Russel sudah kembali ke rumahnya setelah bicara dengan pamanku.
Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Tapi, sudah jelas kalau apapun yang mereka bicarakan dalam ruang kerja pamanku adalah hal yang buruk untukku. Meski begitu, aku percaya kalau rencana Russel akan bagus untuk masa depan Janeiro nantinya.
Russel adalah anak yang selalu berhati-hati dalam bertindak.
Aku hanya harus percaya padanya.
Kalau Russel membuat kesalahan. Aku yakin dia akan langsung memperbaikinya. Atau, dia akan tidur dalam pelukan sulur rambat transparan hasil karya tanganku.
Sekarang, aku harus fokus dengan robot lalat ini. Benda yang tak ada bedanya dengan lalat asli ini nampak begitu asing untukku. Di dalam duniaku yang diciptakan oleh Charice, sama sekali tidak ada penjelasan mengenai robot. Charice sepertinya membuat latar waktu di jaman kekaisaran kuno yang belum mengenal tekhnologi sehebat ini. Atau, bisa juga dia menggunakan latar waktu di jaman dimana semua tekhnologi hebat ini musnah. Alasannya tentu saja karena manusia itu sendiri. Bagi makhluk dengan sifat serakah yang tidak pernah ada habisnya itu, tekhnolgi sehebat ini pasti akan digunakan untuk menghancurkan. Setelah semuanya hancur, barulah mereka akan menyesal. Kembali memulai semuanya dari awal. Kemudian, menemukan tekhnologi lagi. Saling menghancurkan sekali lagi. Terus begitu sampai sifat serakah mereka hilang. Dengan kata lain, selamanya. Sampai dunia menyerah dan kemudian hancur.
Hah! Aku beruntung karena terlahir sebagai bangsa iblis dulu. Walau mereka individualis dan tidak memiliki perasaan. Tapi, setidaknya mereka tidak pernah punya pikiran untuk menghancurkan bangsanya sendiri.
Manusia memang aneh, ya.
"Bagaimana cara menggunakan benda ini?" tanyaku sembari menatap robot lalat yang masih diam di atas meja itu.
Russel bilang, aku hanya harus menyalakan tombolnya agar robot ini memindai diriku. Masalahnya, ada dimana tombol yang harus aku pencet?! Robot ini sangatlah kecil. Aku tidak bisa melihat tombolnya dengan jelas. Memakai kaca pembesar juga tidak ada gunanya.
Aku ingin pergi ke rumah Russel atau setidaknya mengirim seseorang ke sana. Tapi, sepertinya akan memakan waktu lama. Dan, aku pasti yakin kalau Russel malah mengataiku bodoh dibandingkan memberitahuku cara menyalakan robotnya. Jadi, daripada mendengar anak kecil itu mengatai diriku yang sudah remaja ini, lebih baik aku berdiam diri di depan robot lalat ini selama ratusan jam.
Sekarang, mari kita berpikir!
Lalat berpindah tempat dengan menggunakan kedua sayapnya. Mereka bisa melihat benda yang ada di belakang mereka. Mata mereka rabun. Lalat suka memuntahkan makanan. Penciuman mereka tajam. Kalau aku jadi lalat, maka apa yang akan membuatku bergerak?
Ah, Russel sialan!
Memencet tombol katanya?
Yang harus aku lakukan kan hanyalah mengibaskan tanganku di atas tubuh lalat.
Argh! Pantas saja aku tidak bisa menyalakan benda sialan ini sejak tadi meski sudah memencet semua bagian tubuhnya. Rupanya dia hidup dengan lambaian tangan di atas tubuhnya.
Russel sialan! Awas saja nanti! Akan aku kirim robotnya ini ke rumahnya. Dan, akan aku rekam bagian paling memalukan dari hidupnya. Setelah itu, akan aku minta para penyihir untuk merekamnya dengan bola mana. Rekaman memalukan itu akan aku sebar ke seluruh kekaisaran. Dengan begitu, image Russel sebagai seorang penerus Duke Balthasar yang terkenal dan berwibawa akan musnah!
Suara desingan terdengar pelan. Robot lalat itu mengepakkan sayapnya. Dia kemudian terbang di atas kepalaku. Sebuah larik cahaya muncul dari kedua matanya yang besar. Larik cahaya itu menyelimuti tubuhku dari atas kepala hingga kaki. Cepat sekali proses itu terjadi. Dalam waktu 3 detik, robot lalat itu sudah selesai memindai diriku sebagai 'pemilik' sekaligus pengendalinya
"Pergilah ke hutan terlarang dan awasi para elves!" kataku tegas.
Robot lalat itu berdesing pelan. Ia kemudian terbang ke luar jendela dan menuju tempat yang aku perintahkan.
Syukurlah, robot ini bekerja dengan perintah suara. Karena aku tidak yakin bisa mengendalikannya dengan menggunakan tombol.
Sementara robot itu terbang menuju hutan para elves, aku memilih merebahkan diri di atas kasur sembari menunggu. Perjalanan menuju hutan para elves memakan waktu 2 hari dengan kereta kuda. Karena lalat itu kecil dan terbangnya juga tidak terlalu cepat, mungkin akan butuh waktu 4 sampai 6 hari.
Hah! Aku bisa mati karena bosan menunggu.
Pip! Pip! Pip!
Sebuah suara asing mengusik gendang telingaku. Aku langsung duduk. Menatap sekitar. Tidak ada apapun di sini. Sampai akhirnya sebuah layar transparan tipis muncul di hadapanku.
Layar transparan tipis? Ini kan layar milik robot lalat. Apa mungkin dia sudah sampai di hutan para elves? Tapi, baru 10 menit lalu dia pergi. Masa sudah sampai?
Bzzz!!!!
Layar tipis itu menampilkan gambar yang mirip gerombolan semut berwarna putih dan abu-abu pada awalnya. Kemudian, secara ajaib muncul gambar hutan para elves di sana. Bentuknya sama persis seperti hutan para elves di duniaku. Pohon yang mengering. Kabut berwarna hitam memenuhi bagian dalam hutan. Tanah begitu kering hingga muncul retakan di atasnya. Tidak ada satu pun tanaman atau hewan di sana. Yang ada hanyalah suara erangan yang menakutkan dari para elves. Dilihat dari atas saja sudah terlihat jelas kalau hutan ini sangat menakutkan. Jauh lebih menakutkan dari hutan para elves yang aku tahu.
Robot lalat itu terbang ke bawah. Menuju gerombolan para elves yang berdiam di satu titik. Mereka nampak seperti menunggu sesuatu. Kereta kuda Janeiro. Itulah yang mereka tunggu. Karena adanya kereta kuda menandakan jika makanan mereka sudah 'diantarkan'. Para elves itu juga mendiami jalan bawah tanah yang dibangun.
Ini aneh.
Para elves memang memiliki pendengaran yang begitu hebat. Tapi, mereka seharusnya tidak mengetahui jalan di bawah tanah. Jalan itu kan letaknya cukup jauh dari kemampuan pendengaran bawah tanah para elves. Selain itu, jalannya juga dirancang kedap suara sehingga tidak ada suara sekecil apapun yang menembus luar.
Jadi, bagaimana mungkin mereka tahu soal jalan itu? Seolah, ada yang memberitahu mereka. Tapi, siapa? Pamanku jelas tidak akan melakukan hal itu karena tidak bisa menahan serangan para elves terhadap kereta kuda bisa mempengaruhi kekuasaannya. Para bangsawan juga rata-rata mendukung paman. Rakyat yang berada di pihak Charice juga tidak mungkin berani memberitahu para elves letak kereta kuda Janeiro. Apalagi jika mereka tahu kalau akulah orang yang memberikan ide jalan bawah tanah itu.
Robot lalat itu memperbesar ukuran layarnya. Sekarang, aku bisa melihat seorang elves yang tengah menatap bagian pintu masuk hutan melalui Janeiro.
Deg!!!
Apa-apaan itu?! Kenapa aku bisa melihat warna merah dan biru membungkus tubuh elves itu? Ah, tidak hanya dia! Hampir semua elves memiliki warna merah dan biru di tubuh mereka. Hanya 3 elves yang tidak.
Tapi, bukankah itu aneh?! Bagaimana mungkin elves memiliki perasaan? Mereka kan hanya memikirkan makan dan bertahan hidup saja.
Apa mungkin para elves lain sebenarnya adalah manusia? Tapi, bagaimana bisa para elves berubah jadi manusia?
Russel!
Aku harus bicara pada Russel!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil Become A Princess✔
Fantasy[Bukan Novel Terjemahan - END] Novana awalnya adalah iblis yang hidup di jalanan dan berhasil menjadi kaisar setelah membunuh kaisar yang asli. Dia kemudian dibunuh oleh seorang pria yang dia cintai. Yang tak lain adalah putra dari kaisar yang dia b...