30 | Hareudang
Fajar mengutuk soal-soal dihadapan nya itu dengan kesal. Dia menggigit pulpen nya, lalu menoleh ke belakang, menghadap Dewa dan Raja yang sudah bersantai ditempatnya.
Siang ini, 12 IPA 3 kembali dihadapkan dengan rentetan angka matematika yang membuat siapapun pusing melihat nya. Guru pengajar nya pun sudah keluar dari lima belas menit lalu karena ada urusan mendadak.
Tetapi mereka tak dibiarkan bebas begitu saja. Sebelum benar-benar pergi, sang guru memberi tugas berkelompok dengan teman sebangku dan harus dikumpulkan hari ini juga.
"Nyontek dong!"
Raja menaikan sebelah alisnya, "Kelompok lo sama Dandi." beritahu nya sambil menunjuk Dandi yang tengah berdebat dengan Cila.
"Satu doang elah, Cil! Bocil!"
"Gak mau!"
"Tar gue beliin permen kaki babeh, dah!"
"Kaki ayah, Dandi! Bukan babeh!"
Fajar mengalihkan pandangannya pada Dandi yang tengah berdebat dengan Cila, lalu kembali memutar tubuhnya.
"Sama lo aja lah! Dandi mah goblok!"
Pluk!
Bola yang terbuat dari kertas itu melayang sempurna mengenai kepala belakang Fajar. Dandi datang dengan wajah jengkel nya.
"Sekate-kate lo kalau ngomong!" sungut pemuda itu kesal. "Lihat nih, gue dapat apa?"
Fajar menatap nya tanpa minat. "Alah, paling juga dempul nya si Lele yang lo kantongin,"
Dandi menatap Fajar sinis, dia mengeluarkan kertas yang sudah tak terbentuk itu dari kantung baju nya lalu menyodorkan nya kearah Fajar.
"Nah, tumben lo berguna jadi manusia!" Fajar tersenyum sumringah menatap kertas lusuh berisi contekan ditangannya.
Setelah adegan tawar-menawar dengan Cila si penggemar berat permen kaki ayah. Dandi akhirnya berhasil menyalin jawaban dari buku tugas gadis itu, dengan syarat dia harus membelikan sepuluh buah permen kaki untuk Cila.
Uang kas lo bayar, Dan!
"Pinter kan gue?" Dandi tersenyum pongah sambil mendudukkan diri dikursi miliknya. Hendak menyalin kembali jawaban Cila ke buku tulis nya sendiri.
Fajar melirik teman sebangku nya itu sekilas, "Iyain, umur gak ada yang tahu."
Raja memejamkan matanya, tak tertarik dengan obrolan kedua manusia didepannya ini. Sedangkan Dewa, dia menegakkan tubuhnya tiba-tiba. Membuat Raja yang baru saja terpejam pun kembali membuka matanya.
"Kemana?"
"Kantin," balas Dewa lalu keluar dari tempat duduknya.
"Udah kelar tugas lo?" tanya Fajar.
Dewa menyunggingkan senyum songong. "Udah lah. Emang nya lo, satu tambah satu aja masih ngitung pakai jari."
🍒
Dewa bersiul disepanjang koridor yang sepi. Dengan dasi yang terikat sempurna dikepala, cowok itu terlihat lebih tampan dari biasanya.
Dia melangkah tanpa ragu, tanpa takut kalau-kalau Bu Asih tiba-tiba datang dan langsung menyeret nya keruang konseling. Tapi sepertinya suasana sekarang aman-aman saja, dia juga tak melihat ada tanda bahaya disekitar nya.
Langkahnya memelan saat mendengar suara tawa dari halaman belakang sekolah. Dewa menempelkan tubuhnya di dinding agar tak ketahuan, matanya menatap tak suka kedua sejoli yang sedang bersenda gurau disana.
Saskia dan Revan.
Dari sini, Dewa bisa melihat tatapan Saskia yang sedikit berbeda. Bibir nya mengurai tawa, tetapi manik coklat itu terlihat lebih sendu sekarang.
Tak ingin hatinya semakin panas. Dewa kembali melanjutkan langkahnya ke kantin, dia membutuhkan air dingin untuk menyegarkan hati nya yang memanas.
"Hareudang euy!"
🍒
Saskia kembali menatap depan saat Revan telah pamit untuk kembali ke kelasnya. Pikiran nya kembali melayang pada malam itu. Malam yang kembali mempertemukan dia dan Bunda nya yang telah lama menghilang.
Entahlah, Saskia tak begitu mengerti dengan alasan Bunda nya yang pergi begitu saja. Masa itu, usianya masih terlalu kecil untuk mengetahui semuanya.
Gadis itu tersenyum miris, mengingat kejadian malam itu membuat dia semakin merindukan Bunda nya. Dan Saskia yakin, ini bukanlah sebuah kebetulan. Tetapi sebuah titik terang dari penantian nya selama ini.
"Eh?"
Saskia tersentak saat sebuah botol minuman dingin menempel dipermukaan pipi nya.
"Jangan ngelamun, disini banyak setan nya."
"Gue gak ngelamun," bantah Saskia sambil memutar tutup botol lalu menegak isinya.
Dewa menghendikan bahu nya, tak sengaja netra hitam nya menangkap kotak bekal yang ada diatas tumpukan buku-buku gadis itu.
"Bekal gue?" tunjuk Dewa pada benda disisi tubuh Saskia.
Gadis itu tampak mengangguk, "Gue cuma buat nasi goreng, gak papa kan?" tanya Saskia sambil menyodorkan kotak bekalnya
Cowok itu menerima nya dengan senang hati. Menatap tampilan nasi goreng itu yang tampak unik, lalu mulai menyuap nya.
"Lo bolos?" Dewa mulai bertanya.
Saskia menggeleng.
"Terus?"
"Jamkos, bosen juga dikelas, udah diluar malah ketemu nya lo lagi." kekeh Saskia, lalu menutup buku yang semula dibaca nya.
"Kenapa emang kalau ketemu gue?" tanya Dewa. "Gak seneng lo?"
Dahi gadis itu mengernyit menyadari ucapan Dewa yang rada sewot. "Gue gak bilang begitu tadi." balas Saskia tenang.
Dewa mengalihkan pandangan, lalu menyuap nasi goreng nya dengan kasar. "Dewa?" panggil Saskia
Dewa enggan menoleh, dia merasa kesal karena Saskia seperti tak suka jika terus bertemu dirinya. Beda lagi jika bertemu dengan Revan.
"Pelan-pelan makan nya, nanti lo keselek."
Cowok itu tak mendengarkan, bahkan dia mengunyah nasi gorengnya tanpa menawari dan menghiraukan Saskia yang berada disampingnya.
Saskia menatap Dewa intens, mengamati setiap gerak-gerik cowok itu sambil mengulum senyum. Dia menepuk pelan punggung tegap Dewa saat pemuda itu terbatuk.
Dewa mengambil air yang disodorkan Saskia lalu menegak nya hingga tandas. "Ngeyel! Dibilang pelan-pelan aja makan nya,"
Dewa meliriknya sekilas. Tatapan Saskia tidak se-sendu tadi. Tanpa sadar sudut bibirnya terangkat.
"Habisin bekal nya,"
Cowok itu berdehem, setelah berhasil menguasai mimik wajahnya, dia lalu berujar.
"Ada hubungan apa lo sama Revan?"
🍒
Yuk bantu promosi-in cerita Dewa dan Saskia di media sosial kalian!
KAMU SEDANG MEMBACA
SADEWA (END)
Teen Fiction"Kopi sama susu aja bersatu, masa kita enggak?" *** Dewa, mendengar namanya saja mungkin sudah tidak asing lagi bagi warga Mutiara. Selain karena parasnya yang tampan, dia juga punya segudang kelebihan yang se...