Romansa Radio

173 16 1
                                    

ADA satu suara yang entah bagaimana, dapat menenangkan perasaan yang berantakan, pikiran yang kusut, dan tubuh yang lelah. Suara yang tiap malam kudengarkan tiap kali aku mengerjakan tugas, memindahkan catatan, ataupun sudah berada di pulau kapuk bersiap untuk terbang ke bunga tidur. Suara itu bagaikan lullaby di telingaku, membuatku mengantuk. Bukan karena membosankan, tapi karena menenangkan dan membuatku merasa nyaman.

Suara itu milik seorang penyiar radio di salah satu saluran favoritku. Itu bukanlah saluran radio resmi, tapi jujur saja, aku menyukainya. Lagu-lagu yang diisi di saluran itupun memakai lagu klasik, sefrekuensi dengan selera musikku. Lelaki itu terdengar ramah, aku suka tiap kali dia membaca komentar pada pendengar dan tertawa renyah. Lalu, setauku, kebetulan, dia tinggal di kota yang sama denganku. Aku tak pernah melihatnya. Aku hanya pernah mendengar suaranya, guyonannya, dan isi pikirannya tiap kali dia bercerita di saluran radio miliknya. Rasanya benar-benar nyaman ketika aku merasa kamar kos terlalu sepi, tapi selalu ada satu saluran radio yang bisa kunyalakan dan aku bisa mendengar suaranya, seketika tak lagi merasa kesepian.

Kuliahku berat. Mungkin, karena aku sudah mulai masuk ke semester yang lebih berat. Tugas dimana-mana, belum tuntutan dari berbagai arah. Rasa kesepian adalah pupuk yang benar-benar ampuh membuat rasa lelah semakin tumbuh subur. Aku merasa kuliahku berat dan melelahkan, tapi akupun merasa kesepian. Aku ingin memiliki seseorang untuk menemaniku. Maksudku, bukan harus dalam artian percintaan. Aku hanya lelah dan kesepian, dua hal itu benar-benar best duo untuk membuatku menangis tanpa alasan yang jelas.

Aku menghela napasku, panjang. Akupun memasukkan laptop, buku catatan, dan barang-barangku yang lainnya ke dalam tas. Akupun keluar kos, berjalan menelusuri gang, jalan pintas menuju kampus. Aku memijit dahiku pelan. Rasanya, aku kurang tidur tadi malam. Aku juga kebanyakan belajar sehingga energiku benar-benar terkuras. Namun, aku harus ke perpustakaan yang ada di kampus untuk meminjam buku untuk referensi yang harus kudapatkan minggu ini juga. Meskipun ini akhir minggu, tapi tugasku tetap harus kukerjakan. Itu adalah tanggung jawabku.

"Oke, beli kopi dulu kali, ya," gumamku menepi, lalu memasuki sebuah kedai kopi dengan sedikit ragu. Kedai kopi itu kecil, bersih, dan tampak menggemaskan, seperti tempat nongkrong anak muda meskipun hanya ada dua meja bundar dan satu meja panjang yang menempel dengan dinding seperti model meja yang biasa ada di kedai ramen. Kedai kopi itu bersebelahan dengan toko harian yang ada di sebuah gang menuju kampus. Mungkin, tak bisa dikatakan sebagai gang yang sempit karena ada banyak anak-anak kecil bermain di dekat situ.

Suara gemerincing bel berbunyi halus ketika aku membuka pinti itu. Seorang lelaki yang semula sibuk menata rak di dekat meja kasir dan membelakangiku, lantas menoleh ketika mendengar suara gemerincing itu. Dia pun menaikkan alisnya, menungguku selesai dengan kebimbanganku akan varian apa yang akan kupesan. Dia mengenakan pakaian berwarna coklat dengan apron berwarna hitam. Ada kacamata yang bertengger di hidungnya.

Setelah menyebutkan pesananku, aku pun duduk di salah satu kursi meja bundar itu. Sepersekian detik, ponselku mengeluarkan notifikasi. Akupun menghela napas pasrah ketika aku membaca notifikasi itu dari layar lockscreen ponselku.

Nayla
Gue barusan udah sampe perpus kampus Rat, katanya perpus baru dibuka jam 1 nanti. Gimana? Lo masih di kos atau dimana?

Aku melirik jam tanganku. Ah, masih dua jam lagi. Baiklah, aku terlalu malas untuk kembali ke kos. Lebih baik, aku di sini saja dan melanjutkan tugasku di laptop. Lagipula, tempat ini nyaman. Ada pendingin ruangan, meja yang nyaman, dan suasana yang tenang.

Akupun mengeluarkan laptopku, mulai melanjutkan tugas yang tadi pagi sebenarnya sudah sempat kukerjakan sebentar. Tak lama kemudian, tangan yang dilingkari jam tangan abu-abu itu meletakkan pesananku di atas meja.

My Cerpens; Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang