52 | Rumah No 119
Dewa menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi. Matanya memandang lurus kearah jendela kelas yang berhadapan langsung dengan lapangan basket. Helaan napas keluar dari mulutnya, entah mengapa dia menjadi tak ada semangat hidup seperti ini.
Berkali-kali Dewa mencoba untuk tetap positive thinking, namun pikiran buruk itu selalu hinggap dikepala nya. Sudah genap satu bulan, dari hadirnya Aksara kala itu. Dewa merasa, Saskia mendadak jauh darinya. Mereka dekat, namun seakan ada sekat yang menghalangi keduanya.
Sedangkan Aksara sendiri, kodok buntung itu sudah kembali ke tempat asalnya.
Sudah satu bulan ini Dewa merasakan kosong di hati nya, Saskia nya berubah dalam waktu sekejap. Gadis itu memang tak terang-terangan menjauhi Dewa, tetapi dari setiap penolakan nya jika Dewa mengajaknya bertemu atau jalan, Dewa merasa kalau Saskia memang ingin menjauh darinya. Entah apa sebabnya.
Dewa meraup wajahnya kasar, kepalanya pening memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang dicetuskan oleh isi kepala nya sendiri. Terlebih, saat ini Saskia dan Revan semakin dekat. Apakah itu pertanda jika Saskia sudah bosan menjalin kasih dengannya?
"Dewa, ke kantin, yuk!"
Sudah satu bulan juga, Salsha semakin gencar mendekati Dewa. Risih? Tentu saja. Disini, Dewa masih terikat status dengan Saskia. Tetapi, Salsha seolah tak peduli dengan hal itu, ia bahkan selalu blak-blakan menunjukkan rasa sukanya terhadap Dewa.
"Hm, lo duluan aja," balas Dewa tanpa menoleh.
Salsha mengangguk walaupun Dewa tak melihatnya, "Yaudah, kalau gitu gue duluan," pamit Salsha sembari mengelus lengan Dewa. "Tapi nanti lo beneran nyusul ya,"
"Hm,"
Dewa melirik kecil, setelah memastikan Salsha telah pergi dari sisinya, dia beranjak. Saat ini memang sedang jam istirahat, dan Dewa hanya seorang diri dikelas. Tadi, Fajar sudah membujuknya agar ikut ke kantin, namun Dewa tetap menolak. Sedangkan Raja, cowok itu tengah tidur dipojokan kelas bersama Dandi dan yang lainnya.
Pemuda itu berjalan lunglai. Baju Dewa sudah tak karuan bentuknya, dasi yang diikat asal dikepala, ditambah wajahnya yang kusut layaknya kembalian angkot.
Dewa terus berjalan hingga sampailah dia di undakan terakhir anak tangga yang menghubungkan antara lantai tiga dan rooftop. Dewa membuka pintunya lalu merebahkan tubuh disofa yang ada disana.
Mata Dewa terpejam, menikmati semilir angin siang ditambah cuaca panasnya yang sangat terik. Dia hendak mengangkat lengannya guna menutupi wajah dari panasnya matahari. Tetapi, sebuah tepukan pelan dipipi nya membuat Dewa membuka matanya perlahan.
"Hai.."
Sejenak, Dewa terpaku. Walaupun dengan keadaan silau, tetapi mata Dewa tak mungkin salah. Suara itu, senyum itu, dan wajah itu. Wajah seseorang yang selalu menghiasi kepalanya selama sebulan belakangan ini. Dewa mengerjapkan matanya berulang kali, memastikan bahwa yang ada didepannya ini bukan mimpi atau bahkan ilusinya.
"Gak mau peluk?"
Suara itu kembali menyentak lamunan Dewa. Tanpa pikir panjang, Dewa langsung bangkit dan merengkuh tubuh Saskia kedalam pelukannya. "Kangen.." bisik Dewa lirih.
Saskia membalas pelukan Dewa tak kalah erat, sesekali mengelus lembut punggung pemuda itu. Dia merasa bersalah karena telah menjauh dari Dewa tanpa menjelaskan alasan yang sebenarnya.
"Maaf.."
🍒
Atas perintah Dewa, kini Saskia tengah berada di dapur untuk membuatkan minum dan mengambil beberapa cemilan untuk pemuda itu dan Dean yang sedang bermain kuda-kudaan dilantai atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
SADEWA (END)
Teen Fiction"Kopi sama susu aja bersatu, masa kita enggak?" *** Dewa, mendengar namanya saja mungkin sudah tidak asing lagi bagi warga Mutiara. Selain karena parasnya yang tampan, dia juga punya segudang kelebihan yang se...