Evil 4

13.5K 1.2K 17
                                    

*****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*****

Aku berjalan ke ibukota sendirian. Tanpa barisan pengawal. Tanpa kereta kuda berlapis emas. Tanpa satupun pelayan. Yah, putri kekaisaran ini sama sekali tidak penting. Tidak akan ada manusia bodoh yang mau menghabiskan waktu dengan menyerang putri yang sama sekali tidak punya peran ini. Menggarami air laut rasanya lebih berguna.

Dan, kalau kalian mau tahu. Pamanku yang baik itu hanya menempatkan satu ksatria di istanaku. Itupun ksatria amatir yang mengayunkan pedang saja tidak bisa. Kereta kuda milikku juga kereta kuda dari kayu biasa. Bahkan, kereta kuda milik rakyat biasa saja rasanya lebih baik. Bukan bermaksud mengeluh ataupun menghina. Tapi, jujur saja, kekaisaran ini miskin sekali.

Lupakan saja soal kereta kuda mengenaskan itu. Aku akan membeli kereta kuda bertabur permata. Dan, soal pengawal. Yah, tidak usah dipedulikan. Aku bisa menjaga diriku sendiri. Walau usia tubuh ini masih 6 tahun. Tapi, jiwanya adalah iblis berusia 19 tahun.

Ah, aku jadi penasaran. Kemana jiwa anak ini pergi. Dan, bagaimana mungkin aku bisa tersesat di sini? Aku kan harusnya sedang berada di alam baka. Membalaskan dendamku pada si manusia sialan yang sudah membunuhku.

Hah, lupakan saja soal balas dendam. Aku rasa menjadi putri kekaisaran miskin tidak buruk juga. Apalagi, orang-orang di istana cukup menghiburku. Apalagi para pelayan yang tiba-tiba menaruh hormat padaku. Haha, benar-benar sangat menghibur.

Langkah kakiku terhenti di depan sebuah toko buku. Aku tidak tahu apapun soal kekaisaran ini. Jadi, ada baiknya kalau aku sedikit mencari informasi. Perpustakaan istana kekaisaran memang memiliki koleksi buku paling lengkap. Tapi, aku yakin pamanku yang baik hati itu tidak akan mengijinkanku masuk.

Beberapa orang anak perempuan berjalan ke arahku. Usia mereka mungkin 5 tahun lebih tua dariku. Kelihatan seperti anak bangsawan. Dan, jujur saja, aku benci dengan tatapan mereka. Tatapan mengintimidasi.

"Wuah, coba lihat siapa yang datang?!?!" Seorang anak dengan kipas di tangannya menatapku jijik. Anak-anak lain tertawa pelan. Juga menatapku jijik.

Ugh!!! Apa yang terjadi?!?! Kenapa tubuh ini bergetar? Mana mungkin anak ini takut pada gertakan bodoh semacam itu. Ah, rupanya karena anak-anak aneh ini selalu menganggunya. Mereka juga sering mendorongnya hingga terjatuh. Dan, tentu saja tidak ada yang menolongnya. Pamannya yang baik hati itu terlalu sibuk mencari cara untuk terus memakai mahkota yang bukan miliknya.

Aku menghembuskan nafas panjang. Aku ini adalah iblis yang memimpin perang melawan manusia. Jadi, aku tidak akan takut pada bocah bodoh seperti mereka. Justru, merekalah yang seharusnya takut pada diriku. Karena, diakui atau tidak aku tetaplah seorang putri kekaisaran.

"Salam, makhluk-makhluk bodoh yang tidak aku kenal!" Aku mengangkat kedua ujung gaunku. Kepalaku menunduk. Senyumku mengembang sempurna. Tidak ada lagi tubuh gemetar atau pelupuk mata yang basah.

Biar aku perkenalkan mereka padamu. Amoera Ale Kakeèi, putri Count Kakeèi yang dibilang cukup hebat dalam mengelola bisnis perdagangan mereka. Harta keluarganya setara dengan seorang Duke. Tapi, dia sama sekali tidak berniat menghabiskan hartanya untuk mendapat gelar itu.

Marrinod Leh Agarsya, putri kedua Duke Agarsya yang samgat tidak memilik peran penting bagi kekaisaran. Dia hanya sekadar memiliki gelar. Tapi, gelar itu hanya dia manfaatkan untuk mendapat harta. Dia sama saja seperti anaknya tidak berguna ini. Anak ini adalah orang yang paling parah dalam menyiksaku.

Aggresse Dei Aloéra, putri dari Count Aloéra yang menjadi salah satu dari banyaknya sekutu pamanku. Sekedar informasi, Marquiss Degro yang bodoh itu adalah pamannya. Hah, darah memang lebih kental daripada air. Paman dan keponakan sama saja. Sama-sama tidak berguna.

Dan, Alesa Ned Aloèra. Dia adalah saudara kembar Aggresse. Wajah mereka sama. Sifat mereka juga sama. Sama-sama busuk. Hah! Mungkin keluarga Count Aloéra memang berbakat dalam menghasilkan manusia yang tidak berguna.

Aku mengangkat kepalaku. Masih tersenyum manis. Anak-anak itu menatapku tajam. Ah, aku suka dengan tatapan itu. Tapi, tatapan itu tidak bisa membuatku takut.

"Beraninya kau!!!" Marrinod melayangkan tangannya. Kipas kayu itu siap mengenai kepalaku. Yah, mungkin hanya akan menimbulkan sedikit nyeri dan luka memar. Tapi, tentu saja aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Tubuh ini terlalu cantik untuk terluka.

Aku mencekal tangan Marinod. Manik mataku menatapnya tajam. Gadis itu nampak ketakutan. Apalagi begitu aku mencengkeram tangannya dengan erat. Nampak jelas kalau dia meringis. Betapa beruntungnya dia karena aku tidak memanjangkan kuku ku.

Ketiga temannya hanya diam mematung. Menatapku tak percaya. Tentu saja mereka kebingungan. Putri yang hanya bisa diam dan menangis saat dipukul sekarang berani melawan. Kucing bertelur rasanya lebih bisa dipercaya.

Aku menarik Marrinod. Tingginya sama denganku sekarang. Aku meletakkan bibirku di telinganya agar dia bisa mendengar ancaman, maksudmu ucapanku dengan jelas.

"Aku harap telingamu itu sudah mendengar kabar soal Marquiss Degro. Dan, walau kau tidak dilengkapi dengan otak. Aku yakin kau tahu apa yang harus dilakukan!"

Aku melepaskan cengkraman tanganku. Lantas tersenyum. Tubuh Marrinod bergetar. Pelupuk matanya bahkan sedikit basah. Keringat mengalir deras dari dahinya. Ketiga temannya juga diam mematung. Ah, aku suka pemandangan ini.

Amoera menarik tangan Marrinod. Keempat anak itu melangkah pergi.

"Selamat tinggal, rakyatku yang tidak berguna!!!" Aku melambaikan tanganku. Senyumku mengembang.

Aku yakin akan ada makhluk yang berteriak begitu aku sampai di istana. Asal kalian tahu saja, pamanku yang baik hati itu menyuruh beberapa mata-mata untuk mengawasiku. Kalian lihat makhluk yang tengah membaca koran dengan bersandar pada dinding toko itu? Dialah mata-mata itu.

Hah! Penyamarannya buruk sekali.

Aku berjalan ke arahnya. Orang itu nampak terkejut begitu aku berdiri di hadapannya. Aku tersenyum. Makhluk itu balas tersenyum.

"Paman, harusnya paman jadi tempat sampah saja. Orang-orang pasti tidak akan bisa membedakannya." Aku tersenyum manis.

Orang itu meremas korannya. Tangan kanannya melayang ke kepalaku. Hah! Sebenarnya, kenapa orang-orang di kekaisaran ini samgat terobsesi untuk memukulku?

Aku kembali mencekal tangan pria yang usianya 6 tahun dariku itu. Mataku menatapnya tajam. Lihatkan! Dia payah sekali. Melepaskan tangannya dari cengkraman anak kecil usia 6 tahun saja tidak bisa. Pamanku itu memang selalu menyuruh orang yang mencerminkan dirinya. Tidak becus dan tidak berguna. Persis sekali.

Dia nampak sangat kesulitan melepaskan cengkraman tanganku. Beberapa orang yang lewat menatap kami. Mereka berbisik. Tentu saja membicarakanku. Aku rasa aku akan jadi topik utama di semua koran dan gosip yang ada di kekaisaran ini.

Aku melepaskan cengkramanku. Pria itu mengusap pergelangan tangannya yang memerah. Ada bekas cap tangan mungil di atasnya. Aku rasa cengkramanku masih kurang kuat. Harusnya bekas ungu yang tertinggal di sana. Bukan merah.

"Aku hanya memberi saran karena penyamaran paman sangat buruk!" Aku tersenyum manis. Lantas pergi.

Setidaknya, dengan begini orang itu akan berhenti mengikuti karena dia harus melapor pada atasannya. Tak perlu khawatir soal itu. Aku sudah punya alasan yang sangat bagus.

Sekarang, ayo kita belanja sepuasnya! Habiskan semua permata dan koin emas yang ada!

The Devil Become A Princess✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang