Tristan itu adalah seorang pria yang biasa-biasa saja. Kalau kalian berpikir dia berasal dari keluarga pebisnis besar, maka kalian salah besar. Mulai dari apartemen sampai mobil, semua itu tidak lain ialah hasil dari jeri payah sendiri. Tristan tidak cuma mengajar di kampus sebagai dosen. Tapi, juga menjadi guru les privat hampir di semua mata pelajaran. Dengan gelar sarjana S2 yang ia punya, Tristan tentu saja menerima bayaran yang sangat fantastis. Sudah banyak murid-murid SMP dan SMA yang berhasil meraih juara dan masuk di Universitas bergengsi setelah mengikuti les privat bersama Tristan. Kalian tau berapa pendapatan Tristan per jam untuk satu orang murid saja? 12jt! Bisa kalian bayangkan berapa yang bisa Tristan peroleh per bulannya jikalau dirinya mengajar lebih dari 10 murid dengan total pertemuan 3-5 kali pertemuan tiap minggunya.
Tristan pun tiba di perumahan elit di Pondok Indah. Benar, hari ini Tristan akan menjadi tutor puteri seorang pengusaha kaya raya. Hm, dengar-dengar sih ayahnya itu pemilik lebih dari 10 cabang rumah sakit yang tersebar di berbagai kota. Benar atau tidak Tristan juga kurang tau. “Selamat pagi,“ ucap Tristan mengucapkan salam. “Masuk Tris,“ ucap Bu Indri, ibu dari Lia, murid kelas 1 SMA yang akan Tristan ajari nanti. Tiba di rumah ini, Tristan tidak lantas langsung mengajar, ia dijamu dulu dengan minuman dan beberapa cemilan lain seperti kue bolu. “Lia, tadi kakak kamu nelepon mau pulang katanya. Telepon lagi dong, kok belum nyampe juga?“ seru Indri dari ruang tamu. “Diminum Tris,“ ucap Indri. “Iya, bu. Terima kasih,“ ucap Tristan menyesap teh buatan Bu Indri.
“Eh, sekalian bilangin beliin Kerak Telor gitu,“ seru Indri lagi. “Iya bunda~“ sahut Lia dari dalam kamar. Indri dan Tristan pun saling bercakap-cakap seputar perkembangan belajar Lia di sekolah—serta kebiasaan sang puteri yang terlalu sering jalan-jalan keluar bersama teman-teman satu sekolah. Sehingga membuat Lia jarang belajar di rumah. “Diancem dulu, Tris. Baru nurut dia,“ ucap Indri geleng-geleng kepala. Tristan pun menanggapinya dengan senyuman tipis saja. “Maklum bu, masih remaja mah emang suka jalan-jalan keluar, yang penting bisa jaga diri aja,“ ucap Tristan berkomentar. “Bener Tris, cuma yah kadang ibu tuh capek ngasih taunya gitu loh,“ Indri mengeluh.
“Assalamu'alaikum,“ seru seseorang. “Wa'alaikumussalam,“ sahut Indri. Tristan melongo melihat siapa gerangan sosok yang katanya kakak Lia itu. “Pa-pak CEO?“ seru Tristan tidak percaya. Hardinata menatap Tristan malas. “Kalian berdua udah kenal nih? Kok kamu nggak cerita sih, Tris?“ ucap Indri. “Errr.. Itu.. Saya juga nggak tau bu kalo Pak Hardinata itu kakak Lia,“ sahut Tristan. Entah mengapa Indri mampu merasakan aura-aura permusuhan antara Hardinata dan Tristan. Hm, pernah berantem apa gimana sih?, batin Indri.
“Nih, kerak telor pesenan bunda tercinta,“ ucap Hardinata. “Bunda mikir kamu udah nggak inget rumah lagi loh, Har? Disuruh pulang aja susahnya minta ampun. Padahal deket banget,“ protes Indri. Hardinata pun duduk di sofa. “Kan bunda tau sendiri kalo aku sibuk di kantor?“ ucap Hardinata membela diri. “Sibuk dari hongkong! Pret! Sok sibuk banget kamu, Har,“ ucap Indri ke dapur menaruk kerak telor yang dibelikan oleh Hardinata tadi di lemari.
Tristan pun mulai mengajari Lia di ruangan khusus untuk belajar. Setiap kali Tristan mengajar, ia seringkali harus mengenakan kacamata, karna memang Tristan memiliki masalah pada penglihatan, yaitu minus. Hari ini Tristan mengajar dua mata pelajaran sekaligus, yaitu fisika dan kimia, yang dimana masing-masing dipelajari selama tiga puluh menit. Dari luar Hardinata memperhatikan bagaimana cara Tristan mengajari Lia. Tristan terlihat sangat berbeda saat sedang mengajar. Dia terlihat serius namun tetap santai. “Good job, Lia!“ seru Tristan memuji sampai mengacungkan dua jempol. “Durasinya lebih dipercepat lagi, Lia. Soalnya kamu ngelebihin target yang seharusnya. Itu aja sih yang perlu kamu latih sekarang,“ ucap Tristan menasihati.
“Liatin apa sih?“ tanya Indri duduk di sebelah Hardinata. Indri mencoba mengikuti ke arah mana sorot mata itu memandang. Tristan?, batin Indri. “Kamu liatin Tristan ampe segitunya, Har?“ ucap Indri menohok. “Uhuk,“ Hardinata terbatuk-batuk. “Bukan Tristan, bunda~ Tapi, aku lagi liatin Lia belajar doang,“ sahut Hardinata berbohong. “Itu tuh gara-gara kamu bandel trus adek kamu jadi ikut-ikutan bandel deh,“ ucap Indri menyalahkan Hardinata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guruku Ternyata G
Romance[TAMAT] Cuman tulisan sederhana dan jelek. Beberapa nama tokoh juga ketuker, dan lupa. Jadi, jangan komen aneh-aneh. Se-umpama lu nggak suka tinggal skip aja. Ber-cerita tentang kisah cinta antara dosen dan seorang mahasiswa ber-nama Daffin.