Evil 41

5.2K 610 14
                                    

👑👑👑

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

👑👑👑

Aku menatap Russel tajam. Apa yang dilakukan tuan muda satu itu di bawah sana. Dan, kenapa dia melemparkan kerikil ke jendela kamarku? Apa dia ingin membunuhku? Kalau memang begitu, dia harusnya melemparkan pisau dan bukannya kerikil kecil.

"Aku bisa melihat dua kaktus merah. Apa kau sangat marah?" Tanya Russel dengan kepala yang menengadah.

Aku melirik dua kaktus merah di sampingku. Lantas, tersenyum dan kembali menatap Russel, "Menurutmu?" Tanyaku dengan nada suara yang manis.

Russel tertawa dengan girang sembari menunjuk dahiku yang sedikit terluka karena lemparan kerikilnya, "Hahahaha, dahimu berdarah karena kerikil kecil!"

Aku memang tahu kalau keturunan Balthasar itu tidak berperasaan. Tapi, aku baru tahu kalau mereka juga tidak berotak.

Aku mengambil 1 kerikil yang terdampar di balkon kamarku. Satu mataku tertutup. Membidik Russel _yang masih tertawa_ dengan tepat. Tanganku bersiap melempar kerikil itu.

Dug! Kerikil itu mendarat tepat di dahi Russel. Setetes darah mengalir dari dahinya.

"Wuah, kau juga sama!" Kataku sembari tersenyum manis.

Russel seharusnya mendapatkan hukuman gantung atau penggal kepala karena sudah melukai keluarga kekaisaran. Tapi, karena yang ia lukai adalah tuan putri yang baik hati, dia jadi hanya mendapatkan lemparan kerikil. Tapi, lain kali aku tidak keberatan kalau harus melemparnya dengan batu besar di gunung.

Russel mengusap dahinya. Ia tersenyum. Menatapku. Membuatku merasa merinding.

Kalau dia adalah manusia yang waras, dia harusnya marah atau setidaknya mengaduh kesakitan. Tapi, dia malah tersenyum?

"Lemparan yang bagus, Putri!" Russel mengacungkan kedua jempolnya ke atas.

Wuah, yang modelan begini sih sudah tidak bisa tertolong! Bahkan, aku yakin kalau Dewa pun sudah mengibarkan bendera putih sejak lama.

"Apa yang kau lakukan di istanaku di malam hari begini? Aku sedang sibuk! Jadi, ambil saja sumbangannya besok pagi!"

Russel tersenyum, "Memangnya putri yang harus menanam pepohonan buah demi menghemat anggaran pengeluaran bisa memberi saya sumbangan berapa banyak? Saya tidak mau menerima sumbangan berapa buah plum atau apel!"

Sialan! Kata-katanya itu menyakitkan sekali. Tapi, sialnya aku tidak bisa marah karena memang begitu kenyataannya.

Ah, retina mata Russel cukup tajam juga karena bisa melihat pepohonan buah di malam hari yang gelap begini. Karena halaman istanaku tidak dilengkapi lampu, terkadang aku tidak bisa membedakan mana pohon apel dan mana pohon manggis. Terkadang, kepalaku bahkan kejatuhan buah ketika aku berjalan di malam hari. Karena itulah, demi menyelamatkan keberlangsungan hidupku, aku jadi jarang keluar di malam hari. Lagipula, aku punya banyak hal untuk dilakukan. Mengatur keuangan atau berbaring di atas kasur misalnya.

"Cepat katakan apa yang kau inginkan dariku?" Tanyaku sekali lagi. Kali ini aku mengangkat pot bunga di balkon kamarku sebagai bumbu ancaman.

Kalau dilempar dengan pot ini, Russel mungkin akan pingsan atau gegar otak. Walau, mungkin saja dia akan baik-baik saja karena langsung menghindar atau menghancurkan pot bunga ini dengan kekuatan sihir musim dinginnya. Tapi, tidak ada salahnya mencoba melakukan percobaan pembunuhan pada tuan muda satu ini.

"Tidak bisa kau menurunkan pot bunga itu terlebih dahulu?" Kata Russel dengan wajah melas yang entah kenapa tampak menjengkelkan.

Aku menarik nafas panjang. Berusaha tenang. Aku terlalu cantik untuk gila di usia dini.

Aku mengembalikan pot bunga itu ke tempatnya. Russel tersenyum. Ia langsung melompat. Sedetik kemudian, Russel sudah berdiri di balkon kamarku. Aku tercengang. Jarak tanah dengan balkon kamarku adalah 10 meter. Bagaimana mungkin anak usia 10 tahun bisa melompat setinggi itu dengan mudah? Russel kan manusia. Bukan kelinci.

Russel melompat turun. Dia sudah berdiri di hadapanku sekarang. Kenapa Russel jadi setinggi ini? Padahal, baru beberapa hari lalu kami bertemu. Apa dia banyak minum susu?

"Di kota sedang ada festival, Putri. Apa kau mau datang ke sana?" Tanya Russel dengan wajah tampannya.

Aku menampar pipi kananku. Untuk sesaat, aku jadi ikut gila. Bisa-bisanya aku berpikir kalau pria gila menyebalkan ini tampan!

"Festival apa?" Tanyaku bingung.

Dalam ingatan Charice, tidak ada satu pun festival di hari ini. Festival yang paling dekat dengan hari ini adalah festival bulan emas yang akan dilaksanakan dua bulan lagi. Festival yang sudah lewat adalah festival panen yang baru saja dilaksanakan 2 minggu lalu. Jadi, festival apa yang dimaksud Russel? Apa ada festival rahasia yang tidak diketahui Charice? Charice kan jarang keluar dari istana kekaisaran dan tidak punya teman. Mungkin saja dia tidak tahu dan tidak diberitau kalau pamannya mengadakan festival baru setiap tahun di hari ini. Hmm, aku jadi ingin pergi ke festival yang dimaksud Russel.

"Aku jamin kau akan menyukainya!" Russel mengulurkan tangannya.

Aku menatap uluran tangan itu ragu. Manik mataku menatap kamarku yang lengang. Nori sudah kembali sibuk dengan pekerjaannya. Jadi, dia tidak akan mengecekku. Abercio sudah kembali ke medan perang. Sementara, Dimitri masih belum kembali. Jika aku pergi tanpa pamit, tidak akan ada yang mencariku.

Aku menerima uluran tangan itu.

Bukan karena aku ingin pergi ke festival apalah itu dengan Russel. Tapi, aku hanya bosan saja berada di istana ini terus.

Russel langsung menggendongku. Dan, sebelum aku melemparkan protes, Russel sudah melompat turun. Aku memejamkan kedua mataku. Aku benar-benar takut akan mati untuk kedua kalinya karena anak gila ini asal lompat. Tapi, begitu aku membuka mataku, aku masih hidup dan sama sekali tidak terluka. Syukurlah!

Russel menurunkanku dari gendongannya. Ia menyerahkan sebuah jubah. Aku langsung memakai jubah itu tanpa banyak bertanya.

Rumor yang beredar di kekaisaran mengatakan kalau hubungan Balthasar dengan keluarga kekaisaran buruk. Jadi, akan mencurigakan kalau tiba-tiba putri kekaisaran dan tuan muda Balthasar pergi ke festival bersama.

Aku dan Russel berjalan bersisian setelah memakai jubah itu. Suasana istana kekaisaran cukup sepi. Hanya ada satu atau dua ksatria dan pelayan yang muncul. Aku dan Russel jadi bisa pergi dengan mudah tanpa harus lama bersembunyi.

"Aku sudah menyiapkan kereta kuda."

Aku menatap gerobak yang tersambung dengan kuda. Ini sih namanya bukan kereta kuda. Tapi, gerobak pengantar barang.

Kalau menggunakan gerobak barang memang tidak akan dicurigai, sih. Karena tidak ada pemeriksaan terhadap gerobak barang. Tapi, masa aku harus duduk di atas gerobak yang membawa buah tomat? Bisa-bisa aku tidak sengaja mendudukinya.

Russel melompat ke dalam gerobak. Kembali menjulurkan tangannya. Aku menyambut uluran tangan itu dan ikut melompat ke atas gerobak. Kusir yang sudah pasti adalah suruhan Russel itu mulai memacu kuda.

Aku dan Russel berbaring di atas gerobak yang berisi keranjang buah tomat di keempat sisinya.

Aku menatap Russel. Anak laki-laki itu tersenyum.

Tunggu sebentar! Kenapa kami berdua saling berhadapan? Bukankah posisi ini terlihat memalukan?!

The Devil Become A Princess✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang