38

1.5K 267 34
                                    

Rose berdiri di depan satu satunya kasur yang ada di rumah itu.

"Aku tidak berencana untuk mengundang siapapun,makanya aku tidak menyiapkan kamar tamu"ujar Jimin sambil membawa selimut di tangannya.

"Apa kau juga tidak berencana untuk mengajakku ke sini,jika bukan kejadian hari ini?"seru Rose lalu berbaring di berbaring di kasur itu.

Jimin mematikan lampu kamar.Hanya cahaya dari luar yang dapat menyinari kamar mereka.Kemudian ia berbaring di samping Rose.

"Kenapa?Apa kau merasa tersinggung?"

"Tentu saja tidak,itu adalah hakmu.Dan selamat malam!"

Rose segera memejamkan matanya.Posisinya sekarang sedang berbaring membelakangi Jimin.Tidak lama lengan Jimin melingkar di pinggangnya dan menarik tubuhnya mendekat ke pria itu.

"Jim--"

"Ssst, tidurlah"sahut Jimin,meredakan protes wanita itu.Tidak ada pilihan lain bagi Rose,ia segera memejamkan matanya.

***
Rose terbangun dipagi harinya suara Jimin yang sedang berbicara dengan seseorang lewat panggilan telepon.

Rose lalu duduk memeluk lututnya dan memandang Jimin dari jauh.

Pria itu berdiri membelakangi nya dengan keadaan tidak mengenakan atasan apapun di tubuhnya.Terlepas dari luka ditubuhnya,pria itu tetap terlihat menarik.Rose sampai sampai bertanya pada dirinya sendiri,apakah matanya rusak atau bermasalah hingga tubuh penuh luka seperti ini tidak bisa membuat pandangan matanya berpaling.

Jimin akhirnya mengakhiri pembicaraan dan menoleh pada Rose.

"Apa semua baik baik saja?"tanya Rose pelan.

"Sepertinya begitu"

"Sampai kapan aku harus berada di sini?Aku perlu bekerja"

"Apa kau benar benar harus bekerja disana?"

"Mengingat itu adalah salah satu sumber penghasilan ku,maka jawabannya,iya"

Jimin tersenyum tipis mendengar jawaban Rose.Tidak ada yang berani berbicara blak blakan seperti ini padanya.

Jimin berbalik lalu mengambil sesuatu di lemari kecil yang tidak terletak jauh dari mereka lalu kembali sambil membawa kartu kredit miliknya.

"Ambil ini,anggap saja kalau ini adalah salah satu dari sumber penghasilanmu,dariku"ujar Jimin,ia mengambil paksa tangan Rose lalu meletakkan kartu itu di telapak tangannya.

"Aku tidak bisa menerima hal ini"seru Rose.Ia kembali memberikan kartu itu pada Jimin namun pria itu sama sekali tidak menerimanya.

"Dalam hubungan kita,aku yang berhak menentukan apa yang akan kau terima dan yang tidak akan kau terima"

Rose menyerah.Ia memasukkan kartu itu kedalam tasnya.

"Baiklah"

Dering ponsel Rose mengalihkan perhatian mereka.Rose melirik nama melirik ponselny,setelah mengetahui itu siapa, ia buru buru mematikan ponselnya.

Walaupun terlambat,Jimin masih bisa melihat siapa yang menelepon Rose.

"Keparat itu masih sering menghubungi mu rupanya"

"Ada urusan di bank,bukan urusan lain"

"Urusan bank ataupun omong kosong lainnya hanya ia gunakan untuk bisa menemuimu bukan?Setidaknya,kau bukankah wanita yang terlalu naif untuk urusan seperti ini"

"Jimin,aku sudah mengatakan apa yang harus aku katakan pada Cavin,tapi aku tidak bisa membuatnya berhenti muncul di hadapanku"

"Aku bisa melakukannya"sahut Jimin santai.

Into You [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang