Evil 70

4.3K 573 7
                                    

Pertarungan dimulai. Suara hembusan angin. Gelombang air. Dan, gemuruh salju yang berguguran memenuhi hutan para elves. Semua suara itu bisa membuat seluruh rakyat Janeiro mendengarnya. Tapi, anehnya tidak ada yang datang ke sini. Seperti ada semacam benda yang menghalangi suara dari dalam mencuat ke luar.

Tak apa!

Justru bagus kalau memang ada yang menghalangi suaranya. Dengan begitu, tidak ada rakyat yang akan datang kemari. Kalau sampai mereka datang kemari, entah akan ada berapa korban yang berjatuhan. Hal ini justru menguntungkan pihak kami. Karena kami tidak perlu menyelamatkan siapapun.

"Apa dewi bodoh itu sudah bertemu reinkarnasi terakhirnya?" tanya Pefil.

"Kau punya mata, kan?! Kenapa bertanya?!" kataku ketus.

"Kau sombong sekali untuk ukuran orang yang akan mati!"

"Maksudmu yang akan membuatmu mati?!"

Aku tersenyum. Pefil menatapku galak. Penuh benci.

"Jangan bercanda!"

Pefil merangsek ke depan. Tangannya bergerak. Ribuan bola berwarna hitam berisi kabut yang bergerak muncul di belakangnya. Dalam hitungan sepersekian detik, ratusan bola bergerak ke arahku.

Aku dengan santai menjetikkan jariku. Seketika tanah bergemuruh. Dan, sebuah dahan kayu yang besar dan kuat muncul dari balik tanah. Menghalangi ratusan bola hitam yang bergerak ke arahku. Suara ledakan terdengar bersahutan. Pefil terus mengirimkan serangan bola hitam yang lain. Dahan kayu itu bergeming. Sama sekali tidak ada bekas ledakan di sana. Jangankan ledakan, sayatan kecil pun tidak terlihat sama sekali.

Aku yang berdiri di belakangnya menatap dahan itu santai.

Rasanya sedikit aneh. Padahal dulu aku bahkan tidak bisa menjaga sebuah sulur kecil untuk tetap bergerak. Tapi, lihatlah sekarang! Aku bahkan bisa membuat sebuah dahan kayu yang kuat. Yang saking kuatnya bahkan tidak mendapatkan bekas meski ribuan kali diledakkan.

Si kembar menatapku. Tersenyum. Bangga pada adik kecil mereka.

"Chie hebat sekali!"

"Kakak akan bertarung dengan semangat!"

Serangan bola hitam berisi asap terhenti. Sepertinya ada yang harus mengisi amunisinya agar kembali bisa menyerang. Atau, Pefil tahu kalau serangan bola hitamnya tidak berefek apapun padaku.

Aku tersenyum. Benteng dari dahan kayu yang raksasa itu kembali masuk ke dalam tanah. Sama sekali tidak menimbulkan bekas apapun. Pefil menatapku kesal.

Pefil menggerung marah. Dia kembalì melancarkan serangan yang lain. Kali ini larik kabut hitam. Jumlahnya tidak hanya satu. Tapi, belasan. Larik kabut itu bergerak dengan kecepatan yang terlalu sulit untuk dilihat oleh manusia. Dimitri yang merupakan spesialis dalam hal kecepatan bahkan tidak bisa melihat gerakan larik kabut itu. Namun, berbeda denganku, kabut itu terlihat seperti bergerak dalam kecepatan yang cukup untuk membuatku melihat gerakannya dan membangun benteng dari sulur berwarna emas.

Pefil terus mengejarku dengan lari kabut yang berusaha menusuk tubuhku. Aku berusaha menghindari serangan itu sambil sesekali melempar serangan balik.

Cepat sekali hal itu terjadi. Aku dan Pefil saling melempar serangan dengan kecepatan yang sangat tinggi. Siapapun yang melihat kami pasti berpikir kalau kami sedang menggunakan kekuatan teleportasi saking cepatnya.

"Menyerah saja, Pefil! Kau pun tahu kalau kau bukanlah lawan yang sepadan untukku, bukan?" kataku.

"Jangan bercanda! Aku tidak akan kalah dari dewi naif sepertimu!" kata Pefil.

Dilihat dari ekspresi wajahnya saja sudah terlihat kalau dia sedang marah. Apalagi suaranya yang terdengar penuh kebencian itu.

"Yah! Terserah apa katamu!"

BUK!!!

Aku berhasil memukul mundur Pefil setelah serangan berry peledakku mengenai perutnya. Pefil meringis. Perutnya melepuh. Pakaiannya sobek. Karena dia berada di tubuh manusia, dia jadi memiliki tubuh yang seperti manusia. Bisa terluka dan juga mati. Sama seperti diriku.

Aku merasa yakin kalau pertarungan ini bisa dimenangkan oleh pihakku. Si kembar dan Russel juga bisa mengatasi sisa elves dengan mudah. Beberapa elves bahkan hanya dibuat pingsan dan bukannya mati.

Pefil menatap perutnya yang melepuh. Kemudian, menatapku penuh kebencian. Kabut hitam kembali memenuhi hutan para elves. Kali ini warnanya jauh lebih gelap. Aura mencekam menusuk tubuh kami. Manik mata Pefil yang semula berwarna hitam kini mulai dipenuhi kabut.

Dia terlihat jauh lebih menakutkan.

Pefil mengangkat kedua tangannya dengan perlahan. Tanah tiba-tiba bergetar. Kemudian, retak begitu saja. Dari retakan tanah itu, keluar belasan robot berukuran 20 meter dengan tubuh yang sepenuhnya dilapisi benda paling kuat di dunia, rong. Rong sangat tipis. Tapi, bisa menahan beban ratusan gajah. Juga jutaan serangan dari sihir musim tingkat menengah.

Aku tidak menyangka kalau benda yang sangat mahal itu digunakan untuk membuat robot sialan ini.

Bentuk robot itu mirip dengan manusia. Dua tangan. Dua kaki. Kepala. Dan juga badan. Russel benar. Pamanku ternyata memang diam-diam membuat robot. Tujuan awal robot ini diciptakan pasti untuk berperang. Merebut paksa kekaisaran lain. Tapi, sayangnya Pefil menggunakan robot ini untuk membunuhku. Haha... setidaknya kekaisaran lain jadi aman.

Si kembar dan Russel berdiri di sampingku. Mereka sama terkejutnya seperti aku saat melihat robot raksasa itu. Aku memutar kepalaku. Para elves ternyata sudah selesai dibereskan.

"Sialan! Robot raksasa itu banyak sekali!" kata Russel kesal.

Kami sudah bertarung selama 2 jam tanpa henti. Tenaga kami sudah banyak terkuras. Melawan satu robot saja belum tentu kami bisa. Apalagi jika harus melawan semua robot yang ada.

Apa sebaiknya aku menyerah saja?

SRET!!!

Dua buah robot yang berdiri di bagian paling depan tiba-tiba menghilang. Untuk kemudian berpindah di hadapan si kembar. Dengan gerakan kilat, dua robot itu mengirim serangan berbeda. Satu robot menghempaskan Dimitri dengan angin. Yang satunya berusaha menusuk Abercio dengan tombak air.

Si kembar refleks menghindar. Serangan kedua robot itu mengenai udara kosong. Dua robot itu kembali melancarkan serangan. Si kembar kembali mundur. Berusaha menghindari serangan. Seolah sedang menunggu, dua robot lain berdiri di tempat si kembar menghindar. Kemudian, melayangkan serangan.

Abercio terpelanting beberapa meter setelah tubuhnya dihempaskan oleh angin kencang. Sementara, perut Dimitri terkena sayatan tombak.

Aku tersentak kaget.

Sialan! Robot itu jelas baru saja menggunakan sihir musim hujan, dingin dan juga angin. Apa semua kekuatan sihir musim para penduduk Janeiro yang dicuri diberikan pada belasan robot ini? Kalau memang begitu, artinya kami tidak akan punya kesempatan untuk menang. Robot yang tanpa kekuatan sihir musim saja belum tentu dapat kami kalahkan. Apalagi, yang punya.

Mereka jelas unggul dalam daya tahan.

Russel menatap robot itu galak. Dari wajahnya, Russel sama sekali tidak terlihat terkejut dengan fakta kalau robot itu bisa menggunakan kekuatan sihir musim.

WUSSSS!!!!

Belasan tornado dan ratusan semburan api muncul dari atas langit. Serangan itu berhasil membuat 3 robot terhempas dan mencair.

Aku mendangak. Menatap tak percaya apa yang dilihat oleh mataku.

Lihatlah di atas sana! Ratusan naga penuh warna terbang. Menutupi cahaya matahari. Seolah menjadi pohon raksasa yang membuat teduh bagian bawahnya. Dan, di atas salah satu naga yang aku kenal alias Violet, berdiri seorang pria.

Ayah Charice!

Dia sudah bangun! Dia sudah kembali sehat seperti semula.

Aku menatap Pefil yang membeku. Tersenyum.

Pertarungan ini....kami yang akan menang dan tetap hidup!

The Devil Become A Princess✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang