Evil 72

5.7K 579 8
                                    

Kami menatap Pefil yang berubah menjadi elves raksasa. Si kembar dan Russel kompak memasang kuda-kuda. Siap bertarung. Aku dan ayah Charice juga memasang kuda-kuda.

Kami semua siap melawan elves raksasa sialan ini beserta para pengawalnya.

Dalam hal jumlah dan kekuatan, kami memang kalah. Tapi, tidak ada yang bisa mengalahkan kekuatan seorang ayah yang melindungi anak-anaknya, kan?

Aku yakin kalau kami akan menang. Kalaupun kami tidak menang, aku harap ada salah satu dari kami yang bisa keluar dengan selamat agar Janeiro tidak kehilangan pemimpin mereka.

Sebenarnya, masalah ini bisa selesai jika Pefil berhasil membunuhku. Tapi, apa benar solusinya semudah itu? Aku yakin Pefil tidak akan membiarkan yang lain tetap hidup bahkan jika aku membunuh diriku sendiri.

Pefil mengangkat kedua tangannya di udara. Jutaan bola berwarna hijau lumut muncul. Dalam waktu bersamaan, jutaan bola itu turun begitu saja. Seperti hujan.

Saat salah satu bola menyentuh pohon, pohon itu seketika melepuh. Kemudian, perlahan mati.

Aku meneguk ludah. Sudah bisa dipastikan kalau bola hijau lumut itu berisi cairan asam. Jika tubuh kami terkena sedikit saja, kami jelas akan mati dengan kulit melepuh.

"Buat tameng berbentuk bola!" kata Russel, memberi aba-aba.

Kami semua segera melakukan apa yang diminta Russel. Tidak ada lagi status sebagai bangsawan di medan perang kali ini. Orang terkuat adalah orang yang memimpin.

Abercio membuat tameng air yang menelan bola asam. Dimitri mengandalkan tameng angin yang melempar bola asam yang mengenai tamengnya ke sembarang arah. Ayah Charice kali ini membuat tameng dari pusaran air yang memerangkap bola asam. Aku membuat tanaman berbentuk seperti kubah yang menelan semua bola asam dan mengirim mereka ke dalam tanah. Russel seperti biasa. Memilih berpindah tempat. Menelusuri setiap tubuh Pefil yang tidak terkena hujan bola asam sambil sesekali menghindari ayunan tangannya. Juga mengirim serangan balasan.

Pefil memang bertubuh besar. Tapi, dia jadi melambat.

Sementara kami bersembunyi di balik tameng masing-masing, para naga hanya perlu merapatkan sayap mereka. Kulit mereka kan lebih keras daripada rong. Lagipula, bola asam itu kebanyakan hanya turun di atas kepala kami. Karena kami adalah mangsa Pefil.

"Ugh...."

Terdengar suara erangan dari setiap bawah kubah yang ada. Kami sudah membuat kubah selama 10 menit. Dan, serangan bola asam ini masih saja terus berlanjut.

Kubah yang kami buat semakin menipis. Kekuatan yang kami keluarkan semakin besar untuk menguatkan kembali kubahnya.

Pefil sepertinya tidak punya niatan untuk menghentikkan serangannya. Dia menyerang dengan membabi-buta. Tidak peduli siapa yang melepuh karena bola asamnya. Bahkan, para pengawalnya pun tidak luput dari serangan itu. Hampir semua robot dan elves melepuh. Beberapa elves bahkan sudah jadi tengkorak.

Mereka tidak bisa berlindung karena tuan mereka tidak menyuruh mereka untuk melakukannya. Pefil lebih fokus membunuh kami dibandingkan peduli dengan para kroconya.

Kalau terus seperti ini, kami bisa langsung jadi tengkorak!

Apa tidak ada yang bisa aku lakukan sebagai reinkarnasi terakhir dari Dewi Cahaya? Jika aku mati dan tidak berhasil mengalahkan Pefil, tidak akan ada lagi musim semi di bumi. Kejahatan akan merajalela. Dan, cahaya akan menghilang. Dengan kata lain, bumi hanya akan terus mengalami musim dingin yang gelap tanpa cahaya dan ditemani kejahatan.

Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi!

5 menit kemudian, serangan bola asam itu akhirnya selesai. Pefil sepertinya tahu kalau bola asamnya tidak bisa menembus tameng yang kami buat. Kehadiran Russel yang terus muncul di setiap bagian tubuhnya juga sangat mengganggu dirinya.

The Devil Become A Princess✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang