalan bales semua sakit hati Daffin ke lu berkali-kali lipat,“ ucap Tristan mendengus. Chris tersenyum pahit. Dari mana Tristan bisa tau? Setau Chris; Daffin dan Tristan tidak begitu akrab—juga Daffin bukanlah tipikal orang—yang mau menceritakan masalah pribadi ke orang lain.

FLASHBACK ON

Setelah ia mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari Chris. Ia memutuskan untuk keluar rumah jalan-jalan. Bahkan bertekad tidak akan pulang ke apartemen, dan lebih memilih pulang ke rumah kedua orang tuanya saja. Daffin, ia mencoba menghibur diri dengan berkumpul bersama teman-teman seperti: Baron, Daus, Firman, dan Halim. Di Tanamera Caffe di Kebayoran Baru inilah mereka berlima berkumpul sembari berbagi cerita. Entah itu tentang pekerjaan atau dunia perkuliahan. Di sini Halim paling senior alias lebih tua. Tapi, meski begitu dia sama sekali tidak pernah mengandalkan status umur untuk meminta penghormatan dari orang lain.

Tiba-tiba sorot mata Halim mengarah kepada leher dan pergelangan tangan Daffin. Biru?, batin Halim. Chris. Satu nama itu mendadak muncul di benak Halim—pun langsung mengepalkan tangan. Halim berniat ingin memberitahukan hal ini kepada Mayang, ibu Chris. Jangan sampai Chris menyakiti orang lain lebih dari ini. Dan Halim berani bertaruh, bahwa Mayang sama sekali belum mengetahui hal ini. Heh, Halim mendengus dalam hati. “Daff? Tangan lu kenapa?“ cetus Baron. Daffin terlihat sedikit gugup. Pada akhirnya ada orang lain yang menyadari hal itu selain Halim.

“Tadi gue lagi maen sama anak tetangga sebelah apartemen gue. Eh, ditarik-tarik ama dia tangan gue,“ sahut Daffin geleng-geleng kepala. Daffin mencoba tersenyum, meski sorot matanya melukiskan sebuah kesedihan nan teramat besar. “Nah, itu tuh yang bikin gue males maen ama bocil,“ timpal Baron. Daffin pun tersenyum sembari menyesap tangerine latte miliknya. “Job lu sekarang gimana? Udah pulih?“ tanya Daus. Daffin mengedikkan bahu tidak perduli. Dunia keartisan memang seperti itu. Bisa dengan mudahnya naik daun dan meraih kesuksesan. Sebaliknya juga bisa dengan mudah jatuh jauh ke dasar.

“Serius nggak ada job samsek lu?“ ucap Daus sungguh tidak menyangka. “Belum ada~ Tapi, tapi nih, ya? Gue ada dihubungin sama beberapa majalah fashion gitu. Jadi model lah istilahnya. Trus kemaren gue juga ditelpon sama bos gue. Lusa disuruh ke kantor ada yang diobrolin katanya. Gue sih ngarepnya bakalan ada job baru. Kecil-kecilan juga nggak papa,“ sahut Daffin panjang lebar. Semoga Daffin dibanjiri job keartisan dia, daripada ngadepin si muka dua kek Chris itu, batin Halim sembari menyantap Caesar Salad.

Guruku Ternyata GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang