👑👑👑
Aku merebahkan diri di atas kasur. Dalam satu hari ini, ada banyak sekali hal yang terjadi. Aku akhirnya tahu kenapa kekaisaran ini punya banyak kaleng besi yang beterbangan seperti lalat. Aku pikir, mereka hanyalah sekadar alat untuk membantu pekerjaan para rakyat yang tidak sanggup membayar pegawai. Rupanya, itu hanyalah topeng untuk menutupi tujuan sebenarnya. LINUX ternyata bukan hanya sekadar memindai dan merekam. Dia ada untuk menyedot kekuatan sihir musim semi Charice. Pantas saja kekuatannya jadi semakin lemah. Dan, karena aku sudah menghancurkan benda itu, kekuatan Charice perlahan mulai kembali. Walau tidak sekuat saat sebelum lalat itu ada. Tapi, sudah dari cukup untuk membuatku menumbuhkan kaktus. Walau begitu, aku masih belum bisa mengendalikan kekuatannya dengan baik.
Hah! Ternyata masalah di kekaisaran ini jauh lebih besar dari apa yang terlihat. Kalau aku punya sekutu yang kuat dan memiliki pengaruh untuk menyelesaikan masalah yang ada, tentu akan jadi sangat mudah. Tapi, sayangnya, aku ini adalah putri sebatang kara yang tidak punya satu pun teman.
Kedua kakak Charice? Abercio sudah kembali ke medan perang ketika aku berada di kediaman Russel. Dimitri belum ada kabar. Tidak ada yang tahu sedang apa dan ada dimana dia sekarang. Aku benar-benar sendirian sekarang. Yah, setidaknya aku punya sarang laba-laba dan nyamuk yang terjerat jaringnya di pojok kamarku. Mereka memang tidak bisa bicara. Tapi, mereka adalah pendengar yang baik. Benar-benar cocok dijadikan sahabat.
Russel? Entahlah, dia terlihat baik. Tapi, juga mencurigakan di saat bersamaan. Aku tidak bisa percaya padanya begitu saja. Apalagi, aku juga tidak bisa melihat perasaan dan sebesar apa rasa sukanya padaku. Orang-orang yang pandai menyembunyikan perasaannya adalah orang yang berbahaya. Aku tidak mau terperdaya oleh anak laki-laki lagi.
Aku menggerakkan tanganku. Berusaha melatih kekuatanku seperti apa yang dikatakan oleh Russel.
Aku sudah melakukan segala cara untuk memperkuat sihir musim semi Charice. Atau, setidaknya membuatnya bekerja walau sedikit. Tapi, hasilnya nihil. Aku masih belum bisa menumbuhkan tanaman. Jangankan tanaman, benih mungil saja tidak muncul.
Hah! Entah kenapa aku merasa beruntung karena para iblis tidak memiliki kekuatan. Bakat kami sudah ada sejak lahir dan tidak perlu dilatih agar jadi kuat. Juga tidak perlu takut akan jadi 'karatan' jika lama tidak digunakan. Tak seperti kekuatan sihir musim yang bisa hilang jika lama tak digunakan dan harus dilatih agar jadi semakin kuat.
Setiap makhluk memang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, ya. Hal ini bahkan juga berlaku untuk tokoh fiksi dan penulisnya.
Ngomong-ngomong, kalau jiwaku tidak masuk ke dalam tubuh Charice, akan bagaimana jadinya, ya? Aku kan hanya tokoh fiksi. Apa aku akan masuk ke surga atau neraka? Atau, malah gentayangan tak tentu arah seperti arwah penasaran? Aku jadi penasaran.
"Putri Charice, Nona Eperant dan nona bangsawan lain menunggu kehadiran anda di taman utama kekaisaran." Kata Nori yang entah sejak kapan ada di kamarku.
Aku rasa, aku terlalu larut dalam dunia khayalanku sampai tidak menyadari Nori membuka pintu kamar dan masuk. Padahal, biasanya aku selalu siaga jika mendengar suara langkah kaki dalam radius 5 meter dari pintu kamar. Aku harus selalu waspada!
Nona Eperant? Taman utama kekaisaran? Kenapa aku harus pergi ke sana di sore hari yang cocok digunakan untuk merenung ini? Ah, aku hampir saja melupakan hal yang tidak penting. Achiya kan menawarkanku untuk menjadi tuan rumah pesta minum teh di istana. Aku hampir lupa akan hal itu. Padahal, aku sudah tidak sabar untuk melihat wajah Clarence dan ketiga temannya yang memerah karena menahan malu.
"Katakan pada mereka kalau aku akan datang dalam waktu 10 menit!" Aku tersenyum. Nori mengangguk. Melangkah pergi setelah menutup pintu kamarku. Meninggalkanku sendiri dengan laba-laba yang mendengar semua keluhanku sejak aku menginjakkan kaki di tempat ini.
Aku berjalan menuju lemari pakaian. Lantas, mengambil pakaian seadanya. Rambut merah muda Charice juga kuikat seadanya. Hanya dikuncir ke depan. Selesai. Tak ada perhiasan apapun yang menghias diriku.
Bibirku terangkat. Manik mataku menatap pantulan bayangan tubuh Charice di cermin. Lantas, berjalan menuju taman utama. Aku benar-benar sudah tidak sabar untuk mempermalukan semua manusia sialan itu.
Aku sudah menyiapkan banyak hal.
Ah, mereka semua rupanya sudah menunggu. Lihatlah wajah mereka. Penuh dengan hinaan dan celaan yang tersirat untukku. Manik mata mereka menyorotkan perasaan benci dan jijik. Padahal, akulah yang seharusnya merasakan hal itu. Angka di atas kepala mereka saja tidak ada yang lebih dari 10%. Tak apa, akan aku buat angka itu jadi lebih sedikit. Toh, mereka tidak memiliki peran penting dalam keberlangsungan hidup Charice.
"Maafkan saya karena saya terlambat! Terima kasih karena sudah sudi hadir di pesta teh sederhana ini!" Ucapku sembari tersenyum ramah.
Ekspresi wajah mereka langsung berubah. Jadi sangat ceria. Seolah, mereka adalah sahabat yang sudah lama tak berjumpa denganku.
"Saya merasa tersanjung karena Tuan Putri mengundang saya ke pesta minum teh ini!"
"Iya, saya juga!"
Ucap Marilae dan Lair dengan senyum lebar. Aku ikut tersenyum. Orang yang melihat senyum mereka tanpa mengetahui kenyataannya pasti akan mengira kalau mereka berdua sangat menyukaiku. Tapi, lihatlah warna hitam yang menyelimuti tubuh mereka. Warna yang menunjukkan kepura-puraan. Benar-benar menjijikkan.
Aku duduk di kursi yang kosong. Tepat berseberangan dengan Clarence yang terus tersenyum. Sepertinya, dia sedang membayangkan aku yang sedang dipermalukan habis-habisan oleh gadis yang ada di sini. Sayangnya, dialah yang akan dipermalukan. Dan, ekspresi wajah itu, tak lama lagi akan terpasang di wajahku.
"Saya senang karena bisa minum teh bersama Tuan Putri. Anda kan orang yang sulit diundang ke pesta teh sejak peristiwa satu tahun lalu!" Kata Marethe __putri dari Duke Agrid__ sembari tersenyum manis.
Hah! Jadi, kau mengungkit kejadian itu, ya? Kau pasti ingin aku malu dan pergi dari sini sesegera mungkin, bukan? Tapi, sayangnya kau yang akan pergi dari sini.
Aku tersenyum, "Saya adalah orang yang tahu diri, Nona Agrid. Saya belajar dari kesalahan saya dan berusaha menjadi lebih baik. Tidak seperti seorang gadis bangsawan yang jatuh ke kubangan lumpur babi karena sok memakai sepatu hak tinggi. Saya heran kenapa dia masih berani muncul di kalangan atas."
Wajah Marethe nampak merah padam. Warna merah dan pink memenuhi tubuhnya. Marah dan malu. Itulah yang dia rasakan. Angka di kepalanya berkurang 2%. Menjadi 0. Yah, aku sama sekali tidak heran.
"Wuah, saya tidak pernah mendengar cerita itu. Apakah Tuan Putri tahu siapa gadis bangsawan itu?" Tanya Cassa, putri dari Kerajaan Lamoeer.
"Ah, bagaimana jika anda tanyakan pada Marethe? Saya dengar dia ada di tempat kejadian saat itu. Benar bukan, Nona Agrid? Ah, bagaimana kabar babinya?"
Marethe menatapku tajam. Semua pasang mata kini menatapnya. Gadis itu langsung menggebrak meja. Lantas, pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun.
Aku tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil Become A Princess✔
Fantasy[Bukan Novel Terjemahan - END] Novana awalnya adalah iblis yang hidup di jalanan dan berhasil menjadi kaisar setelah membunuh kaisar yang asli. Dia kemudian dibunuh oleh seorang pria yang dia cintai. Yang tak lain adalah putra dari kaisar yang dia b...