Evil 56

4.1K 575 9
                                    

"Jadi, apa yang ingin kau katakan?" tanya Russel yang saat ini tengah berada di kamarku.

Dia langsung berteleportasi begitu robot lalat yang ia berikan padaku datang ke rumahnya. Hanya dalam waktu kurang dari 1 detik, Russel sudah berada di kamarku. Dengan masih membawa pedang dan tubuh yang dipenuhi keringat. Dia sepertinya baru saja berlatih pedang.

Aku bersiap menayangkan rekaman saat robot lalat itu pergi ke hutan para elves ketika Russel menahanku, "Tunggu sebentar!" katanya.

Aku menatap Russel.

"Ada yang harus aku katakan padamu terlebih dahulu!" katanya serius.

Tubuhku yang sedikit membungkuk untuk memencet mata robot lalat di atas meja itu langsung kembali tegak. Mataku menatap Russel lurus. Aku mengerutkan dahiku.

Apa yang ingin dia katakan sampai menyela pembicaraanku? Apa ada yang lebih penting daripada penemuan yang mengejutkan ini?

"Kau dan aku sudah resmi bertunangan!" kata Russel serius.

Tubuhku seketika membeku. Apa aku tidak salah dengar? Bertunangan? Aku dan Russel? Kami kan masih 7 dan 11 tahun! Bagaimana mungkin anak kecil yang masih bau susu ini bertunangan?! Kekaisaran ini sedikit gila, ya? Di kekaisaranku dulu usia minimal untuk bertunangan adalah 17 tahun. Masa di sini anak kecil sudah bisa bertunangan?! Aneh sekali!

"Apa maksud perkataanmu?" tanyaku sembari memelotot.

Charice yang asli kan hanya memintaku untuk membalas perbuatan pamannya dan mengembalikan kursi takhta pada Abercio. Dan, tidak ada 'menikah dengan Russel' dalam rencanaku untuk memenuhi permintaan Charice. Mau bagaimana pun, jiwaku kan sudah berusia 17 tahun. Masa aku bertunangan dengan anak yang 6 tahun lebih muda dariku.

Argh!!! Tidak mau!!!

"Aku sudah bilang pada pamanmu dan dia setuju dengan pertunangan kita."

"Bukankah ini bagus, Chie? Kita bisa terus bertemu secara terang-terangan. Jadi, kita bisa menyusun rencana dengan lebih mudah." kata Russel sembari tersenyum.

Sial! Apa ini rencana yang dikatan Russel sebelumnya? Dengan bertunangan?

Perkataan Russel memang masuk akal.

Kami bisa terus bertemu setiap saat. Merupakan hal yang wajar jika dua orang yang sudah bertunangan terlihat bersama. Dengan begitu, menyusun rencana bisa dilakukan dengan lebih mudah. Tapi, tetap saja! Bertunangan dengan Russel itu menyebalkan.

"Apa yang kau tawarkan pada paman sampai dia setuju untuk 'menjual' keponakannya dengan pria sepertimu?" tanyaku.

Walaupun aku tidak berguna bagi pamanku. Tapi, dia tidak mungkin menjualku begitu saja pada orang yang tidak jelas memihak pada siapa.

"Mudah saja! Aku menawarkan untuk jadi sekutu pamanmu. Dan, melihat kutukan yang terjadi pada perempuan di keluarga Balthasar. Memangnya pamanmu punya pilihan untuk menolak? Kau akan mati karena kutukan Balthasar. Dan, pamanmu mendapatkan sekutu yang kuat. Bukankah itu penawaran yang bagus?"

Aku diam.

Hah! Untuk apa aku menanyakan hal yang jawabannya sudah jelas. Menjadikan keponakannya sebagai menantu Duke Balthasar jelas sangat menguntungkan pamanku. Keponakannya yang mengganggu akan mati dan Duke Balthasar berada di pihaknya. Bukankah kesempatan emas ini tidak akan datang dua kali?

"Hanya sampai pamanku mati!" lirihku.

Aku mendangak. Menatap Russel serius.

"Ayo lakukan! Mari bertunangan! Hanya sampai pamanku mati!" kataku serius.

The Devil Become A Princess✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang