How I Love You Sounds Like

224 18 0
                                    

"BELUM tidur?" tanyaku mengernyitkan dahi.

Linda yang sedang berbaring di atas tempat tidur sambil membaca buku, lantas menggelengkan kepalanya untuk merespon pertanyaanku.

Aku duduk di tepian kasur, meletakkan tanganku di atas kaki Linda. "Kenapa, sayang?"

Linda menoleh ke arahku. "Aku nungguin kamu pulang, biar tidurnya bareng kamu."

Aku tersenyum, lalu mengangguk mengerti. "Yaudah. Aku mandi dulu, ya?"

Linda adalah istriku. Kami sudah menikah tiga tahun, tapi kami belum dikaruniai buah hati dan aku yakin, dia pasti merasa pernikahan ini amat hambar. Semuanya terjadi karena Linda adalah istri keduaku dan selama tiga tahun ini, aku lebih sering menghabiskan waktu di rumah istri pertamaku.

Aku tak ingin kalian menghujat Linda. Dia bukan orang jahat dan baik aku maupun dia juga tak mau berada di posisi ini. Aku punya alasan, jadi dengarkan aku terlebih dahulu.

Sejak awal, aku hanya mencintai Linda. Sampai sekarang pun, aku hanya mencintai Linda. Tak ada yang lain. Hatiku hanya miliknya. Aku ini adalah miliknya, sepenuhnya miliknya. Lenganku, pundakku, punggungku, semuanya adalah miliknya. Aku tak pernah ingin membagi diriku untuk perempuan lain dan membuat Linda merasa sakit. Tak pernah sekilaspun ada niat di hatiku untuk menyakiti dirinya.

Hubungan kami sebagai sepasang kekasih hancur karena ayahku terlibat bisnis dengan seorang pengusaha besar. Aku juga bekerja di bisnis ini, jadi aku mengenalnya. Dia adalah pengusaha yang tajir melintir. Bahkan, harga diriku pun mungkin bisa dia beli. Tak salah, dia memang bisa membeli harga diriku. Itulah kenapa pada akhirnya, aku harus menikahi putrinya yang bernama Nina.

Nina adalah orang yang baik, kuakui itu. Tak hanya baik, dia pun cantik, berpendidikan, dan nyaris sempurna. Aku dituntut harus memberikan anak laki-laki sebagai penerus perusahaan. Kewajibanku hanya sebatas itu, setelah itu aku boleh bercerai dengan Nina dan menikahi wanita yang kucintai. Begitu pula dengan Nina. Aku tau, dia pun mencintai pria lain. Pria lain itu hanya tak berdarah biru. Itulah kenapa ayah mertuaku tak menginginkannya.

Cintaku kepada Linda sangat besar, begitupun sebaliknya. Akhirnya, kami memutuskan untuk menikah. Ayah Nina, ayah mertuaku, pun menyetujuinya selagi aku bisa menjamin bahwa aku bisa memberikan anak laki-laki bersama Nina. Akhirnya, aku dan Linda mulai menjalani hubungan kami dan itu membuatku cukup kewalahan.

Aku berhasil memberikan Nina anak laki-laki. Sekarang, jagoan kecil yang sangat mirip dengan ibunya itu sudah berusia dua tahun. Aku masih sering mengunjunginya dan bermain dengannya, meskipun aku sudah berpisah dengan Nina dan sudah sepenuhnya menjadi milik Linda. Linda pun menyayangi anakku dan Nina, meskipun aku tau, sebenarnya selama ini, batinnya tersakiti.

"Kamu sebenernya udah ngantuk, tapi masih aja nungguin aku," kataku, menarik selimutku. "Kenapa sih, hm?"

Linda hanya diam. Matanya sayu, benar-benar mengantuk. "Arga gimana? Sehat?"

Aku mengangguk. "Dia nyariin kamu tadi."

Linda tekekeh kecil. "Aku mau bawa dia jalan-jalan deh, besok."

Aku mengusap kepala Linda, memandanginya yang sudah memejamkan mata. "I love you. I love you sooo much."

Linda membuka matanya, memandangiku lama. "Don't say that."

"Kenapa?"

"It's like you'll leave me."

Kedua matanya memancarkan rasa takut. Aku tau, selama ini, dia pasti merasa sakit akan semua yang sudah kami lalui. Aku pun sudah memprediksi ini sejak awal dan berniat untuk mundur. Namun, ibarat kata, Linda rela menyeberangi samudra demi bersamaku. Dia tak memperbolehkanku untuk mundur. Dia rela mengalah dan terus bersabar demi cintanya padaku. Aku tau, orang bilang, cinta dan bodoh itu beda tipis. Aku benar-benar tak pernah ingin menyakitinya dan bertindak egois. Dia pun tak bodoh. Dia tulus. Entah akan kutemukan dimana perempuan setulus dirinya.

Bahkan, ucapan I love you pun terdengar seperti ucapan perpisahan di telinganya. Mungkin, karena ketika aku masih bersama Nina, aku selalu mengucapkan kalimat itu tiap kali aku berpamitan dengan Linda.

"Aku gak bakalan kemana-mana lagi," kataku. "Aku... dari dulu, sekarang, dan seterusnya. Aku cuma cinta sama kamu, Lin. Gak akan pernah ada yang lain."

Linda tersenyum ringan.

"Maafin aku karena nyakitin kamu terus," kataku. "Setelah semua ini, sekarang, cuma ada kita berdua. Makasih karena udah selalu nerima aku. Kamu bahkan sayang banget sama Arga."

Linda mengangguk.

"Kamu tau," Aku memberi jeda. "Nina pun bakalan sayang banget sama anak kita, kaya kamu yang sayang banget sama Arga. Nina cuma punya satu anak, tapi kamu bakalan punya banyak anak. Rumah ini mungkin selalu terasa dingin, tapi aku janji, rumah ini bakalan hangat dengan gelak tawa anak kecil yang lari kesana-kesini. Mungkin, kita bahkan sampe capek ngurusin mereka."

Linda terkekeh kecil. "Emang iya?"

Aku mengangguk. "Arga bakalan sayang banget sama mereka. Mereka juga bakalan seneng banget main sama Arga."

Linda mendekat, memelukku erat. "I love you."

Ketika aku mendengar kalimat itu, aku tak mendengarnya sebagai ucapan perpisahan. Kalimat itu terdengar seperti kalimat penuh cinta dan begitu hangat bagi hatiku. Itulah perbedaan bagaimana aku memperlakukannya dan bagaimana dia memperlakukanku.

"I love you more," jawabku.

"I love you most."

"I love you mostest."

"I love you mostestest."

Aku tertawa, membenamkannya di dadaku, mengusap punggungnya pelan. Aku akan mengubah kesan dari ucapan I love you itu di telinganya. Aku akan membuatnya merasakan kehangatan yang sama seperti yang kurasakan ketika dia melemparkan kalimat itu untukku.

Aku memang tak bisa menjanjikan apapun. Namun, kali ini, aku akan berusaha dan melakukan apapun demi menjadi pasangan yang terbaik untuknya.



-------------------------------

13 Feb 2022

My Cerpens; Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang