Prolog

863 46 0
                                    

Brukk

Nara baru saja berhasil melewati tembok belakang sekolah yang sudah runtuh. Ini kali keduanya datang terlambat, sehingga harus melewati jalan pintas. Nara melepas jaket kulit hitam maroon dan sarung tangannya, lalu memasukkannya kedalam tas. Ia kemudian menepuk-nepuk rok pendeknya seraya membersihkan debu diseragamnya itu.

Baru saja ingin melangkah menuju kelas, Nara disuguhkan dengan pemandangan seseorang yang sedang menyulap tembok belakang sekolah menjadi graffiti. Walaupun memang tembok belakang jarang dilalui oleh orang, baginya tetap saja tidak etis jika dijadikan graffiti.

"Nggak bener nih anak, udah masuk kategori vandalisme," batin Nara.

"Ekhem!" Nara berdehem keras saat mendekati orang tersebut. Orang itu lalu menghentikan kegiatannya dan melepas maskernya.

Untuk sekilas Nara kagum, melihat indahnya ciptaan Tuhan. Laki-laki itu berbadan tinggi dengan kulit putih serta rambut hitam yang agak panjang, lengkap dengan plester di pelipis kanannya. Lengan seragam yang dilipat itu, memamerkan bisep kekar laki-laki itu. Ditambah dengan kancing kemeja paling atas yang terbuka, sedikit memperlihatkan dada bidangnya.

Nara menggeleng-geleng kepalanya cepat. Berusaha mengembalikan kesadarannya. Walaupun makhluk Tuhan yang satu ini indah, tapi Nara tetap tidak membenarkan kelakuannya. "Kalau sepengetahuan gue, ini udah masuk vandalisme sih." Ucapan Nara mendapatkan tatapan tajam tanpa balasan. Heran ucapannya tidak mendapat respon, Nara memutuskan untuk berbicara lagi.

"Mending lo berhenti sekarang dan hapus graffitinya. Daripada gue laporin?" Laki-laki itu hanya menatapnya datar. Beberapa detik kemudian ia melangkah maju, mendekati Nara sehingga Nara terpojok dan pergerakannya terkunci. Laki-laki itu mendekatkan wajahnya pada wajah Nara. Jantung Nara berdegup sangat kencang. Apa yang ingin laki-laki ini lakukan?

Lantas wajah laki-laki itu melengos dan berbisik "Laporin aja. Gue gak takut."

Nara mendorong keras tubuh laki-laki itu, sehingga ada jarak diantara mereka. Nara melihat sekilas nama yang ada di seragam laki-laki itu. Tertulis 'Bintang Anendra'

"Bintang kan? Awas ya, gue bakal laporin lo!" teriak Nara sambil berlari. Nara kemudian pergi meninggalkan laki-laki yang diyakini bernama Bintang itu. Sedangkan Bintang hanya menatap dingin kepergian Nara. Beberapa detik kemudian, Bintang menyeringai.

***

Bel tanda istirahat sudah berbunyi dari 10 menit yang lalu. Nara dan teman sekelasnya baru saja keluar, karena Guru Sejarah yang ngotot tetap melanjutkan pelajaran dengan alasan materi yang sedikit lagi. Baru saja keluar dari pintu kelas bersama Raina sahabatnya, Nara tertabrak oleh beberapa orang yang sedang berlari.

"Eh! Ngapa lo lari-lari sampe nubruk bestie gue?" tanya Raina kepada salah seorang.

"Itu-itu si Bintang Ketua Black Lion berantem sama Galang Ketua Gold Tiger!" jawab orang tersebut lalu berlari pergi.

"Oh..." jawab Raina mengangguk-ngangguk datar. Sedetik kemudian, ia malah menarik tangan Nara untuk berlari. 

"Nar! Liat yuk! Kayaknya seru!" teriak Raina sembari berlari diikuti Nara yang ditarik tangannya. Nara hanya menggeleng-geleng tidak habis pikir. Nara kira sahabatnya itu tidak tertarik dengan hal seperti ini.

Saat Nara dan Raina sampai, keadaan wajah Bintang dan Galang sudah tidak berbentuk seperti wajah lagi. Keduanya sama-sama babak belur dan sampai sekarang tidak ada bisa melerai mereka. Nara sesekali meringis melihat perkelahian mereka. Bahkan plester yang dipakai Bintang tadi pagi sudah berubah warna menjadi warna merah. Entah karena ada luka baru atau luka lama yang terbuka kembali sehingga darahnya merembes di plester itu.

"Na, gue pergi dulu." Nara menepuk pelan pundak Raina yang berada didepannya karena antusias melihat perkelahian Bintang dan Galang.

"Lo mau kemana, Nar?" teriak Raina dengan tidak menoleh sedikit pun.

"Gue mau panggil Bu Shinta," jawab Nara polos. Awalnya Raina tidak merespon jawaban Nara. Ia masih teriak-teriak karena melihat perkelahian di depannya. Namun, beberapa detik kemudian, Raina tersadar akan jawaban gila Nara. "Dah gila yah lo? Udah gak usah. Mending disini aja. Liat dua Ketua Geng terkuat SMA Angkasa berantem."

"Mereka mau sampai kapan kayak gini? Mau sampe meninggal?" batin Nara. Nara tidak menghiraukan perkataan Raina yang makin tidak masuk akal, baginya. Nara sedikit berlari menuju ruang BK dan melaporkan semuanya pada Shinta. Wanita paruh baya itu langsung berdiri tegap, dan mengambil peluit andalannya di laci meja kerjanya. Shinta segera menuju kantin diikuti dengan Nara di belakangnya.

Prittttttttt

Seluruh orang yang berada di kantin menutup telinga mereka, termasuk Bintang dan Galang. Suara peluit Shinta memang sangat menggelegar seantero jagad SMA Angkasa. Bahkan Bintang dan Galang yang sebelumnya tidak dapat dilerai, langsung memberhentikan perkelahiannya begitu saja.

"Bintang! Galang! Cepat ikut ibu sekarang juga!"

Baik Bintang maupun Galang kini hanya bisa pasrah dan mengikuti langkah Shinta menuju ruang BK. Bintang sempat melihat Shinta datang bersama Nara tadi.

Ck. Pasti cewek itu yang laporin.

***

WHATEVER, I'M STILL WITH UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang