SADEWA - 62

34.7K 2.6K 19
                                    

62 | Tak Terduga

Sosok itu bersembunyi dibalik pohon besar yang berada di taman, seringainya muncul saat melihat targetnya berjalan mendekat tanpa harus ia pasang umpan lebih dulu.

Kemudian ia mengangkat tangannya dan mengarahkan pistol itu kearah seorang pemuda yang berdiri didepan gerobak eskrim.

"Kalau gue gak bisa milikin lo, maka gue lebih rela lo mati dari pada bahagia sama Kia."

1

2

3

Dor!! Dor!!

Sedangkan dilain sisi, tampak kedua pemuda tampan berbeda umur itu dengan tergesa memarkirkan mobilnya.

"Dek, cepat bawa Kia ke rumah sakit. Pelakunya biar Abang yang urus."

Kemudian, dengan terburu dua kakak beradik itu keluar dari mobil lalu menghampiri tempat kejadian. Dengan si Kakak yang berlari kearah barat, dan si adik yang berlari kearah timur--dimana kerumunan itu berada.

Revan--pemuda itu menerobos kerumunan, matanya langsung disuguhkan dengan darah yang ada dimana-mana.

"Bang, cepat bawa Kak Kia ke mobil!"

Dewa mengangguk cepat, kemudian ia mengangkat tubuh Saskia. "Saski, jangan tutup mata lo, sayang.." gumam Dewa penuh harap.

Ia merebahkan kepala Saskia di kursi belakang dengan pahanya yang menjadi bantalan. Matanya terus menatap Saskia dengan sendu. Harusnya ia yang tertembak, bukan gadisnya.

"Tahan sebentar, jangan tutup mata lo, Saski.." Dewa tak henti-hentinya mengecup punggung tangan Saskia yang pucat.

Saskia tersenyum tipis menahan sakit yang teramat di bahunya. "G-gue nggak p-papa, Wa." katanya menenangkan. "Shh, jangan nangis," Dengan lemah, Saskia mengusap lembut pipi Dewa yang sedikit basah.

"Lo kuat, Ki. Tahan ya, bentar lagi kita sampe.." Dewa menatap tangannya nanar, darah yang keluar dari bahu Saskia tak kunjung berhenti.

"Van, cepetan!"

Revan sebagai sopir hanya mengangguk sekilas. Melihat keadaan Saskia yang jauh dari kata baik, membuat hatinya gelisah. Ringisan-ringisan kecil itu terus saja membuat Revan merasa tidak becus menjadi adik.

Harusnya, ia dan abangnya bisa datang tepat waktu tadi. Namun saat di pertengahan jalan, mobil mereka tiba-tiba kempes dan saat tiba ditaman, mereka terlambat karena si pelaku sudah melancarkan aksinya.

Mobil ferarri milik Revan terparkir asal di halaman rumah sakit. Ia keluar dari mobil dengan tergesa sambil terus meneriaki tenaga medis untuk membawa brankar.

"Pelan, Bang."

Dewa mengangkat tubuh Saskia keluar dari mobil dan merebahkannya di brankar. Kedua pemuda itu beriringan mengikuti brankar Saskia yang berjalan kearah UGD.

"R-revan.." gumam Saskia pelan.

"Gue disini, Kak." Rasanya Revan ingin menangis saja. Setelah lama tak melihat Saskia, sekarang ia malah dipertemukan dengan kondisi Saskia yang terluka seperti ini.

Bibir pucat Saskia terangkat saat melihat mata Revan yang tampak memerah menahan tangis. Berbeda dengan seorang pemuda lain yang berada disisi kanan Saskia--Dewa--yang sudah tak kuat menahan air matanya.

Saskia tak dapat menahan lagi, saat rasa sakit itu kembali menderanya. Mata Saskia terpejam lalu kehilangan kesadaran nya. Dewa menggenggam tangan Saskia erat. "Lo kuat, sayang." ucap nya pelan.

"Jangan tinggalin gue.."

Dua orang suster menghadang langkah Dewa dan Revan yang hendak ikut masuk kedalam UGD. "Maaf, kalian tidak bisa masuk. Silahkan tunggu diluar."

Dewa mengacak rambutnya saat pintu ruang UGD itu tertutup. Kejadian tadi terjadi begitu cepat, Saskia yang berlari kearahnya lalu memutar posisi tubuh mereka sehingga peluru itu melesak masuk ke bahu kecil Saskia.

Belum sempat mencerna kejadian tadi, Dewa langsung dibuat geram saat matanya melihat si pelaku yang langsung lari menjauhi tempat kejadian.

Lagi, Dewa menyalahkan dirinya sendiri. Harusnya ia yang tertembak, harusnya ia yang berada didalam UGD sekarang, harusnya Saskia masih ada disisinya sekarang. Arghh!

Bahu Dewa merosot, melihat wajah kesakitan juga ringisan Saskia tadi justru semakin membuatnya dihantui rasa bersalah. Lelaki macam apa dirinya yang tak bisa melindungi gadisnya?

"Bang, ganti baju lo dulu!" tunjuk Revan pada kaos yang dikenakan Dewa penuh dengan noda darah.

Dewa menggeleng lemah. "Pelakunya gimana, Van?"

Baru saja hendak membuka mulut, ponsel yang berada disaku Revan bergetar. Ada sebuah pesan masuk yang dikirimkan Abang nya.

Ayah sm bunda bentar lg kesana.

Revan mengangguk walaupun Abangnya tak dapat melihat. Sebelum mengetikkan balasan, ponselnya kembali bergetar.

Dia berhasil ditangkap. Km bs kesini sm Dewa nanti stlh ayah sm bunda udh dtg.

Akhirnya, Revan bisa bernapas dengan lega. Setelah mengetikkan balasan, Revan buru-buru mengantongi ponselnya dan menghampiri Dewa yang terduduk lesu didepan pintu UGD.

"Pelakunya berhasil ditangkap." ucap Revan. "Abang gak usah khawatir, Kak Kia perempuan yang kuat."

Beberapa menit mereka terdiam. Adit datang dengan tergesa diikuti wanita paruh baya dibelakang nya. Terlihat sekali bahwa keduanya tak dapat menyembunyikan raut khawatir dan cemasnya.

"Dimana Kia?"

Revan lebih dulu bangun dan menyalimi keduanya. "Kakak masih di dalam, Yah."

Tatapan Revan beralih pada wanita yang menangis kecil disebelah Adit. "Bunda, jangan nangis. Kakak pasti sembuh." ujarnya, menenangkan.

Adit mengusap wajahnya gusar. Semoga tidak ada luka serius yang terjadi pada putrinya.

"Dewa?" panggil Adit, Dewa mendongak karena baru sadar akan hadirnya Adit.

Tiba-tiba Dewa berlutut sambil memeluk kedua kaki Adit. Ia terus meracau. "Om, Dewa minta maaf. Dewa gagal jagain Kia, Dewa gagal jadi pacar yang baik, Om."

Pandangan ketiga orang yang ada disitu langsung terarah pada Dewa yang terlihat sangat kacau ditambah dengan kata yang ia ucapkan sarat akan penyesalan.

"Nak, jangan begini. Bangun.." Suara lembut penuh kasih itu membuat Dewa mendongak tanpa melepas pelukannya dari kaki Adit.

Mata Dewa mengerjap cepat, tentu dia mengenal betul wanita itu. "T-tante?"

Wanita itu mengangguk. Lalu menuntun Dewa berdiri, dan memeluknya. "Semua ini sudah takdir, bukan salah kamu, Dewa."

"Benar. Jadi, kamu gak perlu merasa bersalah, Wa. Semua sudah diatur oleh yang Maha Kuasa." Adit menambahkan.

Revan tersenyum melihat pemandangan itu. Dewa yang terus menangis di pelukan ibu dari kekasihnya menandakan bahwa rasa cinta yang dimiliki untuk Saskia begitu besar, apalagi hingga berlutut sampai memohon maaf pada Adit.

Adit mendekat dan menepuk bahu Dewa pelan. "Sudah masuk waktu maghrib. Sebaiknya kita sholat dan doakan yang terbaik untuk Saskia."

🍒

HAPPY NEW YEAR !🎊

Telat hihi 😄

SADEWA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang