Outfit Tristan hari ini
----- ⭐ ----- ⭐ ----- 🌟 ----- ⭐ ----- ⭐ -----
Suara didihan air di panci menjadi hiburan tersendiri bagi Herman. Bibir ia melengkung tipis. Sup Iga Sapi. Itulah salah satu menu favorit Efan, sang suami. Di luar; Efan sedang membantu para tukang bangunan membuat pagar. Herman? Ia sibuk memasak di dapur. Herman dan Efan memang telah menikah, tetapi hingga saat ini—pun belum jua tidur bersama—apalagi sampai ber-cumbu mesra. Efan juga begitu menghargai Herman sebagai orang baru dalam hidup ia. Efan sama sekali tidak memaksakan hal itu—pun membahas hal-hal ber-bau urusan ranjang juga tidak pernah.
Herman sedang memotong daun bapang dan daun seledri. Tiba-tiba Efan muncul tanpa mengenakan baju alias ber-telanjang dada, dan cuma mengenakan celana pendek saja. Herman pun menoleh. Tubuh sang suami dipenuhi peluh hingga menetes-netes mengaliri tiap jengkal tubuh ia. “Dek? Tolong bikinin es, ya? Kue di kulkas masih ada, nggak? Kalo masih ada kasihin aja buat di depan,“ ucap Efan. Herman pun menganggukkan kepala, lalu memeriksa kulkas sebentar. “Uhm, masih ada,“ ucap Herman mengambil se-kotak kue bila sisa kemarin malam.
Saat ia hendak memutar badan. Tiba-tiba wajah ia ber-hadapan langsung dengan dada Efan hingga membuat ia harus menelan ludah susah payah. Herman deg-degan. Herman dan Efan saling ber-tatap-tatapan satu sama lain hingga dirasa Herman tiada lagi kuat menahan tatapan dari dua netra Efan—pun Herman memalingkan wajah ia, dan mencoba melanjutkan acara memasak ia yang belum selesai, tetapi Efan malah meraih leher ia secara tiba-tiba. “Errr ja-jangan di sini, takutnya tukang di depan pada ngeliat,“ ucap Herman. “Pffft,“ sahut Efan.
“Gemesin banget, sih?“ ucap Efan ber-nada sangat lembut tepat di telinga hingga membuat dua pipi Herman merona. “Ge-gemesin dari mana? Udah tua juga,“ sahut Herman gugup. Herman berusaha menghindari tatapan Efan. Efan benar-benar gemas. Efan ingin sekali terus menggoda sang istri, tetapi ia masih harus membantu para tukang di depan. “Tolong anterin air es sirup-nya ke depan, ya? Aku mau bantuin mas-mas yang di depan dulu,“ ucap Efan mencubit pipi Herman, lalu pergi begitu saja.
Perasaan macam apa ini? Jantung ia ber-debar-debar seolah se-habis maraton saja. Terlebih jikalau sedang ber-dekatan dengan jarak nan sangat dekat seperti tadi. “Huft, aku kenapa, sih?“ batin Herman. Herman pun menata piring di lantai ber-alas rotan. Efan lebih suka makan lesehan. Itulah mengapa; Herman ber-inisiatif membeli alas rotan dibanding alas karpet, karna lebih mudah dibersihkan.
Beberapa saat kemudian; Efan pun muncul setelah selesai membantu para tukang di depan sana. Efan terlihat meringis sembari menggerakkan tangan kiri ia secara ber-ulang-ulang. “Tangan kamu kenapa?“ tanya Herman. “Barusan kena palu,“ sahut Efan. Herman dengan cepat meraih pergelangan tangan Efan, dan melihat ibu jari sang suami terluka. Herman mengerutkan alis karna cemas. “Biarin aja, nggak papa, kok,“ ucap Efan. Herman menghela nafas, lalu menatap sang suami. “Nggak papa gimana? Liat kuku kamu ampe ber-darah kek gini? Kena air juga perih, tau,“ sahut Herman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guruku Ternyata G
Romance[TAMAT] Cuman tulisan sederhana dan jelek. Beberapa nama tokoh juga ketuker, dan lupa. Jadi, jangan komen aneh-aneh. Se-umpama lu nggak suka tinggal skip aja. Ber-cerita tentang kisah cinta antara dosen dan seorang mahasiswa ber-nama Daffin.