Di waktu istirahat, tepatnya di kantin, Kevin menghabiskan beberapa gelas kopi seolah kopi-kopi tersebut adalah minuman beralkohol yang memabukkan. Ia diam bukan karena ia adalah orang yang pendiam. Hanya saja dengan diamnya lah ia mengekspresikan seberapa besar kekesalannya saat ini.
”Kev? Lo nggak papa?” tanya Malik khawatir ketika melihat Kevin yang sedari tadi hanya diam saja tanpa berbicara sepatah kata pun, bahkan kini Kevin telah menghabiskan lima gelas kopi.
”Nurut lo?” ujar Kevin dengan malasnya malah menanyai balik Malik.
Malik pun menghela nafas. ”Lo tau nggak entu dosen tadi siapa?” tanya Malik. Kevin pun hanya mengedikkan bahunya sambil mengaduk-aduk kopi ke enamnya.
”Dia itu dosen Kev doseeeen,” ujar Malik berusaha meyakinkan teman barunya itu.
”Iya, gue tau dia itu dosen, trus kenapa?” sahutnya malas.
”Lo kan kuliah disini sama lah ama gue trus maba pula kek gue..gimana kalo tuh dosen malah ngasih lo nilai minus gara-gara lo pelatat pelotot trus nendang Radi Radi ato apalah,”
”Kalo itu bisa ngebuktiin kebenaran kenapa nggak?” sahut Kevin seraya menaik turunkan alisnya. ”Bikin orang nyesel ampe berlutut itu yang nggak bakalan pernah gue sesalin meskipun dia ngasih gue nilai minus sekalipun.”
Malik pun hanya bisa geleng-geleng kepala melihat Kevin yang begitu santai dan tenang menghadapi senior-senior yang galak serta seorang pak dosen yang katanya paling disegani di kampus ini.
Tiba-tiba wanita bernama Melisa duduk di meja yang juga diduduki oleh Kevin dan Malik. Malik melongo ketika Melisa yang notabene seorang senior mau duduk bersama juniornya. Bukan, bukan itu, tapi kecantikan Melisa yang haqiqilah yang membuat malik hampir tidak mengedipkan matanya.
Rupanya Kevin tidak menyadari kehadiran Melisa, karena ia tengah asyik bermain dengan hpnya. Melisa yang melihat akan hal itu pun tersenyum tipis. ”Hai Kev,” sapa Melisa seketika membuat Kevin tersentak kaget.
”Gue bukan hantu kali haha,” ujar Melisa seraya tertawa dengan jenaka. Oh, betapa beruntungnya Kevin saat ini, yang dimana ia bisa duduk berdekatan satu meja dengan Melisa. Kevin pun tertawa garing seraya meminta maaf.
”Nggak perlu minta maaf segala wkwk,” ujar Melisa menahan tawanya melihat ekspresi Kevin yang lucu nan menggemaskan.
”A-ada apa ya kak?” tanya Kevin sedikit terbata karena gugup. Oh shit! Jarak keduanya yang begitu dekat membuat penampakkan dua gunung kembar semakin jelas di mata Kevin. 'Bisa-bisa mimisan nih gue,' ucapnya dalam hati.
”Maafin kami ya Kev? Kami nggak ada maksud apa-apa kok, kami cuman pengen ngejalanin ospek ini dengan semestinya doang itu aja,” ujar Melisa menjelaskan sekaligus meminta maaf.
Kevin tersenyum tipis, untuk wanita secantik Melisa siapa yang mau membenci atau bahkan berbuat kasar? Sudah pasti Kevin akan memperlakukan Melisa dengan baik layaknya seorang putri. ”Santai aja,” ujar Kevin kemudian meskipun sebenarnya ia tidak bisa menganggap perihal rambutnya yang dicukur adalah hal bisa dimaafkan.
”Um,” gumam Melisa seolah ingin mengatakan sesuatu. Di hadapannya ada Malik yang senyum-senyum tidak jelas karena melihat penampakkan dua pangeran dan putri yang nampak malu-malu kucing.
Kevin mengangkat kedua alisnya. Ia melihat Melisa yang terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu. Ia pun menatap lurus mata Melisa dan benar-benar memperhatikannya, menunggu apa yang ingin Melisa katakan.
Astaga! Tatapan Kevin saat ini entah mengapa membuat jantung Melisa berdegup dengan kencang hingga membuatnya menjadi salah tingkah. Ia merasa bisa melihat kilauan kasih sayang disana. Atau mungkin Kevin adalah sosok penyayang? Pikir Melisa.
”Mel!” seru seseorang yang tidak lain adalah salah satu senior pembimbing. Niatan Melisa yang ingin menanyai nomor whatssup Kevin pun urung ia lakukan. ”Gue permisi dulu ya Kev? Hmm..?” ujar Melisa berpamitan pun seraya mengedarkan pandangannya ke arah Malik seolah ingin mengetahui namanya.
”Malik,” sahut Malik seolah paham dengan apa yang Melisa maksud.
“Oh iya Malik hehe ya udah kalo gitu gue cabut dulu ya,” ujar Melisa kemudian beranjak pergi.
Ketika Melisa sudah benar-benar menjauh. Malik pun buru-buru menepuk-nepuk pundak Kevin. “Apaan?” tanya Kevin ketika melihat tingkah Malik yang absurd. ”Lo liat Melisa, kan?” ujar Malik memastikan.
”Ya iyalah liat gimana sih lo? Orangnya aja barusan ada di sebelah,” ujar Kevin malas menanggapi tingkah absurd Malik.
”Bukan, bukan itu Kevin begoooooo,” ujar Malik sedikit sebal melihat ketidakpekaan Kevin.
”Trus?”
”Keknya Melisa suka deh ama lo,”
Kevin pun diam dan nampak tengah berpikir akan sesuatu. Ia memikirkan apa yang dikatakan oleh Malik barusan, hanya saja ia tidak mengerti dari sisi mananya Melisa menyukai dirinya? Mengatakan suka padanya saja tidak?
”Sotoy lo,” ujar Kevin yang menganggap kalau Malik hanya sok tau.
Malik pun memutar bola matanya malas, ”Serius, gue bisa baca gerak gerik dia tau.”
”Ya syukur deh kalo dia beneran suka ama gue, jadi gue gak perlu capek-capek buat ngejer dia.”
Malik pun menoyor kepala Kevin yang tingkat kebodohannya itu terlihat sudah masuk ke dalam level akut. Bagaimana bisa Kevin secara tidak langsung mengatakan kalau seorang wanita sudah menyukainya maka tidak perlu berusaha terlalu keras lagi?
”Bego emang lo,” ujar Malik mengatai Kevin, yang dikatai pun hanya mengedikkan bahu. ”Cewek juga butuh diperjuangin kali,” ujar Malik lagi seraya menghisap pop ice nya.
Kevin bukanlah tipe orang yang suka ambil pusing untuk urusan wanita. Kalau suka sama suka terus jadian ya sudah mau apa lagi? Berjuang? Ah, toh akhirnya jadian juga kenapa harus berjuang? Pikirnya.
*
Kevin mencari tempat yang agak sepi yang ada di kampus itu untuk sekedar menenangkan diri dan menelepon seseorang yang tidak lain adalah managernya. Ia pun kini berada di lantai dua kampus yang langsung berhadapan dengan pemandangan indah kota Jakarta. Ia pun menumpukan kedua tangannya sambil memandang ke depan. Ia pun mengeluarkan hpnya dari saku celananya kemudian menekan nomor hp managernya sendiri.”Gimana?” tanya Kevin.
”Q magazine terpaksa batalin kontrak buat pemotretan besok,” ujar sang manager.
”Apa nggak bisa gue tetep lanjut dengan style rambut yang kek gini? Mungkin konsepnya bisa lebih laki banget ato gimana gitu?” ujar Kevin berharap supaya managernya mau membicarakan hal ini lagi dengan pihak Q magazine.
Sang manager yanga ada di seberang sana pun menghela nafas berat. ”Lo tau, kan? Mereka itu tipe yang standarnya tinggi banget?”
”Masa gara-gara rambut gue yang kek gini doang malah dibatalin sih?”
”Lo kan tau sendiri Q magazine itu segede apa? Seterkenal apa? Banyak yang jadi artis kalo udah jadi model majalah mereka mah,”
”Trus yang gantiin gue siapa?”
“Dian,“
Kevin pun mematikan teleponnya sepihak. Shit! Mendengar nama rival yang begitu sangat ia benci mengambil posisinya di Q magazine pun cukup membuatnya berang.
Kevin pun memukulkan tangannya ke tembok beton yang menjadi tumpuan tangannya hingga membuat tangannya terluka. Ia pun mengacak rambutnya dengan gusar. ”BRENGSEK!” teriaknya.
Tanpa ia sadari seseorang tengah memperhatikannya di balik salah satu tembok. Orang tersebut menguping pembicaraan Kevin dengan seseorang di telepon. Secercah perasaan bersalah pun muncul di hati orang tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guruku Ternyata G
Roman d'amour[TAMAT] Cuman tulisan sederhana dan jelek. Beberapa nama tokoh juga ketuker, dan lupa. Jadi, jangan komen aneh-aneh. Se-umpama lu nggak suka tinggal skip aja. Ber-cerita tentang kisah cinta antara dosen dan seorang mahasiswa ber-nama Daffin.