2 bulan setelahnya...
"Minggu depan kelulusan Stela, bukan?" Tanya Annette yang baru saja membuatkan kopi untuk Ayres, Ayres yang sedang duduk di sofa halaman belakang favoritnya itu mengangguk tanpa menoleh.
"Gimana sama susunan acaranya? Udah disiapin matang-matang kan?" Tanya Annette lagi, dan lagi Ayres hanya mengangguk. Melihat Ayres yang terlihat sangat sibuk dengan laptop di pangkuannya Annette menjadi penasaran, apa yang dikerjakan anaknya ini?
"Ada apa? Kok kaya serius banget gitu?" Tanya Annette lagi, Ayres hanya menggeleng. "Bilang sama bubu kalau ada apa-apa jangan kaya gitu, siapa tau bubu bisa bantu kan?"
Mendengar itu Ayres mengambil nafas panjang, menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa, menatap Annette lesu. "Baju pengantinnya, hilang" sontak mendengar itu Annette terkejut.
"K-kok?"
"Ayres juga kurang tau, designer nya bilang saat baju itu akan dibawa kemari hari kemarin, baju itu hilang di stasiun-"
"Hilang di stasiun? Memangnya dia kemana? Kenapa juga bajunya ga dibawa?" Tanya Annette beruntun, Ayres menggeleng.
"Tas berisi baju itu terpantau selalu dibawa olehnya, dilihat dari rekaman cctv di stasiun itu. Dia membawa tas itu kemanapun semenjak ia keluar dari rumahnya untuk mengantarnya kemari, termasuk beberapa tempat yang ia datangi terlebih dulu, seperti toko kain, pernak-pernik, serta sempat mampir ke cafe untuk membeli kopi dan kembali menaiki taksi menuju stasiun bawah tanah" ucap Ayres panjang lebar, nada bicaranya sangat ketara bahwa ia sedang frustasi.
Lengan Annette terulur, merengkuh bahu lebar anak tirinya itu. Membawanya bersandar pada bahunya, diusap lembut puncak kepala sang anak dengan sayang. "Semua rencana tidak selalu berjalan mulus tanpa hambatan, ada kalanya saat sesuatu membuat rencana yang kita susun sedemikian rupa menjadi hancur. Itu sebuah cobaan-"
"Tapi kenapa harus Ayres? Ini penting-"
"Karena Tuhan tau kalau Ayres mampu melewati itu, jadi... Berusahalah agar Ayres bisa melewati cobaan yang Tuhan berikan, oke?" Ayres mengangguk paham, melingkarkan lengannya pada pinggang sang ibu.
"Lalu bagaimana bajunya bisa hilang?" Tanya Annette.
"Saat designer itu pergi ke kamar mandi, tas itu masih ada bersama dengan tas kecil miliknya. Ia menaruh tasnya dan tas berisi baju itu di loker dekat kamar mandi, sementara ia akan ke kamar mandi sebentar. Dan ini yang aneh sebenarnya, tiba-tiba cctv di dekat loker itu mati. Dan kembali menyala saat loker itu dalam keadaan terbuka tanpa ditutup kembali begitu saja" jawab Ayres lesu, semakin mendusel kepalanya pada dada sang ibu.
Annette mengangguk paham. "Lalu bagaimana dengan pelakunya?"
"Seseorang yang sangat amat patut dicurigai, Abigail" wanita paruh baya itu mengerutkan keningnya bingung. "Memangnya dia belum tertangkap?"
Ayres menggeleng. "Ia bersembunyi, walaupun Ayres tau dimana tempatnya, Ayres belum bisa menangkapnya begitu saja"
"Kenapa?"
"Seperti keahliannya, yaitu menggoda banyak pria. Ia berhasil menarik perhatian rival Ayres, dan dia memang bukan lawan yang mudah. Jadi bisa dipastikan jika Abigail sepertinya menyuruh seseorang agar mengambil baju itu dan dibawanya pergi, jelas orang itu bukan seorang profesional, ia meninggalkan banyak jejak"
"Contohnya?"
"Seperti sidik jadi, dan beberapa foto dan video orang mencurigakan di dalam stasiun sebelum dan sesudah kejadian, dan ada satu foto yang terlihat jelas siapa pelakunya" kalimat terakhir yang Ayres ucapkan membuat Annette semakin bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mafia Widower
Teen Fiction⟨⟨END⟩⟩ "Hiks... Hiks..." Seorang anak kecil menangis dibawah pohon besar dekat taman, mengalihkan atensi seorang gadis yang tengah termenung tak jauh dari posisi anak itu. Dengan inisiatif gadis itu menghampiri sang anak, mendekat. "Hei manis~ kena...