64. Sebuah Kisah

105 11 4
                                    

"Sebegitu khawatirnya lo sama Regan? Lo peduli sama orang lain, tapi gak pernah peduli sama gue, bangsat!" teriak orang tersebut.

Bintang mendelik. "M-maksud lo apa?"

"Lo selalu mengedepankan orang lain, tapi lo gak peduli sama saudara lo sendiri," ungkap orang itu.

Orang itu tertawa lagi, kemudian meludah. "Cuih, ralat! Mantan saudara! Gue gak mau punya saudara bajingan kayak lo yang ninggalin gue gitu aja di rumah yang mirip neraka itu!"

Seisi ruangan bingung akan ucapannya. Mereka tidak mengerti dengan ucapan orang itu. Sampai saat orang tersebut melepas topi dan maskernya. Semua orang tercengang dan mematung. Begitu pun dengan Bintang. Beberapa orang seperti Adam, bahkan mengucek mata beberapa kali, guna mengecek apa yang ia lihat ini.

 Beberapa orang seperti Adam, bahkan mengucek mata beberapa kali, guna mengecek apa yang ia lihat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"L-langit?" lirih Bintang.

"Vin, ini mata gue kelainan apa gimana ya? Kok Bintang ada dua anjir?!" ceteluk  Adam.

Mereka semua tercengang, saat orang yang selama ini mereka cari itu, berparas sangat persis dengan Bintang. Yang membedakan, orang itu memiliki rambut yang gondrong, sedangkan Bintang memiliki rambut yang pendek. Seketika Nara teringat dengan foto usang yang di temukan di kamar Bintang.

"I-itu kembarannya Bintang?" monolog Nara tidak percaya. Ia tidak pernah menyangka kalau Bintang memiliki saudara kembar identik sekaligus adik. Mungkin foto dua anak kecil laki-laki yang sempat ia temukan itu adalah foto Bintang dengan saudara kembarnya.

"L-langit, maafin abang..." lirih Bintang. Bola matanya mulai berkaca-kaca tak percaya dengan apa yang ia lihat.

Berbeda dengan Bintang, Langit menyeringai. Ia terlihat muak dengan ekspresi sedih Bintang yang dinilainya palsu. "Lo dengan egoisnya pergi dari rumah ninggalin gue! Lo kira gue bahagia di rumah?! Rumah tuh kayak neraka anjing! Papah, dan semuanya dikendaliin sama iblis munafik itu! Dan lo gak pernah ngerasain rasa sengsara itu, bangsat!" amarah Langit.

"Langit, maaf abang gak tau. Abang gak mau kamu hidup luntang-lantung kayak abang awalnya. Makanya Abang gak ajak kamu pergi. Abang kira, kehidupan kamu bakal tetep terjamin kalau tinggal sama papah. Abang bener-bener minta maaf," ucap Bintang sendu.

Kini air matanya sudah lolos. Ingin sekali ia memeluk saudara kembarnya itu. Rasa rindu menyeruak begitu dalam. Ia berusaha perlahan-lahan mendekati Langit. Berusaha mencerna semua amarah, keluh kesah atau apapun itu yang ingin Langit sampaikan. Rasa rindu dan ras bersalah itu bercampur menjadi satu di hati Bintang.

"Lo, tadi tanya gue apain Regan? Dugaan lo bener. Gue yang jerumusin Regan ke lingkaran setan ini. Biar apa? Biar lo ngerasa bersalah, anjing! Bajingan Regan bener-bener dianggep keluarga sama lo kan?" hardik Langit.

"Gue yang udah keroyok bajingan ini biar lo ngerasa bersalah! Bajingan ini lo perlakuin kayak ke adik kandung lo sendiri kan?" sambung Langit seraya menunjuk ke arah Fabio

WHATEVER, I'M STILL WITH UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang