Broken Rules

556 54 2
                                    

"MULAI hari ini, kita nginep di rumah Tante Melly, selama liburan pergantian semester," ujar Mama, menarik koper yang baru saja kuturunkan dari mobil. "Tante Melly punya anak cowo seumuran kamu. Kalian bisa jadi temen baik, kan?"

Aku mengernyitkan dahiku. Teman baik? Bagaimana mungkin dua orang bisa menjadi teman baik hanya dalam kurun waktu sebulan?

Tante Melly adalah sahabat Mama sejak masih kuliah. Pada liburan pergantian semester ini, Mama dan Papa memutuskan untuk mengunjungi rumah Tante Melly yang terletak di Wonosobo. Rumah ini cukup besar, meski terkesan serba klasik. Bahkan, di dalam garasi, terdapat tiga mobil yang ketiga-tiganya adalah mobil klasik.

Tante Melly dan Om Santoso memiliki seorang anak lelaki yang bernama Deon. Deon berusia 20 tahun, sama denganku. Aku harus jujur, dia memiliki fisik yang oke dan senyuman yang manis. Matanya menyipit ketika dia tersenyum. Dia juga tak terlihat seperti seseorang yang arogan.

"Lo yang namanya Lula?" tanyanya, menyita perhatianku yang semula sibuk menyeret koperku yang cukup berat.

"Iya, gue Lula," jawabku. "Lo? Deon?"

Deon mengangguk, tersenyum, meraih koperku dan menyeretnya dengan enteng, membawa koperku menuju ruangan yang akan menjadi kamarku selama sebulan penuh ini. "Iya, gue Deon."

Deon mengulurkan tangannya, melemparkan senyuman ringan kepadaku. "Let's be friends selama liburan pergantian semester, oke?"

Aku membalas senyumannya, menjabat tangannya dan mengangguk. "Sure. Tapi, dengan satu syarat."

Deon menyipitkan matanya. "What?"

"Don't fall in love each other, okay?"

Deon tersenyum. "No problem."

Deon adalah lelaki yang simple. Dia menyukai banyak hal dan tak segan menceritakan apapun kepadaku. Dia adalah lelaki yang talkative, hal itu membuat hubungan kami yang baru sebatas kenal, menjadi tak hambar karena dia sangat terbuka mengenai apapun tentang dirinya. Aku pun suka sekali mendengar apapun yang dia ceritakan. Nada bicaranya yang antusias membuat aku senang akan kehadirannya, sebagai temanku disini.

Deon juga lelaki yang lucu. Sering sekali dia menceritakan hal-hal bodoh yang membuatku tertawa terpingkal-pingkal, bahkan terkadang apabila jokesnya tidak lucu, aku tetap tertawa melihat ekspresi wajahnya yang bagiku sudah cukup untuk membuatku ngakak.

Kami menghabiskan banyak waktu bersama. Melewati berbagai macam cuaca yang datang dalam satu bulan itu. Semakin aku mengenalnya, semakin aku kagum akan dirinya. Dia mungkin tak jauh berbeda dari lelaki yang kutemui pada umumnya, tapi selalu ada hal baru yang menarik dari dirinya, setiap hari. Bahkan, setiap malam, aku selalu berpikir dan menebak, hal baru apa yang akan membuatku tertarik pada Deon di keesokan harinya.

Pernah di suatu malam, aku tak bisa tidur dan lebih memilih untuk duduk di teras depan rumah, memandangi langit malam yang ditaburi bintang dan bulan sabit.

"Lo ngapain tengah malem disini? Nyari hantu?" tanya Deon dari ambang pintu, membuatku terlonjak kaget.

"Ah elah, lo ngagetin aja. Gue udah tidur tadi," jawabku, tetap menatap lurus ke depan. "Tapi, gue mimpi buruk."

Deon menautkan alisnya, duduk di sebelahku. "Mimpi buruk?"

Aku mengangguk. "Mimpi buruk."

"Yaudah, balik tidur sana."

Aku menyeringai. "Iya, gue kumpulin mood baik dulu."

"Gue bantu usirin mimpi buruk lo, deh," katanya dengan wajah datar.

My Cerpens; Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang