42. Tamu Tak Diundang

202 31 4
                                    

Keesokkan harinya, Nara dan semua anggota Black Lion bersekolah seperti biasanya. Kecuali Adam yang memilih bolos untuk menjaga Bintang dan Fabio bergantian. Ia malas bertemu dengan guru fisika, katanya. Lebih baik ia menghabiskan waktu di rumah sakit daripada harus berkutat yang rumus dan soal fisika yang memusingkan kepala.

Adam tengah duduk di kursi samping ranjang Bintang, memainkan ponselnya. Melihat-lihat sosial media perempuan yang sekiranya menarik di matanya. Selama ini, belum ada yang sampai berpacaran dengan Adam. Mereka semua rata-rata hanya sampai dekat saja atau sebagai hts-an Adam. Adam bertindak begitu karena memang belum menemukan yang benar-benar sesuai dengan hatinya.

"Eh? Lo mau kemana?" Adam mengerjat, karena Bintang yang tiba-tiba bangun dan ingin turun dari ranjangnya.

"Bosen disini terus. Gue mau liat kondisinya Fabio!" jawab Bintang.

Adam kemudian memasukkan ponsel ke dalam saku celananya dan berdiri. "Tunggu-tunggu! Gue ambil kursi rodanya dulu!"

"Ck. Gue cuma pingsan! Bukan lumpuh! Gue bisa jalan sendiri kok!" kesal Bintang. Merasa harga dirinya tercoreng jika memakai kursi roda dan didorong oleh Adam.

Bintang perlahan berhasil turun dari ranjangnya. Namun, saat ia akan melangkah, rasa nyeri dari bekas luka operasinya kembali terasa. Bintang tidak bisa menyembunyikan ringisannya. "Gue bilang juga apa! Pake kursi roda dulu! Kata dokter jaringan otot di sekitar luka operasi lo masih tegang, jadi bakal kerasa nyeri-nyeri sedep kalo buat jalan!" jelas Adam.

Bintang mendengus. Dengan bantuan Adam, akhirnya ia duduk di kursi roda yang sudah Adam siapkan. Tanpa berbicara sepatah kata pun, Adam dengan telaten mendorong kursi roda Bintang sampai ke ruang rawat Fabio. Berbeda dengan Adam yang biasanya sering banyak bicara dan mengejek Bintang tentang Nara. Mendengar bagaimana kondisi Bintang, itulah yang membuat Adam merasa bersalah dan bertekad untuk menjaga Bintang dengan baik mulai saat ini.

Saat memasuki ruangan Fabio, ada dua remaja laki-laki yang asing bagi Bintang. Namun, samar-samar Bintang mengenali salah satunya. "Lo sepupunya Nathan bukan sih? Gue kayak pernah liat lo di rumahnya Nathan!" ucap Bintang menunjuk wajah Birru.

"Iya, Kak Bintang. Gue Birru, sepupunya Nathan," ucap Birru kemudian.

Adam lalu berinisiatif untuk memperkenalkan Birru dan Jehan pada Bintang. "Tang, kalau Birru lo udah kenal kan? Nah ini Jehan. Mereka berdua temen bimbelnya Fabio. Mereka juga udah bantu nyari CCTV di lokasi kejadian, tapi CCTV-nya rusak dan harus dibenerin dulu," jelas Adam pada Bintang. Bintang mengangguk-angguk. Kemarin Bintang tidak sempat bertemu dengan Birru dan Jehan karena sudah berangkat ke markas Gold Tiger.

"Lo berdua kok disini? Gak sekolah emangnya? Apa jangan-jangan bolos?" tanya Adam.

"Eh? Gak dong, Kak! Kita dipulangin cepet karena gurunya rapat. Sekalian gantiin tante Vera. Takut Tante Vera kecapean. Tante Vera barusan pulang dulu buat ngambil baju-bajunya Fabio," jelas Birru.

Vera, bundanya Fabio memang sudah berjaga sejak tadi malam bersama dengan Elara dan para anggota Black Lion lainnya. Karena luka yang cukup dalam pada bagian perut, Fabio harus menjalani operasi tadi malam untuk menjahit lukanya tersebut. Birru dan Jehan selaku sahabat dekat Fabio, berinisiatif untuk menjaga Fabio.

"Lo sekolah dimana?" tanya Bintang membuka obrolan.

"Di Pelita Jaya, Kak." 

 "Di sekolahan lo ada geng atau semacam kelompok persahabatan gitu gak?" tanya Bintang lagi. Birru dan Jehan menggeleng sembari kebingungan.

"Lo berdua mau join Black Lion? Sekalian temenin Fabio kalau lagi kumpul dimarkas. Kasian dia ngobrol sama orang kolot kayak kita-kita kadang suka gak nyambung," jelas Bintang. Mengundang tawa Adam dan yang lainnya, walaupun perkataannya adalah fakta. Karena kelas 10 sendiri, ternyata ada jarak antara Fabio dengan anggota Black Lion lainnya.

WHATEVER, I'M STILL WITH UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang