Evil 57

4.1K 542 1
                                    

Rasanya aneh.

Pamanku yang baik hati itu rupanya menjalin perjanjian dengan raja iblis di dunia ini untuk mendapatkan kekuatan. Apa aku yang bahkan hanya bisa menggunakan sulur rambat transparan 10 kali sehari ini bisa mengalahkannya?

Iya, aku bisa menggunakan 10 sulur rambat transparan setiap satu hari. Tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan kekuatanku setahun lalu.

Kalian benar. Usiaku sudah 8 tahun sekarang. Dua tahun setelah aku menjadi Charice. Satu tahun setelah aku tahu fakta kalau pamanku bersekutu dengan raja iblis. Dua tahun sejak kaisar meminum air mata naga. Banyak yang terjadi. Selain kekuatanku yang jadi sedikit lebih kuat, tidak ada hal baik lain yang terjadi. Ayah Charice masih belum menunjukkan tanda-tanda akan sembuh. Kakak kembar Charice juga belum kembali sejak saat itu.

Aku masih belum mengerti. Duniaku dengan dunia Charice adalah satu kesatuan. Hampir semuanya sama. Kecuali di bagian adanya robot. Tapi, kenapa definisi 'iblis' kami berbeda? Mana yang benar? Apakah iblis yang asli jahat. Atau justru baik?

"Hei, Chie! Kau tahu kalau kita punya janji, kan?" tanya Russel yang tiba-tiba muncul di kamarku.

Sejak kami memutuskan untuk bertunangan secara resmi satu tahun lalu, Russel jadi sering menemuiku. Tentu saja secara tiba-tiba seperti ini. Padahal dia bisa saja datang dengan membawa kereta kuda. Hal itu jelas lebih sopan dibandingkan datang secara tiba-tiba ke kamar seorang gadis.

"Kau juga tahu kalau hal itu percuma, bukan?" tanyaku malas.

Aku yang tengah berbaring di atas kasur langsung berguling ke sisi lain kasur yang lebih jauh dengan tempat Russel berdiri.

"Tidak ada hal yang percuma di dunia ini, Chie. Hanya waktunya saja yang belum tepat." kata Russel percaya diri.

Aku menutup telingaku dengan bantal.

Russel sudah berusia 12 tahun. Dia baru melakukan debutante seminggu lalu. Karena sudah dianggap dewasa, dia jadi selalu berceramah seperti orang dewasa. Kalimatnya selalu saja bijak. Lebih ke sok bijak sih sebenarnya.

"Waktu yang tepat itu kapan? Menunggu rambutku jadi putih?" tanyaku kesal tanpa menyingkirkan bantal yang menutup telingaku.

Russel berjalan ke sisi lain kasur. Aku segera berguling. Berpindah ke sisi kasur yang lebih jauh darinya. Russel kembali berjalan mendekatiku. Aku kembali berguling. Berusaha menghindari Russel sebaik mungkin.

Aku tidak mau berada dalam radius 1 meter dengan 'tunanganku' ini. Karena dia pasti akan membungkus tubuhku dengan es. Dari ujung kaki sampai leher agar aku diam saja dan mendengarkan ceramahannya yang lebih panjang daripada pamanku. Esnya memang tidak dingin ataupun membekukan darahku. Rasanya seperti digulung dalam selimut. Tapi, tetap saja tidak nyaman karena aku harus mendengar ceramahannya.

Russel menghela nafas. Dia sudah menyerah mendekatiku.

"Kau itu sudah 8 tahun! Bersikaplah sesuai usiamu!" kata Russel sedikit kesal sekaligus putus asa.

Aku menatapnya datar.

"Karena usiaku sudah 8 tahun, makanya aku bersikap kekanakan begini!"

"Waktumu hanya satu tahun, Chie!"

"Aku tahu!" lirihku pelan sembari memeluk bantal yang tadinya menutupi telingaku.

Satu tahun. Waktu yang tersisa untuk melengserkan jabatan pamanku hanyalah satu tahun. Abercio sekarang pasti berusaha keras agar tidak mati di medan perang. Karena waktunya semakin tipis, pamanku pasti mengirim beberapa pasukan ksatria yang bertugas membunuh Abercio secara diam-diam. Beberapa bulan lalu, aku pernah mendengar kabar jika Abercio hampir mati karena keracunan makanan. Juga pernah mati karena kelaparan.

Dimitri juga sama. Dia pernah diserang oleh gerombolan bandit yang mengincar hartanya. Juga pembunuh bayaran yang jelas disewa oleh pamanku.

Keberadaan diriku di kekaisaran ini juga terancam. Aku tidak bisa sembarangan mencari sekutu di kalangan bangsawan karena sebagian besar dari mereka berada di pihak pamanku. Jika aku salah bergerak sedikit saja, leherku bisa terpisah dari badan.

Aku dan Russel sudah memata-matai paman sejak setahun terakhir. Tujuan kami adalah untuk mencari kelemahannya. Tapi, hasilnya nihil. Perjanjian dengan raja iblis hanya bisa dibatalkan jika pihak yang menawarkan perjanjian mati atau keduanya setuju untuk membatalkan perjanjian.

Kami berdua tidak tahu siapa yang awalnya menawarkan perjanjian. Pamanku yang gila kekuatan dan kekuasaan itu bisa jadi orangnya. Tapi, raja iblis juga bisa. Karena dia butuh 'tubuh' untuk dijadikan rumah. Dan, 'rumahnya' itu haruslah orang yang memiliki jiwa serakah dan haus akan kekuasaan.

Jika kami membunuh pamanku. Raja iblis tetap bisa menggunakan tubuhnya dan kemungkinan akan balas dendam. Jika kami membunuh raja iblis, akan sulit karena kami tidak tahu dimana dia bersemayam. Bisa saja dia berada di salah satu helai rambut pamanku atau salah satu tetes darahnya.

Situasi kami jelas sangat sulit.

Tidak ada yang tahu cara untuk membunuh raja iblis beserta 'rumahnya' sekaligus. Satu-satunya yang bisa hanyalah Lumina, Dewi Cahaya. Tapi, tidak pernah ada yang tahu dimana Lumina berada. Melihat sosoknya saja tidak pernah. Itu semua hanyalah rumor tak berdasar. Kehadiran Lumina saja sudah seperti peri. Hanya mitos.

"Aku tidak tahu lagi! Aku menyerah! Semuanya terlalu sulit untukku!" kataku.

Aku benar-benar tidak tahu harus melakukan apa. Mencari Lumina? Tapi, bagaimana mungkin aku bisa mencari seseorang yang kehadirannya saja tidak terbukti. Kalaupun aku berhasil menemukan Lumina, apa dia memang bisa membunuh pamanku dan raja iblis sekaligus?

"CHARICE! KENAPA HIDUPMU RUMIT SEKALI?!"

Russel menghela nafas.

"Tidak ada yang sulit di dunia ini, Chie. Kau merasa sulit karena kau tidak mau berusaha." kata Russel. Lagi-lagi sok bijaksana.

Aku sudah berusaha. Tapi, tetap saja rasanya sulit. Karena memang tidak semua hal bisa diselesaikan oleh manusia biasa. Terkadang, ada masanya dimana kita harus menyerah. Dan, masa itu adalah sekarang.

Aku ingin bisa memenuhi keinginan Charice untuk memberikan takhtanya pada Abercio. Aku juga ingin keluarga Charice hidup dengan damai. Tapi, rasanya sulit.

Aku tidak bisa melakukannya.

Kehidupanku sebagai kaisar para iblis jauh lebih menyenangkan daripada kehidupan sebagai Charice. Aku bahkan tidak bisa melindungi diriku sendiri. Jadi, bagaimana mungkin aku bisa melindungi orang lain? Aku hanyalah remaja berusia 17 tahun yang masih labil. Aku yang seperti ini mana mungkin bisa membantu orang lain.

Memang sebaiknya aku menyerah saja.

Haha...

Apa sebaiknya aku bunuh diri saja? Dengan begitu, aku bisa terbebas dari kehidupan yang menyesakkan ini.

Aku benar-benar tidak punya harapan! Aku menyerah! Benar-benar menyerah!

Aku ingin berhenti.

"Tapi, Novana. Kehidupan ini adalah milikmu!"

Ah, sebuah suara. Suaranya lembut sekali. Suara siapa ya?

Aku menatap Russel. Dia hanya menatapku dengan datar sembari sesekali menghela nafas. Kelihatannya, hanya aku yang mendengar suara itu.

Kehidupan ini milikku? Apa maksudnya hal itu?

The Devil Become A Princess✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang