29 | Bunda ?
"Bang, kok gue deg-degan ya?" bisik Dewa gelisah. Dia sedikit mencondongkan tubuhnya kearah Nathan -- suami Dea yang kebetulan duduk disebelahnya.
Disini lah Dewa beserta keluarga nya berada. Di restoran yang menjadi tempat pertemuan dengan kolega bisnis Papa nya. Terpaksa, karena Dewa tak mau semua koleksi mobil sport nya dijual.
Nathan melirik adik ipar nya itu geli. "Ya bagus, berarti lo masih hidup."
Bukan, bukan jawaban itu yang Dewa inginkan. Perasaan nya gelisah, entah karena apa. "Ayah, uncle kenapa?" tanya Dean berbisik. Dia melirik Dewa yang tak bisa diam dalam duduk nya.
Atensi Nathan beralih pada Dean yang berada dipangkuan nya. "Uncle kebelet pipis."
Dean mengangguk polos, lalu kembali menunduk. Menatap ponsel Nathan yang masih menampilkan game subway surf.
"Kenapa sih, Wa?" tanya Dea. Heran ngeliat adiknya yang kayak cacing kepanasan.
"Temen Papa masih lama kan, Kak?" Dewa malah balik bertanya.
Dea mengangguk sebagai jawaban, "Mungkin iya, tadi sih katanya masih di jalan."
Dewa menghela napas, sedetik kemudian dia bangkit, pamit undur diri untuk ke toilet. "Dewa ke toilet dulu,"
"Uncle! Dean ikut!" Bocah kecil itu turun dari pangkuan ayah nya, lalu berlari kecil menghampiri Dewa.
"Dean mau pipis? Biar sama Ayah aja ya?" tawar Dea. Sepertinya Dewa lagi butuh waktu sendiri.
Dean menggeleng dalam gendongan Dewa. "Ndak! Dean mau sama uncle!"
"Jangan coba-coba kabur kamu, Wa!" peringat Dhani
Dewa mendengus keras, tanpa menjawab dia lalu pergi dengan Dean yang berada dalam gendongan nya.
🍒
Saskia keluar dari supermarket dengan dua kantung plastik ditangan nya. Dia menoleh ke kanan kiri, jalanan malam ini lumayan ramai. Lalu dia berjalan menjauh dari supermarket, sengaja tak membawa mobil karena jarak supermarket dengan rumah nya lumayan dekat.
Gadis itu menyedot susu strawberry nya sambil bersenandung kecil. Dia berjalan dipinggiran trotoar, menatap ramai nya lalu lalang kendaraan roda empat maupun dua.
Matanya menyipit, menatap wanita paruh baya yang tampak kesusahan membawa belanjaan nya beberapa meter dari tempat Saskia berdiri.
Gadis itu berlari kecil, menghampiri si-ibu yang sedang berjongkok. "Biar saya bantu ya, Tante."
Saskia ikutan berjongkok dan mengambil barang-barang ibu itu yang berjatuhan. Memasukan nya kembali ke kantung belanjaan, Saskia lalu berdiri dan menyodorkan nya pada sang pemilik.
"Kamu baik sekali, terimakasih ya.."
Saskia mendongak, matanya terpaku sejenak menatap wajah wanita itu.
"B-bunda?"
Tubuh wanita paruh baya itu mematung. Mata nya menatap setiap inci wajah Saskia dengan lamat, lalu menggeleng. "S-sepertinya kamu salah orang. Saya duluan, permisi."
Saskia mengerjap. Tidak, dia tak mungkin salah. Wajah itu, wajah yang selalu dia pandangi setiap malam nya. Wajah yang hampir sama dengan foto yang selama ini Saskia pajang di figura nya.
Gadis itu berlari, mengejar jejak wanita yang ia sebut-sebut sebagai Bunda nya. Saskia berdiri diujung jalan, tetapi dia tak menemukan apapun.
Tanpa sadar, air matanya telah meluruh bersamaan dengan rintik hujan yang mulai membasahi bumi.
"Bunda.."
"Jangan tinggalin Kia lagi.."
Saskia berjongkok, isakan kecilnya terus saja terdengar. "Bunda.. hiks.."
"Kia kangen Bunda.."
Disisi lain, orang yang Saskia cari itu ikut menitikan air matanya. Menatap punggung Saskia yang bergetar dengan pandangan yang sulit diartikan.
Maaf.
🍒
"Lo bukannya cowok yang waktu itu?"
Dewa mendongak, menatap seorang perempuan dengan penampilan modis didepannya. Ingatan nya kembali pada seseorang yang sempat ia tolong di gang sempit itu.
"Kalian saling kenal?" tanya pria paruh baya yang Dewa pastikan itu adalah teman bisnis Papa nya.
"Dia pernah nolongin aku, Pa."
Perempuan itu mengulurkan tangannya, "Gue Salsha. Lo?"
Dewa melirik malas, lalu menjabat nya sekilas. "Dewa."
"Bye the way, thank you buat yang kemarin. Gak kebayang kalau semisal hari itu lo gak nolongin gue."
Dewa mengangguk singkat. Dia kembali menyuapi Dean yang masih dalam pangkuan nya.
Mayang tersenyum kecil melihat reaksi Dewa. Sedangkan Dhani mendengus keras, sifat Dewa yang sekarang berbanding terbalik jika dia bersama Saskia. Tentu Dhani menyadari itu!
Mayang menoel lengan Dewa. "Jangan cuek-cuek gitu! Nanti cewek nya kabur!" ucap Mayang pelan
Dewa berdecak, udah dibilang dia tuh gak nyaman ada di tempat begini.
Dea dan Nathan saling pandang. Seolah paham mengapa Dewa selalu tak nyaman diajak berkumpul dengan kolega bisnis Papa nya.
"Feeling ku gak enak." bisik Dea pada Nathan.
Nathan mengangguk, menatap perempuan bernama Salsha itu yang seperti mencari-cari kesempatan agar bisa berdekatan dengan Dewa.
Jarum jam terus berputar, pembicaraan Dhani dan Anton juga terus berlanjut hingga berada di penghujung acara. Semua orang berdiri dari duduknya, bersiap untuk kembali pulang kerumah.
"Terima kasih untuk waktu makan malam nya, Pak Anton dan Nak Salsha."
Anton, pria paruh baya itu tersenyum. "Sama-sama. Semoga keluarga kita bisa menjadi semakin dekat."
Dhani mengangguk sambil berjabat tangan dengan Anton. "Kalau begitu, kami sekeluarga pamit. Terimakasih sekali lagi."
Salsha menatap punggung tegap Dewa yang semakin menjauh. Senyum manis terbit dibibirnya.
"Pa, Salsha mau pindah ke sekolah yang sama dengan Dewa."
🍒
KAMU SEDANG MEMBACA
SADEWA (END)
Teen Fiction"Kopi sama susu aja bersatu, masa kita enggak?" *** Dewa, mendengar namanya saja mungkin sudah tidak asing lagi bagi warga Mutiara. Selain karena parasnya yang tampan, dia juga punya segudang kelebihan yang se...