Evil 54

4.4K 584 8
                                    

👑👑👑

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

👑👑👑

Rapat itu selesai lebih cepat. Hasil dari rapat itu adalah, tidak ada. Yah, karena memang tidak ada satupun dari ketujuh bangsawan yang hadir yang mengatakan pendapatnya. Clarence dan Adalvino juga diam. Clarence terus mengalihkan pembicaraan ketika Russel menanyakan pendapatnya. Sementara, Adalvino melempar tatapan tajam pada Russel yang terus bertanya pada adiknya.

Aku? Aku terus diam sembari menatap perseteruan itu. Rasanya menyenangkan melihat wajah marah Clarence setiap kali Russel bertanya padanya. Aku jadi merasa terhibur.

"Kau suka sekali? Apa ada hal yang bagus?" tanya Russel.

Kami berdua sedang berada dalam perjalanan ke pintu masuk istana. Aku disuruh pamanku mengantar Russel. Dia pasti berniat menggunakanku untuk menjalin hubungan dengan keluarga Balthasar melalui Russel. Karena Charice adalah anak yang manis dan polos pamannya jadi yakin kalau dia bisa mengambil hati Russel dengan kepolosannya. Tapi, bagaimana, ya? Russel kan sudah berada di pihakku. Jadi, dia tidak akan bisa mendapatkan apapun dariku atau pun dari Russel.

"Yah, aku senang melihat wajah Clarence yang malu dan marah. Bukankah itu lebih cocok untuknya?" tanyaku sembari tersenyum.

Russel tersenyum, "Padahal dulu kau sangat pendiam dan penakut. Kenapa tiba-tiba bisa berubah secepat ini?" tanya Russel.

Aku balas tersenyum. Mataku menatap lorong istana di depanku, "Entahlah! Mungkin, karena aku baru saja bangkit dari kematian." kataku.

Aku menoleh. Menatap Russel, "Bukankah Charice yang sekarang jauh lebih baik?" tanyaku lagi.

"Iya, jauh lebih baik!"

"Charice yang sekarang tidak akan bisa dibunuh dengan mudah!" kataku tegas.

Russel tersenyum. Kami berdua kembali melanjutkan perjalanan. Pintu masuk istana masih cukup jauh.

"Apa kau masih ingat dengan putra pertama Marquiss Gabrela yang mengejarmu saat kau sedang menyamar dulu?" tanya Russel lagi.

Aku mengangguk. Tentu saja aku masih ingat dengan bocah sialan yang mengira kalau aku adalah adiknya. Sudah setahun sejak kami pertama bertemu. Dan, aku tidak tahu bagaimana kabarnya. Lebih tepatnya tidak mau tahu, sih. Pertemuan itu adalah pertemuan pertama dan terakhir kami.

"Ayahnya termasuk ke dalam daftar orang yang diculik!" kata Russel.

Langkah kakiku terhenti. Apa maksudnya? Apa mungkin seorang Marquiss Gabrela yang bisa membunuh puluhan orang dalam waktu 5 menit bisa diculik dengan mudah? Ayah Klennox kan adalah komandan perang. Jadi, mustahil dia bisa kalah dari penculik berantai itu. Mau menyerang diam-diam pun percuma. Marquiss Gabrela bisa mendengar suara anak panah dari jarak beberapa ratus meter. Dia juga bisa mengetahui letak panahnya akan mendarat di bagian mana.

"Apa kau serius?" tanyaku tak percaya.

"Aku tahu kalau hal ini tidak bisa dipercaya, Chie. Tapi, begitulah kenyataannya."

Aku menatap lorong istana. Kalau Marquiss Gabrela memang diculik. Artinya, pelakunya adalah orang yang bisa memerintah Marquiss Gabrela dengan mudah. Perkiraanku, dia diundang ke suatu acara. Lalu, disuguhkan minuman yang membuatnya mabuk. Komandan perang itu kan kebal terhadap racun atau obat tidur. Jadi, satu-satunya cara adalah membuatnya mabuk. Dan, acara yang mengijinkan seorang komandan perang untuk mabuk adalah acara perayaan kemenangan. Kebetulan sekali dia baru saja kembali dari perang melawan pemberontak.

Kalau begitu, pelakunya mungkin adalah salah satu di antara para ksatria yang ikut acara perayaan kemenangan itu. Tapi, siapa?

"Penculiknya tidak memilih korbannya secara acak. Dia menculik bangsawan dan rakyat biasa. Bahkan, pengemis dan tunawisma pun diculik. Bukankah itu aneh?" tanyaku.

"Tidak ada yang aneh, Chie! Pelaku kejahatan memang tidak pernah memilih korbannya."

Aku mengangguk. Russel benar.

"Russel, bagaimana caramu tahu kalau orang yang memberikan usul mengenai pembuatan jalan bawah tanah itu adalah aku?" tanyaku.

Aku penasaran soal hal ini sejak tadi.

"Mudah saja! Aku punya robot lalat yang membuatku bisa mendengar dan melihat apa yang terjadi_"

"Kalau begitu, apa kau bekerja sama dengan pamanku?" tanyaku waspada.

"Tidak! Robot itu buatan keluargaku. Ah, sebenarnya buatanku, sih. Robot itu hanya bertugas sebagai mata-mataku. Dia memakai cahaya matahari sebagai bahan bakarnya. Dan, yang paling penting dia tidak menyerap kekuatan orang lain." terang Russel.

Robot lalat, ya? Orang-orang memang tidak akan curiga kalau bentuk dan ukurannya sama seperti lalat. Tapi, bukankah hewan satu itu rentan mati karena dipukul? Kenapa tidak memakai bentuk lain seperti kumbang atau capung saja?

"Aku punya banyak, apa kau mau satu? Robot itu akan memindai dirimu agar dia tahu harus berbagi apa yang dilihatnya dengan siapa. Setelah tubuhku dipindai, kau akan secara otomatis mengendalikan robotnya. Apa yang dilihat oleh robotnya akan berada di depanmu dalam bentuk layar tipis. Hebatnya, layar tipis itu hanya bisa dilihat oleh dirimu. Bentuknya yang menyerupai lalat membuatnya mudah masuk ke setiap sudut bangunan. Orang-orang tidak akan curiga dengan lalat yang tiba-tiba masuk ke rumah dan tidak bisa menemukan jalan keluar. Aku menemukan robot ini 2 tahun lalu, dan hasilnya benar-benar hebat!" kata Russel panjang lebar.

Dia terlihat sangat bangga atas penemuan robotnya itu. Yah, robot lalat mata-mata itu memang pantas dibanggakan, sih.

"Menurutmu darimana aku tahu soal rencana itu? Tentu saja dari robot lalatku yang hebat!"

"Apa aku boleh meminta satu?" tanyaku.

Kenapa dia tidak menawarkan hal hebat ini sedari tadi? Aku kan jadi bisa mematai pamanku!

"Tentu! Aku akan mengirimkannya padamu nanti." katanya.

"Tapi, apa yang akan kau lakukan dengan robot itu, Chie? Apa kau ingin memata-mataiku? Kau tidak perlu melakukannya, aku akan_"

Syut!

Sebuah sulur rambat berwarna transparan menjepit bibir Russel. Iya, kalian tidak salah lihat. Memang muncul sulur rambat transparan dari bawah lantai marmer koridor istana. Ini adalah hasil latihanku selama setahun. Aku bisa mengendalikan 1 sulur rambat transparan. Tapi, kekuatan ini terbatas. Hanya bisa digunakan 3 kali dalam sehari. Karena aku sudah menggunakannya untuk membungkam bibir Russel, berarti sisa 2 kali lagi.

"Aku ingin melihat keadaan sebuah tempat." kataku.

"Hutan para elves bukan?" tanyanya.

Aku mengangguk.

Russel benar. Aku memang ingin melihat keadaan hutan para elves. Separah apa keadaannya sampai membuat paman dan para bangsawan itu tidak bisa menemukan solusi apapun. Pamanku mungkin akan mengorbankan puluhan ksatria untuk pergi ke sana. Beberapa dari mereka mungkin akan tetap hidup dan menceritakan keadaan hutan itu. Aku tidak tahu banyak soal keadaan hutan para elves sekarang. Jadi, aku harus segera mencari tahu tanpa harus mengorbankan siapapun. Toh, memang tidak ada yang bisa aku korbankan.

"Kau tahu, Chie? Aku punya hal yang baik untuk menjebak pamanmu sekaligus membuat kita bisa bertemu tanpa harus diam-diam." kata Russel sembari tersenyum.

Deg!!!

Entah mengapa perasaanku tidak enak!

The Devil Become A Princess✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang