Tanda Tangan

769 43 1
                                    

Cerpen ini bergenre thriller. Boleh skip kalau tak suka.

---------------------------------------

Mahasiswa Universitas Kamboja Ditemukan Meninggal dengan Luka Tusukan di Ruang Musik.

Judul dari berita itu membuatku mengernyitkan dahi. Aku yang baru saja bangun dari tidurku, lantas mengubah posisiku menjadi duduk, sedikit kaget dengan berita yang baru saja kubaca.

Group chat milik angkatanku tampak riuh, membicarakan berita mengejutkan yang datang dari Universitas kami, yaitu Universitas Kamboja. Hanya tertera inisial dalam berita itu, yaitu AA.

Aku kaget bukan main, ketika mereka menyebutkan nama asli korban di group chat itu.

Afif Andika.

Bukankah dia adalah pacar dari kakak tingkat yang tadi malam baru saja kuminta tanda tangannya?

Aku, Lita, seorang mahasiswa baru kedokteran gigi di Universitas Kamboja. Angkatanku, angkatan 2021 memiliki satu tugas yang diberikan oleh kakak tingkat kami, yaitu harus mengumpulkan tanda tangan mereka dalam waktu satu bulan.

Menurutku, tugas ini sangat menyebalkan karena aku jelas-jelas punya banyak tugas lain selain meminta tanda tangan kakak tingkat. Maksudku, apa pentingnya tanda tangan mereka? Aku bahkan bersumpah akan membuang buku yang berisi tanda tangan itu, jika tugas ini sudah usai.

Kakak-kakak tingkat di Universitasku menyebalkan. Mulai dari laki-laki sampai perempuan, semuanya hanya gila hormat yang menuntut kami untuk terus menghargai mereka, tapi mereka sendiri tak mau menghargai kami. Semuanya terbukti ketika kakak tingkat yang membina kelompokku ketika OSPEC, Bang Saqil, meminta kami berkumpul pada jam sembilan malam, menjanjikan akan memberikan kami tanda tangannya untuk tugas ini, tapi dia justru tak datang dan membuat kami menunggu selama satu jam.

Aku membenci orang yang seperti itu.

Selain itu, ada juga Kak Rika, kakak tingkat yang menyuruh kami untuk membeli rokok dan mengantarkan rokok tersebut ke apartemennya. Jika kami tidak datang ke apartemennya dengan syarat itu, maka dia tidak akan memberikan tanda tangannya.

Hal bodoh lainnya juga ada pada Kak Layla, kakak tingkat yang menyuruh kami mencari tau tentang pacarnya. Nama, jabatan, serta alamat rumah pacarnya tersebut. Jika kami tak bisa mencari tau tiga poin tersebut, maka dia takkan memberikan tanda tangannya kepada kami.

Sebenarnya, kami berhasil mendapatkan nama dari pacarnya, beberapa hari yang lalu. Nama pacarnya adalah Afif Andika. Aku merasa sudah seperti intel saja, mencari tau mengenai pacarnya, yang bahkan tak menarik untukku.

Apa manfaatnya bagiku untuk mengetahui nama pacarnya? Jabatan pacarnya? Alamat pacarnya? Hal ini membuat kami, satu angkatan, merasa kesal. Namun, bukankah itu yang para kakak tingkat inginkan? Membuat kami kesal dan kesusahan.

Namun, beberapa hari yang lalu, karena sudah berhasil mendapatkan nama dari pacar Kak Layla, kami pun memiliki akses untuk bisa mendapatkan jabatan dan alamat rumah dari pacar Kak Layla tersebut, Bang Afif. Meskipun tak mudah, setidaknya, kami bekerja sama untuk mencari tau sana-sini mengenai dua poin yang tersisa tersebut, apalagi alamat rumahnya.

"Eh, bukannya kita bisa liat alamat rumah Bang Afif lewat biodata kepanitiaan, ya? Ketua angkatan kita, Dito, sempat dikasih buku saku kampus, kan?"

Dari situ, kami pun mendapatkan alamat rumah dari Bang Afif.

Malam itu, anak-anak perempuan di angkatanku berniat untuk menemui Kak Layla dan meminta tanda tangan, karena deadlinenya adalah dua hari lagi. Namun, malam itu, aku tak bisa ikut karena ada jadwal untuk check up ke rumah sakit.

Namun, dua jam setelah itu, aku pun memutuskan untuk menghubungi Kak Layla, menanyakan dimana lokasinya sekarang, agar aku bisa meminta tanda tangannya sekarang juga. Pasalnya, besok adalah hari yang sibuk dan kami praktikum sampai malam, sampai aku tak yakin untuk dapat menemuinya besok.

Daripada kena hukum karena tidak lengkap dalam mengumpulkan tanda tangan, akhirnya aku memutuskan untuk menyelesaikan urusan tanda tangan ini malam itu saja.

"Halo."

"Halo, Kak Layla," ujarku. "Maaf mengganggu. Aku Lita, dari angkatan 2021. Boleh tau dimana lokasi Kakak sekarang gak, ya, Kak? Aku mau minta tanda tangan, kalau Kakak berkenan."

"Kamu cari tau dimana posisi pacarku sekarang," kata Kak Layla. "Aku juga di situ. Oke, aku tutup ya teleponnya."

Aku menghela napasku kasar. Bagaimana mungkin dia masih tega menyusahkanku semalam ini? Sebenarnya, tak apa jika dia memintaku untuk datang padanya besok saja, asalkan tidak menyusahkanku seperti ini.

Aku pun tertegun.

Bukankah pacarnya adalah ketua UKM band? Bukankah saat kami melihat buku saku kampus tersebut, tertera jadwal latihan rutin dari UKM band? Bukankah malam ini jadwalnya?

Aku pun pergi menuju kampus dan berjalan menuju lantai dua, dimana ruang musik berada. Ketika aku mengetuk dan membuka pintunya, aku dapat melihat ada Kak Layla di sudut ruangan, tengah sibuk dengan ponselnya. Mungkin, dia hanya sedang menemani pacarnya latihan.

Namun, sepersekian detik, aku dapat mendengar suara teriakan dari beberapa orang anggota UKM band. Mereka pun berlari ketakutan keluar ruangan, termasuk Kak Layla.

Loh?

Sejak kapan aku memegang pisau di tangan kananku? Kini, pisau itu berlumuran darah segar, sedangkan Bang Afif hanya bisa terkulai lemas, dengan beberapa tusukan di dadanya.

Sejak kapan aku menusuknya?

Ah, ya, benar. Ternyata, malam itu, aku yang menusuknya berkali-kali dan membuat Kak Layla dan anggota UKM band lainnya ketakutan.

Ah, ayolah. Apakah ini salahku karena mengetahui dimana mereka berada?

Samar-samar, dapat kudengar suara mobil polisi dari posisiku saat ini. Oh, Kak Layla dan anggota UKM band itu tidak langsung melaporkanku pada malam harinya? Mereka terlalu takut, sehingga pada pagi ini, mereka baru berani memberikan kesaksian?

Menarik sekali.

------------------------------

9:35 PM, 6 Des 2021

My Cerpens; Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang