Kereta Valentine

143 7 0
                                    

Ada sebuah negeri yang hanya dihuni oleh para peri. Peri yang hidup normal, memiliki tempat tinggal, pekerjaan, dan pasangan. Peri yang memiliki rupa elok dan bersayap indah. Telinga yang lancip dan senyum yang menawan. Di negeri ini, para peri hidup tenang dan damai.

Begitu pula dengan Flora. Flora hidup dengan tenang dan damai, apalagi karena kekasihnya, Leo, selalu berada di sampingnya. Leo dan Flora sudah berpacaran lebih dari setahun dan melewati semuanya bersama. Leo yang paling tau baik dan buruknya Flora, begitu juga sebaliknya. Leo adalah lelaki yang paling Flora inginkan dan setiap hari, hal yang Flora tak mengerti adalah betapa Tuhan begitu baik kepadanya karena menitipkan lelaki sesempurna Leo untuk berada di sisinya.

Hari ini adalah hari kasih sayang. Tepat ketika matahari baru naik di kaki langit, Flora bangun pagi sekali dan terbang menuju rumah Leo. Flora mengetuk pintu Leo dengan membabibuta, membangunkan Leo yang sedang tertidur dan piyama yang masih terpasang. Tak ada alasan yang berat, Flora hanya ingin mengucapkan selamat hari kasih sayang kepada kekasihnya itu. Leo yang masih sepenuhnya mengantuk pun hanya bisa tersenyum manis dan memeluk Flora.

"Aku ada hadiah untuk kamu nanti malem."

Kalimat itu membuat Flora kepikiran seharian. Flora mencoba menerka-nerka, apa hadiah yang ingin Leo berikan? Dalam rangka apa? Apakah dalam rangka hari kasih sayang? Namun, jika dipikir-pikir, Leo tak membalas ucapannya tadi pagi. Leo hanya memeluk Flora dan mengucapkan terima kasih, benar-benar tidak romantis. Flora rela bangun pagi-pagi demi mengucapkan kalimat manis untuk Leo, tapi Leo kaku sekali.

Leo memang selalu begitu. Flora sering merasa kesal dengan perlakuan kekasihnya yang memang kalem dan terlalu datar. Berkebalikan sekali dengan Flora yang ekspresif dan selalu memberitahu Leo apapun yang dia rasakan. Hal ini benar-benar membuat Flora sering merasa kesal sendiri.

Ketika malam tiba, Leo pun mengetuk pintu rumah Flora dengan sopan. Hal ini juga membuat Flora semakin kesal karena sejujurnya, dia merasa Leo terlalu kaku dan terlalu sopan. Terkadang, Leo tak memperlakukannya seperti pacar. Sedangkan Flora selalu menggedor-gedor pintu Leo ketika berkunjung atau menyelinap lewat jendela kamar Leo untuk mengejutkan Leo, serta menghambur ke pelukan Leo tiap kali dia melihat Leo. Namun, Leo tak pernau begitu kepadanya.

Entahlah. Apakah Leo sungguh mencintainya?

"Udah siap?" tanya Leo, ketika Flora baru saja membukakan pintu. Flora menghela napasnya. Terkadang, yang dia inginkan hanyalah dicintai dengan ugal-ugalan dan benar-benar diperlakukan sebagai seorang pacar. Entah orang yang dia pacari itu sungguh seorang peri atau es batu.

"Ya," jawab Flora cuek, berjalan mendahului Leo. "Mau kemana?"

Leo tersenyum. Leo pun menarik tangan Flora, berlari kecil ke arah jalan raya. Flora berdecak kagum ketika dia melihat kereta berbentuk hati yang dikemudikan oleh seekor kelinci.

"Bentar. Kalau sopirnya kelinci, berarti ini bukan kereta dari negeri ini?" tanya Flora, mengernyitkan dahinya. "Bukannya itu ilegal di negeri kita?"

Leo mengangguk, terkekeh. Tanpa basa-basi, Leo pun menarik tangan Flora memasuki kereta hati tersebut. Tak lama berselang, kereta itupun melaju melesat ke atas langit, melewati awan tipis yang menjelaskan betapa cerahnya langit malam ini.

"Lihat sayang, ada bintang," kata Leo antusias, menunjuk salah satu bintang yang ada di langit. "Dan itu anak bintang? Lucu banget, ya."

Anak bintang itu tampak memakai bedong, dibangku oleh bintang yang lebih besar dan cahayanya tak seterang bintang lainnya.

"Leo," Flora memberi jeda. "Sebenernya ini apa?"

"Kereta valentine," jawab Leo, tersenyum lebar. "Aku sewa untuk malem ini."

"Dalam rangka apa?" tanya Flora lagi.

"Aku udah lama pengen naik ini dan aku juga pengen kamu naik. Aku pengen naik kereta ini bareng kamu," kata Leo. "Kamu suka?"

Flora hanya diam, tak menjawab apapun. Kedua tangannya dia lipat di depan dada, sesungguhnya merasa kecewa mendengar jawaban Leo yang tak sesuai dengan apa yang dia harapkan.

Leo yang menyadari perubahan ekspresi Flora, lantas menaikkan sebelah alisnya, duduk lebih mendekat. "Kenapa? Aku ngelakuin kesalahan, ya?"

Flora menggeleng.

"Kamu sering kaya gitu. Gak pernah mau cerita apa yang salah," ujar Leo. "Cerita aja. Aku nyakitin perasaan kamu, ya? Aku salah bicara, ya?"

Flora menggeleng lagi.

"Kamu gak suka kereta ini?" tanya Leo, menebak lagi. "Yaudah, kalau kamu gak suka, kita turun sebentar lagi, ya?"

"Kamu bener-bener gak ngerti aku, ya," Flora memberi jeda. "Kamu sayang sama aku gak, sih?"

"Kok gitu?" Leo mengernyitkan dahinya. "Aku sayang kamu lah. Kok pertanyaanmu kaya gitu?"

"Kamu gak pernah bilang kamu sayang aku kalau bukan aku yang nanya," ujar Flora. "Kamu selalu memperlakukan aku kaya orang lain. Padahal, aku kan pacar kamu."

"Iya, kamu pacar aku. Aku memperlakukan kamu kaya orang lain gimana maksudnya?"

"Ya, kamu selalu sungkan. Kamu gak berani peluk aku duluan, kamu gak berani nyelinap masuk ke rumah aku, kamu gak mau ganggu aku kalau aku sibuk, kamu gak pernah marah sama aku," ujar Flora. "Kamu bahkan gak ngucapin selamat hari kasih sayang, hari ini. Kamu lupa."

Leo terdiam, cukup lama. Dia merasa kebingungan sekaligus kaget. Memang benar, dia dan Flora sangat berbeda dalam memperlakukan satu sama lain. Namun, bukan berarti dia tak menyayangi Flora. Salah sekali jika Flora berpikir begitu.

"Semua yang kulakuin itu sepenuhnya karena aku sepeduli itu sama kamu," ujar Leo. "Dan mana mungkin aku lupa sama hari ini? Buktinya, aku bawa kamu di kereta ini, malem ini."

"Ya, demi kamu juga, kan? Karena kamu udah lama pengen naik kereta ini. Bukan karena kamu inget sama hari ini."

"Ada banyak cara dari tiap orang untuk mengekspresikan rasa sayangnya. Sentuhan, hadiah, waktu, ucapan manis, atau tindakan," kata Leo. "Aku yang selalu bantuin kamu ngurusin bunga, aku yang bantuin kamu nyari buku kesukaan kamu, aku yang bantuin kamu iketin tali sepatumu meskipun kamu bisa iket sendiri, bukannya itu sama aja artinya dengan kalimat 'aku sayang kamu'?"

Leo pun bangun dari posisinya. Leo berdiri di dekat jendela kereta, berusaha meraih bintang yang menempel di langit biru gelap. Leo pun menyodorkan bintang itu kepada Flora. "Semua tindakan yang aku kasih ke kamu adalah bentuk dari kasih sayang aku ke kamu. Kadang, aku emang gak kasih tau semuanya karena semua orang punya cara yang beda untuk komunikasiin rasa sayangnya, Flora."

Tak bisa dipukul rata. Semua orang punya caranya masing-masing. Lalu, jika orang lain tidak memiliki cara yang sama dengan kita, bukan berarti mereka salah. Bukan berarti mereka tak cinta. Caranya hanya berbeda.

Flora meraih bintang tersebut, kedua matanya berkaca-kaca. Tak lama berselang, Flora pun memeluk Leo erat.

"Kalau gitu, kamu sayang aku, gak?" tanya Flora, merengek.

Leo tersenyum. "Sayang. Sayang banget. Sampe rasanya mau mati."

Flora hanya tak tau betapa Leo merasa hidup tiap kali dia bersama Flora. Flora yang grumpy, overthink, menggambarkan tokoh 'perempuan gila' pada lagu Nadin Amizah, semua itu tetap membuat Leo menyukainya. Segala bagian dari Leo tetap menyukai segala bagian dari Flora. Sepenuhnya. Apa adanya.

-----------------------------------------------

17 Okt 2023

My Cerpens; Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang