Cafe di Sudut Kota

676 49 4
                                    

LELAKI itu mematikan mesin mobilnya, berjalan keluar menuju sebuah Cafe bernuansa jingga tersebut. Sesekali, dia menghela napasnya, membuang semua rasa gugup yang berkecamuk di dadanya.

Aromanya, nuansa jingganya yang hangat, serta senyuman manis yang dilemparkan oleh para pramusaji di Cafe ini benar-benar membuatnya sedikit bernostalgia. Cafe ini tak pernah berubah, masih sama seperti Cafe yang delapan tahun lalu selalu dia kunjungi. Cafe terkenal yang berada di sudut kota, Cafe yang menjadi saksi atas pertambahan umurnya dari tahun ke tahun, saat dirinya masih tinggal di kota ini.

"Maaf, Mbak, bisa anterin saya ke meja atas nama Citra?"

Seorang pramusaji tersebut menuntun Erik menuju meja yang Erik maksud. Meskipun Erik sedikit bingung kenapa Citra justru memesan meja yang ada di lantai dua daripada di meja yang biasa mereka pesan. Sepertinya, perempuan itu lebih tertarik untuk minum kopi di rooftop dan jauh dari keramaian.

Citra melambaikan tangannya, melemparkan senyumannya ketika dia melihat Erik.

Erik tersenyum, berjalan menuju meja yang Citra huni saat ini.

"Makasih ya, Mbak."

"Hai," sapa Citra, tersenyum ramah. "Aku pesenin kamu macchiato."

Erik tersenyum, sedikit tertawa. "Kamu masih inget, ya."

Hening sejenak. Hembusan angin sedikit kencang di luar sini, tapi Erik lebih sibuk akan sekelebat kegugupan di dadanya.

"Jadi..." Erik menghela napas. "Apa kabar?"

Citra hanya tersenyum ringan, terdiam, cukup lama.

Itu adalah pertanyaan bodoh yang Erik sudah tau jawabannya. Seruntuh apapun, sepatah apapun hati Citra sejak Erik meninggalkannya, perempuan itu takkan menjawab bahwa dia tak baik-baik saja. Tentu saja, dia akan berbohong.

"I'm good," jawab Citra, tersenyum.

Kalian lihat sendiri, kan?

"Gimana tulisan kamu?" tanya Erik, mengganti topik pembicaraan mereka. "Kemarin jadi best seller, kan? Selamat, ya. Aku tau, kita bakalan ketemu di top. Tapi, kayanya kamu malah jauh di atas aku, deh."

Citra tertawa. "Jangan muji gitu, dong. Aku kan jadi bingung mau jawab apa. Kamu sendiri? Kerjaan gimana? Ada kendala?"

"Gak, kok. Semua aman," jawab Erik.

Hening lagi.

"Rik," Citra memberi jeda. "Aku mau ngembaliin ini."

Citra meraih tangan Erik, lalu meletakkan sebuah gelang di atas telapak tangan lelaki itu.

Gelang yang ada boneka mini Buzz Lightyear di tengahnya.

Ah, ya. Dulu, waktu SMP, Erik dan Citra pun bisa dekat karena sama-sama menyukai Toy Story. Itulah awal mula segalanya, sampai mereka bisa berteman dan berpacaran.

"Oh, kamu masih simpen," Erik tersenyum tipis. "Kenapa dikembaliin?"

Citra terdiam sejenak, cukup lama, lalu tersenyum lirih. "Aku bohong."

Erik mengernyitkan dahinya. "Bohong?

"Ga ada yang baik-baik aja sejak kamu pergi, Rik," lanjutnya. "Bahkan setelah aku kuliah dan kerja, ga ada yang namanya baik-baik aja tiap kali aku ga sengaja liat gelang itu."

Erik tertegun.

Citra yang awalnya menunduk, kemudian mengangkat kepalanya dan tersenyum. "Tapi, sekarang semuanya udah baik-baik aja."

My Cerpens; Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang