Musim dingin akan datang, suhu pun perlahan turun. Beberapa dari mereka menggunakan syal dan mantel. Sama halnya dengan Stela, kakinya cukup dingin karena memakai rok pendek.
"Bus nya kapan datang?" Gumamnya agak gemetar, ia semakin mengeratkan Hoodie yang dipakainya. Tenan menyilang, berusaha menghalau dingin yang menusuk kulit. Jika tau begini ia akan memakai mantel tebalnya.
Lalu tak lama bus datang, Stela menunggu yang akan turun keluar lebih dulu. Setelah itu ia naik, duduk di seat belakang. Memasang earphone pada kedua telinganya, lalu ia memejamkan matanya. Sekolah masih cukup jauh.
Namun saat ia baru saja mau terpejam, seseorang duduk disebelah. Tapi sayang ia tak peduli, rasa kantuknya tidak bisa ditahan.
Lelaki disebelahnya menoleh pada perempuan disebelahnya, lalu tersenyum tipis saat melihat perempuan itu tertidur. Lengannya terangkat, menarik pelan kepala itu dan diletakkan di pundaknya. Mengelus lembut saat perempuan itu merasa terusik.
>>><<<
"Stela, kok tidur sih?" Tanya July.
Stela hanya bergumam tak jelas, lalu Kembali tidur. July hanya mendengus, kadang sahabat nya ini memang susah sekali diajak bicara jika sudah mengantuk.
Aiyla yang baru saja datang, mengurungkan niatnya yang ingin menyapa pagi yang dingin ini. Ia paham mengapa Stela kelelahan, ia sibuk bekerja akhir-akhir ini. SPP nya menggunung jadi ia lebih banyak bekerja dan hampir mengambil shif pagi bersama temannya di cafe. Anehnya ia selalu ditagih iuran bulanan oleh sekolah, padahal anak beasiswa gratis SPP bukan?
"Kecapean ga sih?" Tanya Aiyla pada July.
July mengangguk, ia juga kasihan dengan Stela. Padahal ia sudah bilang pada baba nya agar ia bisa bekerja di kantor cabang, dan baba nya setuju. Waktu itu Stela tak sengaja melihat pekerjaan milik baba nya yang saat itu sedang ada masalah, Stela memberi saran. Awalnya mereka ragu dan hampir menolak, namun setelah dicoba ternyata berhasil dan perusahaannya kembali berjalan lancar. Tapi sayang Stela menolak tawaran itu.
"Biarin aja, kasian juga" kata July, lalu ia memutar badannya menjadi ke depan menghadap papan tulis.
Lalu setelah itu kelas pun dimulai.
>>><<<
"Kenapa lo senyam-senyum sendiri?"
Yang ditanya langsung mendelik tajam, tapi setelah itu ia kembali memainkan tali tas nya dan senyum-senyum sendiri.
Temannya yang melihat itu hanya bergidik ngeri, ia mungkin berfikir temannya kerasukan. Jadi ia berinisiatif memanggil Kiai.
"Lo lagi suka sama cewek, heh?" Tanya teman yang satunya lagi, Jay menoleh lalu mengangguk.
"Siapa?" Tanyanya lagi.
"Dia satu tingkat di atas kita, dari sekolah sebelah" katanya santai.
"Hah? Sekolah miskin itu?!"
Pletak!
"Tutup mulut lo" ucapnya tegas.
"Maaf" katanya sambil mengelus dahinya yang sedikit memerah.
"Jadi orang jangan suka sompral makanya, Roy" katanya tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.
"Bacot, Jere!" Katanya kesal.
Jere hanya menatapnya singkat, lalu ia kembali bertanya pada Jay.
"Kok lo bisa kenal dia?"
Jay menoleh, kemudian memasang raut wajah seolah berpikir serius seperti sedang ujian padahal bawa contekan.
"Dia guru privat matematika gue" katanya sambil mengerutkan alisnya saat ia hampir kalah dalam permainan.
"The f-"
"Serius?!"
Jay mengangguk santai, lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku. Dan berjalan ke arah pintu, namun sebelum itu ia kembali berbicara.
"Maka dari itu, gue harus berusaha buat jadi orang yang dia mau. Kaya kakak gue" gumamnya di akhir.
🍼🍼🍼
Note:
Hari pertama menstruasi, semua orang terasa menyebalkan hari ini:(
Alhamdulillah bukunya udah ketemu, dan sekarang Rin tau nama bapaknya Xan
(人*'∀`)。*゚+Dan satu lagi, kok siders makin banyak? Jangan sampai cerita ini Hiatus cuma gara-gara Rin ga ada mood kerena kalian:)
Laper ish༼;'༎ຶ ༎ຶ༽ - - Rin😐🍭
By. Pinterest
KAMU SEDANG MEMBACA
Mafia Widower
Teen Fiction⟨⟨END⟩⟩ "Hiks... Hiks..." Seorang anak kecil menangis dibawah pohon besar dekat taman, mengalihkan atensi seorang gadis yang tengah termenung tak jauh dari posisi anak itu. Dengan inisiatif gadis itu menghampiri sang anak, mendekat. "Hei manis~ kena...