Evil 51

4.2K 588 3
                                    

👑👑👑

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

👑👑👑

Aku berjalan dengan mengendap menuju kamar ayah Charice. Malam ini suasananya begitu sepi. Langit malam nampak sepi. Hanya ada awan mendung yang menutupi bintang-gemintang. Kilat sesekali menyambar. Guntur terdengar bersahutan. Menggelegar. Istana ayah Charice juga sepi. Semua lampu sudah dimatikan sedari tadi. Hanya selarik cahaya dari kilat yang menembus jendela kaca menyinari koridor istana.

Tidak ada siapapun di sini.

Aku sudah mengawasi pergerakan para pelayan yang memberi obat untuk kaisar yang asli. Waktu minum obat saat pagi adalah jam 7. Saat siang jam 12 dan terakhir saat malam adalah jam 8. Setelah selesai memberi obat di malam hari, mereka akan mematikan lampu di seluruh istana untuk mencegah orang masuk. Sekarang, lampunya sudah dimatikan. Artinya, kaisar pasti sudah minum obatnya.

Aku bersembunyi di balik lebatnya semak yang ada di luar istana sedari siang untuk memastikan tidak ada orang yang datang kemari. Aku tidak tahu apa yang ada di luar istana ini. Nori tidak mencariku karena aku bilang aku akan pergi ke ibukota.

"Di sini gelap sekali!" kataku sembari menatap sekitar.

Tidak ada yang bisa dilihat. Semuanya tertutup bayangan gelap. Larik cahaya dari kilat juga tidak banyak membantu. Tapi, aku tidak bisa menyalakan lampu karena jelas akan menarik perhatian ksatria dan orang-orang yang berlalu lalang di sekitaran istana.

Aku sudah menggambar dan menghafalkan denah istana ini. Aku tahu dimana letak kamar kaisar dan berapa jaraknya dari setiap koridor yang ada. Dengan begini, aku jadi bisa pergi ke kamar kaisar tanpa harus menabrak sesuatu.

Sudah sampai!

Kriet!

Aku mendorong pintu kamar kaisar pelan. Kepalaku berputar. Menatap sekitar. Kamar ini juga gelap.

Ah, jendelanya terbuka!

Aku berjalan menuju balkon. Tanganku menarik jendela. Di luar sana, awan mendung berarak ke barat. Menutupi langit malam. Angin lebat mulai bertiup. Guntur semakin menggelegar. Bersahutan. Sepertinya, malam ini hujan akan turun dengan deras.

"Dia tidur dengan nyenyak!" lirihku pelan ketika melihat seorang pria dewasa tertidur di atas kasur.

Sama sekali tidak peduli dengan jendelanya yang membiarkan angin malam masuk. Yah, dibandingkan tidak peduli, kaisar lebih terlihat seperti tidak bisa peduli. Dia bahkan tidak bisa membuka kelopak matanya. Orang yang seperti itu mana mungkin bisa berjalan dan menutup jendela.

"Aku harus mencari obatnya!" kataku.

Tanganku lurus ke depan. Meraba sekitar. Aku dulu bisa dengan mudah menemukan obatnya di dalam laci meja. Sekarang, melihat ke depan saja sudah sulit. Mau bagaimana pun juga, aku harus segera menemukannya sebelum ada yang menemukanku lebih dulu.

"Aduh! Dimana, sih?!" kataku sembari mengacak isi sebuah laci.

Aku tidak tahu apa yang ada di dalam laci ini. Aku juga tidak tahu apa isinya. Mungkin saja akan ada benda tajam.

"Ah, ketemu!" seruku senang.

Aku menatap plastik bening berisi obat-obatan itu. Setelah memastikan isinya sesuai dengan apa yang aku inginkan, aku langsung memasukkannya ke dalam saku gaunku. Lantas, menggantinya dengan obat baru yang terbuat dari air mata naga. Violet memberikannya padaku kemarin. Banyak. Satu ember besar. Aku dengan mudah memindahkannya ke kamarku dengan bantuan kekuatan teleportasi Russel. Yah, anak itu ikut denganku ke gua naga. Sekalian menghina Violet katanya.

Aku menatap kaisar. Dia tertidur lelap. Tubuhnya hanya diam. Sama sekali tidak bergerak. Dia masih terlihat seperti antara hidup dan mati. Seperti hidup. Tapi, tidak bergerak. Seperti mati. Tapi, masih bernafas.

Charice yang dulu pasti merasa sedih setiap kali melihat ayahnya. Aku yang adalah orang lain saja merasa sedih. Apalagi, putri kandungnya.

Tak apa! Kaisar akan sembuh sebentar lagi. Dengan meminum obat yang aku buat, dia pasti akan sembuh.

"Cepatlah sembuh!" kataku pelan.

Aku kemudian langsung bergegas keluar dari istana setelah membersihkan kekacauan yang aku buat. Begitu tanganku memegang gagang pintu, seseorang membukanya lebih dulu. Aku langsung bersembunyi di balik ambang pintu. Tanganku menutup mulut dengan erat.

Dua orang pelayan yang membawa bubur dan air minum masuk. Jarak kami begitu dekat. Aku keluar diam-diam ketika mereka berdua fokus berjalan menuju kasur kaisar. Untunglah, mereka berdua baru menyadari kalau pintunya masih terbuka ketika aku sudah keluar.

Aku menghelas nafas lega. Istana yang tadinya gelap langsung seketika jadi terang. Ah, sepertinya ada pemadaman listri karena badai ini. Aku pikir lampunya dimatikan karena memang sudah waktunya. Rupanya aku salah, ya.

"Apa Yang Mulia Kaisar menunjukkan kemajuan?" tanya salah seorang dari mereka.

Aku yang bersiap pergi dari tempat itu langsung menghentikkan langkahku. Memilih mendengarkan percakapan mereka dibandingkan kembali ke istanaku.

"Entahlah! Masih sama seperti dulu! Malah, rasanya Yang Mulia Kaisar nampak semakin lemah!" kata pelayan yang lain dengan nada suara yang begitu sedih.

"Bukankah Putri Charice sangat kasihan? Kedua pangeran pergi meninggalkannya seorang diri. Para pelayan juga memperlakukannya dengan kejam. Padahal, dia kan seorang Putri!" Yang lain menimpali.

Iya! Aku ini memang sangat kasihan! Makanya, kalian berdua harus bersikap baik padaku!

"Apa Pangeran Kembar akan baik-baik saja? Tempat perang Pangeran Abercio kali ini kan benar-benar gila! Aku tidak yakin dia bisa pulang dengan selamat!"

"Iya! Pangeran Dimitri yang mencari obat untuk Kaisar juga belum menemukan kemajuan!"

Aku menunduk sedih. Kehidupan Charice benar-benar berat untuk anak usia 6 tahun. Apalagi, dengan sifatnya yang naif dan polos. Dia bisa bertahan hingga sejauh ini saja sudah merupakan sebuah keajaiban.

Aku bergegas pergi setelah mendengar suara dentingan gelas dan sendok. Para pelayan itu sepertinya sudah mencampur obatku dengan air berisi racun itu.

Aku sudah memberikan persediaan obat yang cukup untuk dua mingguke depan. Jadi, aku akan kembali menyusup ke kamar ini dua minggu lagi. Untuk saat ini, aku akan menenangkan diri dan menyusum rencana untuk balas dendam. Tapi, sebelum melakukan rencana itu, aku harus mencari sekutu yang kuat dan berguna. Bangsawan yang punya pengaruh di ibukota adalah sekutu yang tepat. Tapi, sebelum menangkap ikan yang besar, aku harus menangkap ikan yang kecil terlebih dahulu. Aku harus membuat para pelayan berada di pihakku terlebih dahulu.

Dan, menurut pandanganku selama ini, lebih dari setengah pelayan di seluruh istana menyukai Charice karena kebaikan hatinya. Dengan memanfaatkan hal ini, aku bisa menjebak Clarence dan kakak laki-laki sialannya itu.

Aku berdiri di balkon kamarku. Manik mataku menatap taman yang nampak seperti siluet bayangan berwarna gelap.

Pats!

Seorang anak laki-laki dengan rambut hitam muncuk di depanku. Manik mata biru itu menatapku. Bibir kelopak mawar yang berwarna merah itu terangkat.

Dimitri! Dia kembali!

The Devil Become A Princess✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang