"Nona Stela baik-baik saja, ia hanya tak bisa menahan sakitnya karena ada sedikit jahitan yang terbuka. Tapi dia tidak apa-apa, sebentar lagi ia akan sadar" jelas Sean selesai menangani Stela, ia merapikan beberapa alat yang tadi ia bawa ke tas nya.
Semuanya mengangguk paham, menatap prihatin Stela yang terbaring di atas kasur.
"Kapan lukanya akan sembuh?" Tanya Ayres pada Sean, jujur saja, jika memang bisa Ayres lebih memilih dirinya yang terluka dari pada Stela.
Sean menggeleng. "Tidak dapat diprediksi, hanya menunggu lukanya mengering". Duda beranak satu itu menghela nafas panjang, hanya bisa menunggu.
"Daddy!!!" Teriakkan dari luar kamar mengalihkan seluruh atensi di dalam kamar itu, Xan tiba-tiba masuk dengan onise beruangnya, juga seorang gadis kecil dengan onise yang sama namun berbeda warna.
"Ada Blyna~!" Pamer Xan sambil mengangkat tangannya yang sedang menggenggam tangan Bryna.
Ayres mengerutkan keningnya, bagaimana bisa Bryna ada disini? Tak mungkin gadis kecil itu datang sendiri. Tepat setelah pertanyaan yang terlintas di pikiran Ayres, seorang wanita dan pria paruh baya muncul dari balik tembok dengan senyum hangatnya.
Mereka berdua terlihat sangat canggung. "Selamat sore, maaf kami mengganggu sore kalian semua. Bryna menangis karena ingin bertemu dengan Xan, jadi kami datang kesini" ujar tuan Gavrila.
Ayres tersenyum tipis. "Tidak masalah, cucu anda bisa bermain disini. Mari ikut saya, saya akan bawa kalian ke ruang tamu selagi menunggu Bryna bermain" ucap Ayres mempersilakan mereka berdua agar mengikutinya.
"Biar saya yang buat minumnya" ujar Annette sambil bangkit, Ayres sontak menoleh. "Tidak!"
Annette kembali diam, menatap Ayres bingung. "Kenapa?" Tanya Annette.
"Bubu bukan maid, jadi tidak usah. Itu tugas maid, bukan bubu" ucap Ayres tegas. Annette menghela, tersenyum lalu mengangguk.
"Tapi bubu ikut ke bawah ya?" Ayres mengangguk, menghampiri Annette dan menggandengnya. "Ayo" Annette mengangguk dan tersenyum, mengelus lembut punggung tangan Ayres yang melingkar di lengannya.
Kedua paruh baya di depan pintu itu tersenyum melihatnya, sampai mata nyonya Gavrila menatap gadis yang terlihat tidak asing di matanya. Dahinya membentuk garis samar, berusaha mengingat siapa gadis yang berada di atas kasur.
"Bukannya gadis itu yang anda bawa ke toko kami?" Tanyanya saat sekelebat memori berhasil mengingatkannya pada gadis yang sedang terbaring itu.
Ayres segera mengikuti arah pandang nyonya Gavrila, menyadari bahwa nyonya Gavrila menatap Stela Ayres mengangguk. "Ya, anda benar" jawab Ayres.
"Ada apa dengannya? Apa dia sakit?" Tanya nyonya Gavrila beruntun, mendengar itu tuan Gavrila segera menghentikan kebiasaan nyonya Gavrila yang tidak bisa bertanya kurang dari sekali.
Mendengar larangan dari sang suami nyonya Gavrila segera tersadar dan meminta maaf. "Maafkan saya, itu kebiasaan saya. Maafkan sekali lagi" ucapnya sambil sedikit membungkuk.
Melihat itu Annette tersenyum lembut. "Tidak apa-apa, angkat kepala kalian. Jangan bersikap seperti kami adalah hal yang sangat harus dihormati, kita sama Dimata tuhan" ucapan Annette sontak membuat mereka berdua terkejut, baru kali ini mereka tidak diperlakukan semena-mena karena faktor ekonomi mereka.
"Ya, mungkin kalian sudah bertemu dengannya. Gadis yang terbaring di ranjang itu sedang sakit" jawab Annette setelahnya, kedua paruh baya itu mengangguk canggung.
"Anggap saja seperti rumah kalian"
"Terimakasih" ucap kedua tulus, Annette mengangguk. "Ayo kebawah, kita mengobrol selagi menunggu cucu anda bermain dengan cucu saya" keduanya segera mengangguk dan mengikuti mereka kebawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mafia Widower
Teen Fiction⟨⟨END⟩⟩ "Hiks... Hiks..." Seorang anak kecil menangis dibawah pohon besar dekat taman, mengalihkan atensi seorang gadis yang tengah termenung tak jauh dari posisi anak itu. Dengan inisiatif gadis itu menghampiri sang anak, mendekat. "Hei manis~ kena...