41. Malaikat Tanpa Sayap

174 30 5
                                    

Bintang membuka matanya perlahan-lahan. Kepalanya masih terasa berputar-putar. Belum lagi rasa nyeri pada luka bekas operasinya. Pertama kali yang ia lihat ada cahaya lampu pada langit-langit ruangan yang begitu terang. Meskipun masih samar, matanya kini turun sedikit dan melihat jam di dinding. Disana menunjukkan pukul sebelas malam. 

Saat ia ingin menggerakkan tangannya, Bintang baru menyadari ada tangan lain yang begitu erat menggenggam tangannya. Bintang menoleh sedikit ke area samping kiri ranjangnya. Disana ada seorang perempuan yang tengah tertidur dengan damai, walaupun terlihat pada posisi yang kurang nyaman. Ia tertidur dengan posisi duduk dan kepala yang diletakkan pada ranjang Bintang.

Ia tertidur berselimutkan jaket kebanggaan berlogo Black Lion milik Bintang. Sebab ada tiga bintang pada lengan kanan jaket itu yang menandakan jabatan Bintang sebagai seorang ketua. Bintang mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan dulu. Ternyata hanya ada mereka berdua saja di ruangan itu.

Sekuat tenaga menggerakkan tangan kanannya masih lemas, Bintang mengusap lembut kepala perempuan itu. "Nar... Nara..." lirihnya lemah. Namun, terdengar jelas karena sunyinya ruangan.

Mungkin terasa jelas ada seseorang yang mengusap kepalanya, Nara akhirnya terbangun. Matanya kemudian membuka sempurna kala melihat Bintang sudah tersenyum lemah ke arahnya. "Bintang? Lo udah sadar?!" tanya Nara antusias.

Bintang lantas mengusap punggung tangan Nara yang menggenggam tangannya. "Maaf ya, Nar. Maaf bikin lo kaget dan khawatir atas kejadian hari ini," ungkapnya merasa bersalah.

"Gue gak akan maafin lo lagi kalau lo bertindak gegabah kayak tadi lagi!" hardik Nara. Wajahnya benar-benar serius karena ia kesal dengan tindakan gegabah Bintang tadi.

Bintang tersenyum, kemudian mengangguk. "Lo kok belum pulang, Nar? Ini udah malem. Rumah sakit dingin, Nar. Kalau gue, udah terbiasa sama dinginnya rumah sakit. Gue bisa kok sendiri disini. Lo tenang aja."

"Lagian kan gue tinggal sendiri. Jam malam gak berlaku buat gue. Daripada gue was-was mikirin lo yang tadi belum sadar di rumah, lebih baik gue bareng lo di sini!" Jelas Nara.

"Dan lo salah besar kalau berharap bakal sendirian di rumah sakit. Gue dan anggota Black Lion lainnya bakal selalu jagain dan nemenin lo selama di rumah sakit. Mereka, gue suruh cari makan malem dulu. Kasian belum makan dari tadi sore," sambungnya.

"Lo sendiri gimana? Udah makan malem belum?"

"Udah. Sama Cio tadi!"

Bintang mendelik kaget. "Cio? Lo gak kasih tau keadaan gue ke Cio sama Oma kan?" tanyanya khawatir.

"Selain lo, kita semua juga bakal jaga kesehatan Oma dengan gak kasih tau kondisi lo kok! Kita gak berpikiran sependek itu. Ya, ini semua karena dokter bilang lo bakal sadar dalam waktu 2 sampai 3 jam. Jadi kita bisa sembunyiin dari Oma. Lain halnya kalau dokter bilang lo gak bakal sadar dalam jangan waktu dekat. Mau gak mau, kita harus kasih tau Oma," jelas Nara. Bintang menghela nafa lega.

"So, kayaknya ada cerita yang harus gue denger!" celetuk Nara tiba-tiba. Ekspresi wajah Bintang terlihat bingung. Cerita? Apa yang diceritakan Bintang pada Nara.

"Soal ini." Nara menunjuk bagian perut kanan Bintang. Ah! Sejak sadar tadi, Bintang sudah menduganya. Sepertinya dokter sudah menceritakan kondisi tubuhnya yang sebenarnya. Mengingat Bintang tidak sadarkan diri karena tinjuan kuat Galang pada luka bekas operasinya.

Jika sudah ketahuan seperti ini, mau tidak mau Bintang akan menceritakan semuanya pada Nara. "Dulu perusahaan pakaian Oma gak sebesar ini, Nar." Bintang mengucapkan prolog kisahnya mendonorkan ginjalnya.

Pernah suatu ketika Hana mengalami kebangkrutan pada perusahaannya. Berita buruk ini berdampak pada kesehatan Hana. Hana sempat dilarikan ke rumah sakit, dan didianogsa menderita penyumbatan pembuluh darah pada jantungnya. Hana harus melakukan prosedur operasi pemasangan ring.

WHATEVER, I'M STILL WITH UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang