Pouring Rain, Pouring Love

335 37 1
                                    

"DIA kemana, ya?"

Risa mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke meja kaca yang ada di hadapannya. Matanya masih memandangi layar ponselnya, melihat tidak ada notifikasi favoritnya di sana.

"Dia lagi sibuk doang kali, Sa," ujar Sinta. "Gak usah khawatir banget kaya gitu, kali. Ini masih pagi."

"Iya, masih pagi, tapi, gue gak pernah gak nerima chat dari Mas Damar di pagi hari, soalnya biasanya, pas gue udah tidur, dia baru aja pulang kerja," Risa mencoba menjelaskan. "Dia pasti cek hape, Sin."

"Susah emang, kalau LDR," komentar Sinta. "Yang penting, lo gak usah mikir yang aneh-aneh. Siapa tau dia cape banget dan lupa ngabarin lo."

Risa hanya diam, tak menjawab apa-apa lagi. Dia melirik jam dinding di ruang kerjanya. Arloji bundar itu menunjukkan pukul delapan pagi, itu artinya, sekarang pukul empat subuh di tempat Damar, di Swiss.

Damar adalah pria yang sudah menjalin hubungan dengan Risa selama dua tahun. Sebenarnya, mereka sudah saling mengenal selama delapan tahun. Awalnya, mereka hanya berteman dekat, bahkan sejak Risa berusia 17 tahun dan duduk di bangku kelas sebelas.

Pada saat itu, Damar adalah seorang kakak kelas yang diidolakan oleh satu angkatan. Damar duduk di kelas dua belas waktu itu. Semua perempuan yang mengidolakannya tak pernah dia gubris sekalipun, meskipun dia tak menolak secara kasar juga.

Risa tak pernah berani memperlihatkan perasaannya di depan Damar, saat itu. Dia hanya mengagumi Damar secara diam-diam. Bahkan, untuk mengirimi surat dan bunga seperti yang teman-temannya lakukan pun dia tak berani. Dia hanya memperhatikan Damar dari kejauhan.

Sebenarnya, Damar adalah teman dekat dari abangnya Risa, Mike. Mike dan Damar merupakan teman sekelas dan keduanya sangat dekat, sudah seperti saudara. Damar juga kerap datang ke rumah Risa untuk menemui Mike, entah itu belajar bersama ataupun main PS bersama ketika weekend.

Status itu sebenarnya memberikan poin plus bagi Risa, karena dia bisa saja meminta Mike untuk mengenalkannya kepada Damar. Namun, dia tak melakukan itu. Meskipun Mike tau mengenai perasaan Risa untuk Damar, tapi Risa lebih menikmati menjadi pengagum rahasia. Dia takut, Damar bisa saja menjadi tak nyaman jika mengetahui perasaan Risa. Meskipun Risa tak tau, apakah bahkan Damar tau kalau Risa ada atau tidak.

Semuanya datar seperti itu sampai rasa duka memenuhi isi dada Risa ketika teman dekatnya meninggal karena sebuah kecelakaan. Risa sempat menjadi orang yang lesu karena perempuan itu adalah sahabatnya sejak lama. Apalagi, Risa bukanlah tipe orang yang gampang untuk memiliki banyak teman.

Mike yang ikut tak nyaman akan perubahan sikap Risa, lantas memberikan sesuatu untuk adiknya itu, yaitu meminta Damar untuk menghibur Risa.

Siang itu jamkos, kelas Risa remang-remang karena di luar sedang turun hujan lebat. Semua orang di kelas benar-benar kaget ketika melihat Damar yang masuk ke ruang kelas mereka dengan gitar, sembari memainkan satu lagu favorit Risa, Just The Way You Are, milik Billy Joel, dan berjalan ke arah Risa dengan senyuman manis yang terukir di bibirnya.

Sejak saat itu, Damar tau kalau Risa ada. Sejak saat itu, dia tau bahwa ada seorang perempuan bernama Risa yang memiliki rambut sebahu dan memiliki lesung pipi di bawah matanya ketika tertawa. Sejak saat itu, dia tau bahwa ada seorang perempuan bernama Risa yang mencintai ayam penyet lebih dari apapun.

Damar dan Risa jadi dekat, meskipun tak lebih dari sekedar teman. Risa pun tak mengerti, kenapa Damar selalu baik kepadanya, meskipun baru kenal. Mereka hanya berteman, meskipun perasaan Risa untuk Damar pun semakin berkembang.

Setelah keduanya lulus dari SMA, kuliah, sama-sama menjalin hubungan dengan orang lain, tapi dalam hati kecil Risa, dia tetap mengagumi Damar sama seperti ketika dia masih berusia 16 tahun, ketika pertama kali perasaannya ada untuk Damar.

Setelah berteman lama dan pada usia Risa yang menginjak 23 tahun dan Damar 24 tahun, Damar menyatakan perasaannya kepada Risa. Risa masih ingat, waktu itu pada tengah malam, di remang-remang cahaya rembulan yang membias lewat jendela ruang tengah. Risa menginap di rumah Mike dan ada Damar juga di sana.

Mike sudah tertidur di sofa, sedangkan Damar dan Risa masih bangun, menonton film yang mereka putar. Dengan garis jendela yang membias dan menjiplak di depan wajah Damar, Risa dapat melihat pernyataan cinta yang tulus dari pria itu. Pagi itu, pukul 2:00 AM, adalah hari yang takkan pernah bisa dia lupakan.

Mereka berpacaran, tapi setahun kemudian, Damar harus pergi ke Swiss atas permintaan kedua orang tuanya yang memang menggeluti bidang bisnis.

Meskipun serba berat, Risa mencoba untuk mengerti. Risa mencoba untuk mengerti mengenai segala kesibukan Damar, jarak waktu yang berbeda, serta mereka yang tak bisa bertemu dalam waktu yang lama.

Namun, Damar tak pernah membuatnya bingung. Meskipun lelah dengan pekerjaannya, Damar selalu menyempatkan untuk memberi waktu dan perhatiannya untuk Risa, serta melakukan yang terbaik untuk hubungan mereka. Begitu pula dengan Risa.

Tak terasa, satu hari sudah dia lewati dengan segala kekhawatiran yang berkecamuk di dalam dadanya. Layar ponsel itu tak kunjung memperlihatkan notifikasi yang dia tunggu-tunggu dari tadi pagi. Selain itu, teman satu apartemen dan rekan kerja Damar pun tidak menjawab apapun atas pertanyaan Risa.

Arloji menunjukkan pukul empat sore. Langit sudah gelap, ditambah hujan lebat yang membuat atmosfir semakin dingin. Setelah pulang dari tempat kerjanya, mandi, dan berpakaian, Risa hanya bisa duduk di kursi meja kerjanya yang ada di dalam kamar. Di dekat meja itu, ada sebuah jendela kaca yang menerawang ke halaman depan rumahnya.

Risa menopang dagunya, memandangi pagar rumahnya yang dihujam oleh rintik-rintik air hujan.

"Kemana sih dia?" gumam Risa. Rasanya, dia ingin menangis karena perasaan khawatir yang menyeruak di dadanya benar-benar terasa tak nyaman.

Tiba-tiba, dari posisi Risa, Risa dapat melihat ada seorang pria dengan mantel berwarna mocca berjalan memasuki perkarangan rumah Risa dan melewati pintu pagar yang tak terlalu tinggi tersebut. Risa tak dapat melihat wajahnya, karena wajahnya bersembunyi di balik payung biru muda yang dia pegang.

Sepersekian detik, Risa pun bangkit dari duduknya, lalu berlari keluar dari rumahnya.

Dia tak bisa melihat wajah pria itu, tapi dia tau itu siapa.

Risa pun berlari menuju pria itu dengan kaki telanjang yang basah karena genangan air di perkarangan rumahnya. Di bawah derasnya hujan dan mendungnya langit, dia berhambur ke pelukan pria itu, membuat payung biru muda tersebut terjatuh.

"Kamu bikin aku khawatir tau, gak?" kata Risa, penuh kekesalan. "Pulang ke Indonesia gak bilang-bilang."

Damar tertawa. "Gimana, sih? Pacarnya dateng bukannya disambut malah diomelin."

Risa memeluk Damar, lama sekali. Baginya, ini adalah obat dari segala kekhawatiran yang dia rasakan dari tadi pagi.

"Sa," panggil Damar.

"Ssstt," desis Risa, meminta Damar untuk diam. "Aku gak mau lepasin."

"Menikahlah denganku."


-----------------------------

12:10 AM, 18 Nov 2021

My Cerpens; Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang