________________________________________________________________________________
Mamako mengubah haluan ke arah kamar mandi, menanggalkan pakaiannya beserta membantu Gin bertelanjang diri sebelum menarik Gin ke dalam.
Semua itu dilakukan tepat di hadapan Gin yang hanya bisa diam tak bergerak.
Gin tidak yakin harus bereaksi seperti apa. Haruskah dia senang bahwa Mamako bernafas sedikit kuat ketika melihatnya telanjang dan memergokinya menatap pedangnya. Atau senang karena Gin mendapatkan pemandangan sangat indah. Atau haruskah dia sedih karena dia harus menjalani neraka tapi surga untuk kesekian kalinya?
Gin memiliki pikiran yang bertentangan. Di satu sisi dia sangat senang di sisi lain dia takut. Takut tidak bisa menahan lebih jauh.
Bah! Omong kosong apa yang dia pikirkan sebelumnya hanyalah sebagai cara dia meditasi.
Bagaimanapun dia telah mencicipi bunga terlarang, dia masihlah seorang laki-laki normal. Tubuh Mamako yang sempurna juga tidak membantu sama sekali, terutama melon dan semangka yang besar sekaligus terlihat sangat kenyal itu. Hanya pria bengkok dan mengalami masalah mental yang tidak merasakan kedutan di antara kaki.
Gin segera menyingkirkan pemikiran yang tidak seharusnya. Dia perlu melantunkan beberapa kata-kata suci.
Mamako menarik Gin ke dalam dan menyuruhnya duduk di depan pancuran. "Sini.. biarkan Okaa-san membasuh punggungmu. Sudah berapa lama, Okaa-san tidak memandikanmu."
Sejujurnya Mamako merasa malu, tapi rasa antusias dan bahagianya menekan rasa malu tersebut hingga tak tersisa.
Gin mengangguk patuh, duduk dengan tenang di sana. Tapi tidak menghentikan keluhan keluar dari mulutnya, "Ayolah, aku sudah dewasa Okaa-san. Dan Itu hanya sekitar beberapa bulan lalu."
"Dewasa, anak kecil, remaja, orang tua, jika itu adalah Gii-kun tidak peduli berapa usiamu, Gii-kun tetap bayi kecilku." Mamako mengatakan hal itu dengan wajah serius. Dia kemudian mulai menggosok punggung Gin.
Gin hampir memutar matanya, 'Jika bukan karena kontrolku tentang Reiryoku di bawah sana, aku ingin melihat apakah Kaa-san masih bisa mengatakan itu.'
Selama ini, sejak memasuki masa remaja, Gin harus menguatkan tekadnya agar tidak menghunus Excaliburnya tanpa sengaja. Dia selalu menipu otaknya agar berpikiran murni ketika dalam situasi seperti ini.
Bukannya menjadi munafik, tapi dia masih belum yakin.
Seperti yang mungkin telah dia katakan, menjalin sebuah hubungan hanya untuk berpisah bukanlah gayanya saat ini. Memainkan wanita bukanlah pekerjaan pria sejati dan berbudaya. Hanya mereka yang brengsek yang mempermainkan wanita. Gin mencoba menjadi pria, bukan pria brengsek.
Sejauh ini Gin tidak menemukan perasaan tipu daya dari kehangatan yang Mamako curahkan. Jadi dia merasa agak salah jika menipu wanita tulus sepertinya.
Alasan keraguannya, terutama berkaitan dengan masa lalunya. Banyak pengkhianatan yang dia terima membuatnya agak berhati-hati terhadap orang lain dan sangat sulit untuk menaruh kepercayaan sedikitpun.
Jika ditunjuk menjadi seorang raja, Gin adalah kriteria yang cocok. Seorang Raja yang cakap adalah mereka yang tidak bisa berpikir lurus kepada seseorang, pasti akan ada rasa kecurigaan baik itu sedikit atau banyak, tapi rasa curiga pasti akan muncul. Bahkan penasehat, atau kaki tangannya tidak boleh lepas dari kecurigaan.
Jika seorang Raja mudah mempercayai seseorang, maka dia tidak akan bisa mempertahankan tahtanya terlalu lama.
Namun, ini tidak berarti Gin menjadi bajingan yang menilai semua manusia adalah sama. Tidak, dia sudah mulai menaruh kepercayaan kepada Mamako.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deviate Otaku di Multiverse
Fanfiction!!Warning!! Karya ini tidak untuk bocah!!bagi yang berusia kurang dari 18 tahun mohon mundur. !!Warning!! Author tidak akan bertanggung jawab !!! Ini adalah kisah klise lainnya tentang seorang pria bereinkarnasi di suatu dunia fiksi dengan beberapa...
