Sedikit banyak dalam chapter ini memiliki selang waktu dan latar yang berbeda, mohon menyimak dengan baik saat membaca.
Terimakasih atas perhatian kalian sebelumnya^^
Happy reading~
.
.
.
.
.
.Suara dari papan tuts yang saling menyahut menjadi satu-satunya suara dalam ruangan kecil yang hanya bisa dihuni oleh satu orang itu, orang yang diketahui adalah seorang pria itu menatap serius hal yang ada didalam komputer di hadapannya.
"Dimana... Dia...?" Gumamnya tanpa berhenti mengetik, bola matanya memperhatikan dengan seksama kalimat-kalimat yang terus bermunculan dari komputernya.
Sampai akhirnya, tak! Ia menemukan sesuatu. Ia menyatukan keduanya tangannya di atas meja, melihat santai apa yang ada di depannya. Orang yang baru-baru ini sangat ia percayakan hatinya, bermain dengan pria lain? Woah, fakta yang cukup mengejutkan untuk dirinya.
Namun anehnya, ia tak merasa sakit hati. Justru yang ada adalah perasaan lega, kenapa?
"Memang dari awal hatiku hanya milik Amira, bukan jalan itu. Abigail sialan!" Desisnya kesal.
Tubuhnya bangkit dari duduknya, berjalan keluar dari ruangan kecil itu. Segera ia mencari gadis yang ia cari di dapur, tapi netranya tak menemukan sang gadis yang ia cari.
"Sarah, dimana Amira?" Tanyanya pada maid muda yang sering bersama dengan gadis pujaan hatinya.
Yang dipanggil Sarah itu menunduk, agak sedikit gugup. "A-amira... Kemarin di pecat nona Abigail-"
"Apa?! Sialan jalang itu" teriaknya marah.
"Lalu?" Tanyanya lagi pada Sarah.
"Uhm... A-awalnya Amira sempat tak percaya, k-karena bukan tuan sendiri yang memecatnya. N-namun saat nona Abigail bilang k-kalau anda yang memintanya memecat Amira, Amira percaya begitu saja" jelas Sarah menjawab pertanyaan Deri tuannya.
Pria itu menarik nafas panjang, berusaha menetralkan emosinya yang hampir membuncah.
"Lalu, dimana Amira sekarang?" Tanyanya pada Sarah.Sarah yang diberi pertanyaan seperti itu diam, ia bahkan tidak tau dimana Amira berada sekarang. Namun satu yang ia yakin, Amira tidak akan pergi terlalu jauh. Amira tak memiliki orang tua, jadi sudah dipastikan jika ia pasti akan menyewa flat atau semacamnya sebagai tempat tinggal.
"Dia pasti tidak berada jauh dari sini, secara ia anak yang tidak memiliki orang tua. M-mungkin tuan bisa mencarinya di beberapa flat dekat sini dengan harga murah, Amira tidak memiliki cukup uang jika saya tidak memasukkan diam-diam uang saya kedalam tasnya" jelas Sarah kembali.
>>><<<
Ayres sibuk mondar-mandir di ruangan khusus miliknya, sial! Ia benar-benar gugup. Ini hari yang paling ditunggu, dan ini bukan untuk yang pertama kali. Tapi mengapa rasa gugup ini mengalahkan rasa gugup saat pernikahan pertamanya?!
Ceklek
Pintu ruangan terbuka, menampilkan sang adik yang sudah memakai setelan rapi yang agak sedikit berbeda dengannya.
"Ngapain sih?!" Tanyanya kesal, pasalnya sudah tiga kali ia masuk kedalam kamar dan kakaknya ini masih saja berputar-putar seperti seterika listrik, padahal bajunya sudah rapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mafia Widower
Teen Fiction⟨⟨END⟩⟩ "Hiks... Hiks..." Seorang anak kecil menangis dibawah pohon besar dekat taman, mengalihkan atensi seorang gadis yang tengah termenung tak jauh dari posisi anak itu. Dengan inisiatif gadis itu menghampiri sang anak, mendekat. "Hei manis~ kena...