65 | Congratulations
Saskia duduk ditepian rooftop sekolah sambil terus memandang ke depan. Menerawang beberapa kejadian yang dialaminya belakangan ini. Dari dirinya yang tertembak, kepulangan Ervan, juga kembalinya sang Bunda dan adiknya.
Saskia amat sangat bersyukur masih diberi kesempatan untuk berkumpul lagi dengan keluarganya yang lengkap. Apalagi setelah melihat senyum Adit yang lebar seolah semua beban dipundaknya telah terangkat.
Untuk Ervan, sebenarnya lelaki itu sudah berada di Jakarta jauh-jauh hari--sebelum insiden Saskia itu terjadi. Namun, ia belum menampakkan diri karena masih ada beberapa pekerjaan yang harus diurusnya. Tetapi Ervan terus memantau Saskia dari jauh, juga selalu rutin mengirimi adiknya itu pesan singkat yang tak kunjung mendapat balasan sampai sekarang.
Seperti yang kalian ketahui, kejadian tabrak lari beberapa tahun silam membuat Ervan terpaksa harus dilarikan kerumah sakit besar yang berada di Singapore karena peralatan medis di Indonesia tidak selengkap disana. Ervan sempat koma selama setahun, dan sisanya ia gunakan untuk pemulihan sambil mempelajari ilmu bisnis.
Oh iya, sedikit akan Saskia ceritakan tentang Venna--Bunda nya. Belasan tahun lalu, Venna mengatakan bahwa ia diancam oleh Anton yang nekat akan membunuh Adit beserta kedua anaknya. Venna sempat tak menyangka bahwa Anton yang selama ini dikenal baik olehnya akan melakukan hal sekeji itu. Awalnya, Venna tak mengindahkan. Tetapi Anton tak berhenti sampai disitu saja. Dia terus mengirim teror untuk Venna tanpa sepengetahuan Adit. Sampai akhirnya, Adit kecelakaan hingga kritis dan itu disebabkan oleh Anton.
Venna bimbang, disatu sisi ia sangat menyayangi kedua anaknya dan suaminya. Namun jika ia tetap berada disisi mereka, bahaya selalu mengintai. Demi keselamatan orang-orang yang dicintainya, Venna pergi saat Adit dikabarkan sudah bangun dari masa kritisnya. Dan Venna pergi tanpa menyadari adanya janin yang tumbuh dalam perutnya.
Setelah hilangnya Venna yang meninggalkan luka mendalam bagi Adit, Anton masih sering muncul sebagai sosok sahabat yang selalu ada disisi Adit. Lalu beberapa tahun kemudian, Venna bertekad akan menemui Adit dan menjelaskan semuanya. Namun sayang, beberapa hari setelah itu Venna mendapat kabar bahwa putra sulungnya menjadi korban tabrak lari. Dan itu berhasil membuat Venna urung untuk melakukan niatnya. Ia tahu, ini semua pasti ada campur tangan nya dengan Anton. Akhirnya, Venna memutuskan untuk pindah ke kota lain bersama anak bungsunya--Revan yang tak diketahui oleh Anton.
Revan, ya, dia adalah adik kandung Saskia. Usianya terpaut tiga tahun. Berkat prestasinya, Revan bisa lompat kelas karena kepintaran yang dimilikinya.
Saskia mengayunkan kakinya kebawah, ia masih menatap lurus ke depan tanpa menyadari sepasang kaki yang melangkah kearahnya.
"Melamun, hm?" bisik sebuah suara yang berada tepat ditelinga nya.
Gadis itu menolehkan kepalanya, hidungnya bersentuhan dengan ujung hidung Dewa yang menjulang. "Enggak,"
Dewa menjatuhkan kepalanya pada bahu sempit Saskia. "Kenapa nggak nungguin aku dibawah?"
Saskia menikmati hangatnya pelukan Dewa. Terhitung sejak Saskia pulang dari rumah sakit sebulan yang lalu, sikap Dewa semakin hari semakin manja. Dan sejak saat itu pula panggilan mereka berubah.
"Enak disini, adem." balas Saskia.
Dewa menjauhkan wajahnya dari bahu Saskia, lalu menarik tangan gadis itu berdiri dan berpindah duduk di sofa yang tak jauh dari sana.
"By the way, kamu hebat. Selamat untuk pencapaian nilai terbaik di semester ini." ucap Saskia diiringi dengan senyuman.
Memang, hari ini adalah hari pengumuman hasil ujian kelulusan. Usaha tak akan mengkhianati hasil. Dan ya, akhirnya Dewa berhasil menjadi siswa dengan nilai tertinggi kedua setelah Saskia. Ternyata, usahanya selama ini tak sia-sia. Ia berhasil menepati janjinya pada Saskia waktu itu.
Dewa balas tersenyum lalu memeluk Saskia. "Selamat juga untuk kamu, love."
Yang satu ini, Saskia tak tahu Dewa belajar dari mana. Selain semakin manja, perlakuan dan ucapan Dewa juga semakin sweet. Aihs, Saskia khawatir akan diabetes jika selalu berdekatan dengan Dewa.
Saskia balas memeluk Dewa tak kalah erat. "Buat acara nanti malam, kamu pakai gaun yang pernah kita beli di mall itu ya."
"Yang maroon itu?" tanya Saskia memastikan.
"He'em. Nanti aku pakai jas yang pernah kamu pilihin, serasi sama gaun yang kamu pakai." terang Dewa. "Uhm, atau kamu mau beli yang baru?"
Saskia melerai pelukan mereka lalu memukul pelan lengan Dewa. "Buat apa ih! Yang itu aja masih baru, belum dipake. Masa mau beli lagi, boros banget!"
Dewa menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Y-ya siapa tau kamu kurang srek sama warnanya atau--"
"Stoppp! Aku mau pake gaun yang itu aja titik, no komen!" sela Saskia cepat
"Yaudah, aku nurut kamu aja." Dewa menyahut patuh.
Tak lama, suara gaduh dari arah pintu rooftop disusul gebrakan pintu membuat Saskia dan Dewa kompak menoleh kearah sana. Terlihat Fajar bersama Alea dan Raja yang berjalan santai seolah tak terjadi apa-apa.
"Aaaa, Kiaaa! Congratsssss!" Alea berlari kecil lalu menarik Saskia yang masih dalam rengkuhan Dewa.
Dewa mendengus, ia bergerak menjauh dan membiarkan sepasang sahabat itu berpelukan.
"Nilai lo ajib bener, Wa!" cetus Fajar setelah ia melihat nilai Dewa yang terpajang di mading sekolah.
Mendengar itu, Dewa menepuk dadanya bangga. "Gak heran, sih, emang dari sana nya udah pinter."
"Cuma kebawa males aja," imbuh Saskia yang sudah ikutan nimbrung.
Fajar mengangguk, memang benar sih. Secara kalau dikelas, kerjaan Dewa hanya tidur dan tidur. Boro-boro ngerjain tugas, hidupnya sibuk ngurusin hukuman Bu As.
Alea mengambil duduk disebelah Raja. Matanya tampak melongok kearah benda pipih yang sedari tadi dipegang sepupunya itu.
"Ngapain sih?" tanya Alea penasaran.
Raja mendengus, lalu mendorong dahi Alea dengan jari telunjuknya. "Kepo."
"Kalian berangkat lusa?" Alea membeo setelah tak sengaja membaca segelintir pesan yang sedari tadi terus dipandangi Raja.
Saskia terhenyak, dipandangi nya Dewa yang hanya diam saja ditempatnya. Ya, Dewa dan Raja akan melanjutkan pendidikannya di Amerika Serikat, tepatnya di Stanford University. Mereka sama-sama mengambil kuliah di tempat yang sama juga fakultas yang sama.
Lain halnya dengan Saskia, Alea dan Fajar. Ketiganya memilih untuk tetap stay di Indonesia.
Raja mengangguk mengiyakan
"Serius?!" Fajar memekik kaget. "Elah cepet bener, diundur tahun depan aja bisa kali."
Gelo memang.
"Kenapa nggak bilang?" ucap Saskia pelan. Ia menatap Dewa meminta penjelasan.
Dewa mengusap wajahnya kasar. Soal yang satu ini, Dewa memang belum memberitahukan Saskia kalau ia akan berangkat lusa. Ia tak tega jika harus merusak mood Saskia yang akhir-akhir ini tengah membaik.
"Bukannya nggak bilang." Dewa membasahi bibirnya sekilas. "Cuma.."
Saskia memalingkan wajah, kecewa karena Dewa tak mau berterus terang dengannya. Dewa bilang, masih kisaran satu bulan lagi mereka akan terbang kesana. Tetapi kini? Mengapa hal sepenting ini Dewa tak mau memberitahu nya?
"Cuma lagi nyari waktu yang pas aja," kata Dewa pelan.
Menghela napas, Saskia memilih bangkit dan melangkah meninggalkan rooftop.
"Kia! Heh, mau kemana lo?!" teriak Alea yang sudah siap berdiri, hendak mengejar Saskia.
"Diem! Biar si Dewa yang ngejer," ucap Fajar sambil menarik tangan Alea agar terduduk kembali.
Tanpa kata, Dewa langsung berdiri dan berjalan menyusul langkah kecil Saskia. Alamat diambekin gue, batin Dewa menjerit.
🍒
KAMU SEDANG MEMBACA
SADEWA (END)
Teen Fiction"Kopi sama susu aja bersatu, masa kita enggak?" *** Dewa, mendengar namanya saja mungkin sudah tidak asing lagi bagi warga Mutiara. Selain karena parasnya yang tampan, dia juga punya segudang kelebihan yang se...