"Bagaimana bisa kamu berada di sana, sayang?" Tanya Ayres lembut, tangan kanannya menyetir mobil sedangkan yang kiri menahan pantat semok itu agar tak terjatuh dari pangkuannya.
Xan bergumam tidak jelas, ia mengantuk. Ayres menggeleng pelan, Xan sebenarnya masih sakit, belum lagi cedera di punggungnya yang belum sembuh.
"Lain kali jika ingin bermain bilang pada Daddy, jangan pergi sendiri" ujar Ayres mengingatkan.Bocah itu mendongak dan menggeleng tidak terima. "San nda teluar cendili, aunty badut yang endong San teluar lumah. Pundun San cakit agi~ aunty badut endong na nda pelan-pelan" Xan protes, juga mengadu jika punggungnya sakit lagi.
Ayres mengernyit, aunty badut? Wanita gila itu? Cih, benar-benar tak bisa dibiarkan. "Bagaimana caranya dia membawa anak Daddy yang sudah mengantuk ini keluar rumah, hm?" Tanya Ayres sekaligus meledek Xan yang sudah hampir terpejam.
"Tadi na San uda di wawa, api na nda bole cama uncle becal. Teyus watu cemua uncle becal di pandil, aunty badut wawa San macuk Blum~" Ayres mengangguk, ia menggunakan kesempatan itu agar bisa membawa Ayres pergi. Memang setiap pagi, sekitar 2 menit setiap harinya penjagaan rumah besar itu akan longgar walau hanya dua menit, jadi kemungkinan besar wanita itu masuk saat mereka semua berkumpul dibelakang untuk pemeriksaan.
"Lalu xan bisa di taman bermain itu-"
"Daddy San kut yang di tv~ watu Olang nya teluar blumm San lali de~" kata Xan antusias, seolah melupakan kantuknya.
Ayres tersenyum, anaknya pintar. Seperti dirinya. "Oh, dan siapa orang yang Xan temui di taman? Dia baik, siapa tau Daddy bisa membantunya sesuatu sebagai balas budi" Xan menegang, dan Ayres menyadari itu. Dengan inisiatif ia bertanya.
"Ada apa? Apa dia orang jahat?" Tanyanya panik, Xan sontak menggeleng.
"Glenma baik ko, glenma ucap-ucap kaki San talena dinin, glenma peyuk San juda... Hanat banet, San cuka~" ucap Xan semangat. Sepertinya ia lupa dengan janjinya.
"Benarkah?" Tanya Ayres seolah senang dengan apa yang didengarnya, seseorang memeluk Xan. Dan itu sebuah pelanggaran besar.
"Uhm!" Xan mengangguk. "Cama hanat na cepelti peyuk na aunty Stela" kata Xan dengan suara mulai mengecil, matanya semakin terpejam, mulutnya terbuka lebar akibat menguap, ia sudah sangat mengantuk.
"Dan Stela takkan pernah menjadi mommy mu, Daddy harus merelakan nya. Walau terpaksa"
>>><<<
"Sialan! Siapa nenek-nenek itu? Membuatku kesal saja. Gara-gara dia Xan tidak jadi kubawa ketempat itu" Abigail menghela nafas, menahan amarahnya.
"Padahal mereka menawarkan harga yang cukup mahal untuk organ tunggalnya, tapi anak itu malah kabur" ia menghentakkan kakinya kasar.
Telepon genggamnya berdering, tanda seseorang menghubunginya. Dengan malas ia mengambil ponselnya di dalam tas.
"Siapa?" Tanyanya malas.
"Halo sayang?" Abigail terkejut, ia segera mengubah suaranya menjadi lebih lembut.
"Ya sayang, ada apa?" Ia gugup, takut langganannya ini marah.
"Datang ke apartemen ku, aku butuh dirimu"
"Baiklah, tunggu aku sayang~" bagaimana bisa ia menolak? Kenikmatan sesaat yang menjadi candunya.
Ia tersenyum senang, melupakan sedikit kekesalannya tadi. Segera ia mengganti bajunya dengan yang lebih ketat dan minim.
Apa yang akan dilakukannya? Sex.
Uang yang akan diberikan oleh pelanggan nya tidak sedikit, 'mereka' bilang dia 'ahli'. Semakin puas mereka, semakin banyak uang yang akan mereka keluarkan.
Jalang seperti nya tak pantas bersanding dengan Ayres.
Lalu siapa yang pantas?
🍼🍼🍼
Note:
Hm, makin kesini makin ga seru:)
Terus gimana? Hiatus dulu aja?Xan tidur, jangan berisik ya🤫
By. Pinterest
KAMU SEDANG MEMBACA
Mafia Widower
Teen Fiction⟨⟨END⟩⟩ "Hiks... Hiks..." Seorang anak kecil menangis dibawah pohon besar dekat taman, mengalihkan atensi seorang gadis yang tengah termenung tak jauh dari posisi anak itu. Dengan inisiatif gadis itu menghampiri sang anak, mendekat. "Hei manis~ kena...