You, Edelweiss

2K 114 9
                                    

❝AKU masih sayang kamu, Langit," ujar Paula dengan nada rendah. Langit, yang mendengar hal tersebut, tentunya takkan tau, apakah itu nada yang menunjukkan keraguan atau nada yang melukiskan kesedihan. "Kamu kenapa tinggalin aku?"

Langit hanya terdiam. Paula juga terdiam, menunggu Langit membalas. Lelaki yang berambut sedikit ikal tersebut, menarik napas panjang, kemudian melemparkan senyumannya, tipis. Tipis sekali.

"Maaf, Paula. Aku bukan Langit yang dulu."

Paula masih dapat mengingat dialog tersebut dengan baik, meski hari ini sudah menginjak tiga bulan tujuh hari sejak dia bertengkar dengan Langit waktu itu. Pertengkaran sepele yang berujung perpisahan.

"Udahlah, gak ada gunanya dipikirkan," sahut Freya memasuki kamar Paula, kemudian menyodorkan satu toples besar berisi popcorn buatan tangannya sendiri.

Malam ini, mereka akan menonton sebuah film komedi. Mungkin ini adalah pertama kalinya mereka menonton film bergenre komedi sejak sepuluh tahun bersahabat. Biasanya, jika mereka menonton film yang bergenre komedi, minimal, pasti akan ada genre romance di dalamnya. Baru kali ini, mereka menonton hanya untuk tertawa.

Freya, gadis tujuh belas tahun yang memahami sahabatnya itu lebih baik dari siapa pun, sebenarnya sudah khawatir dalam artian yang tidak normal kepada sahabatnya itu. Sudah hampir empat bulan Paula dan mantan kekasihnya, Langit, berpisah, dan selama hampir empat bulan pula Freya merasa seperti bersahabat dengan seseorang yang berbeda.

Patah hati membuat Paula berubah cukup jauh. Meski Freya merasa bahwa Paula yang terlalu berlebihan menanggapi pengalaman patah hati pertamanya, namun dia tak dapat mengatakan itu secara langsung kepada Paula; karena kita tak bisa mengatakan orang lain berlebihan atau terlalu sensitif, hanya karena kita tak tau apa yang mereka rasakan.

Patah hati pertama? Ya. Perempuan yang terkenal di SD, SMP, bahkan SMA untuk susah didekati itu, nyaris tak pernah dekat dengan laki-laki mana pun, itulah kenapa Paula merasakan patah hati yang mendalam ketika putus dari Langit. Seseorang yang sulit mencintai akan sulit melupakan pada akhirnya.

Bukan fisik yang menjadi penyebab Paula tidak didekati banyak laki-laki. Paula adalah perempuan super sarkastis dan nyaris tak tertarik dengan siapa pun di dunia ini. Mungkin itulah kenapa, Freya-lah satu-satunya teman yang Paula miliki, itu pun karena orang tua mereka berteman.

"Dia bilang...," Paula menjatuhkan tubuhnya di atas kasur, menghadap ke dinding, membelakangi Freya yang sudah duduk di atas sofa kamar Paula, siap untuk menonton film yang mereka rencanakan. "Dia bukan Langit yang dulu."

Freya hanya bisa diam, tetap menatap lurus ke depan, menonton film yang sudah mulai.

"Aku harus gimana?" tanya Paula merengek. "Aku kurang apa?"

"Ah, udahlah," ucap Freya kesal. "Kamu gak kurang apa-apa. Dia yang berubah. Dia bukan Langit yang dulu."

Paula terdiam, bangkit dari posisinya, lalu duduk di sebelah Freya dengan wajah yang berantakan. Bahkan setelah tiga bulan berpisah, wajah dan perasaannya masih semenyedihkan ketika dia dan Langit baru saja putus.

"Tiap orang berubah," ucap Freya mulai mengambil beberapa popcorn dari toples berwarna biru muda tersebut. "Entah mereka berubah, atau hanya menampakkan sifat aslinya."

Paula hanya diam, menatap ke arah TV yang menjadi pusat perhatian kedua gadis itu saat ini.

"Kamu tau, apa yang paling aku benci di dunia ini?" tanya Paula.

"Pak Rafli?" kata Freya menoleh sekilas, menyodorkan nama guru matematika, guru yang paling mereka benci di sekolah.

"Itu sih, nomor dua," jawab Paula. "Aku benci ketika orang berubah."

My Cerpens; Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang